Berkurangnya Profesi Petani di Cilegon, Diperlukan Solusi dari Pemerintah

Dprd ied

CILEGON – Petani saat ini menjadi sebuah profesi yang kurang diminati oleh kalangan muda. Bahkan tak jarang dikesampingkan dan tak masuk bahan pertimbangan untuk dijadikan cita-cita oleh anak-anak jaman now, apalagi di Kota Cilegon.

Jumlahnya pun semakin hari semakin sedikit, seiring dengan menyusutnya luas lahan pertanian. Image di masyarakat, petani sudah identik dengan dekil, miskin, bodoh dan kampungan, sehingga hal itu menjadikan profesi petani bukanlah sebuah pilihan bagi manusia yang seakan-akan hidup elegan di era modern sebagai simbol kemajuan.

Usman, salah satu petani di Kota Cilegon, membenarkan kalau profesi yang digelutinya tersebut tidak begitu diminati oleh anak-anaknya. Selain itu, secara pribadi ia juga lebih berkeinginan anak-anaknya hidup lebih enak daripada menjadi petani seperti dirinya.

“Anak yang baru lulus sekolah pernah diajak bantu-bantu ke sawah katanya malu, yang sudah berkeluarga juga lebih milih kerja di pabrik kang. Tapi saya juga nggak mau memaksa anak-anak karena saya sih pengennya anak-anak hidupnya lebih enak tidak kaya saya ini kotor,” kata Usman, kepada faktabanten.co.id, Senin (8/1/2018) sore.

Dengan ketidak seimbangan ini tentu saja merupakan PR bagi pemerintah saat ini, baik di daerah maupun di pusat. Imbas dari itupun mulai dirasakan di pekan pertama tahun 2018 ini saja, harga beras mulai merambat naik. Seperti dikatakan Suheni, salah satu Ibu Rumah Tangga di Cilegon yang mengeluhkan naiknya harga beras.

“Iya kang sudah pada naik, mulai tahun baru kesinilah, hampir semua jenis. Beras yang enak saja dulu cuma Rp 12 ribu per liter sekarang mah udah nggak boleh. Karena butuh ya beli saja kang,” terangnya.

Dugaan itu makin kuat setelah semakin sedikitnya jumlah petani saat ini, dikatakan Samsudin, petani senior ini mengatakan jumlah petani di Kota Cilegon semakin sedikit. Sehingga perlu ada pemahaman bersama akan pentingnya profesi petani.

dprd tangsel

“Saya sih tidak mau menyalahkan siapa-siapa dari semakin berkurangnya petani ini, saya kira bukan cuma di Cilegon di seluruh Indonesia juga terjadi. Mungkin penyebabnya informasi kehebatan dunia modern yang membuat generasi petani gengsi jadi petani. Selain itu pemerintah kebanyakan programnya pelatihan UKM, coba bikin pelatihan bercocok tanam padi yang kepada anak-anak sekolah,” paparnya.

Selain itu, Samsudin juga mempertanyakan peran pemerintah dalam dunia pertanian yang seakan kurang serius. Bahkan menurutnya, pemerintah lebih condong tampil di sawah bawa wartawan pada saat panen agar dikira programnya berhasil.

Ia juga mempertanyakan peran pemerintah dalam melindungi sawah sesuai aturan UU No 41/2009 tentang Perlindungan Alih Fungsi Lahan Pertanian.

“Saya kira bukan jumlah petani yang berkurang, lahan-lahan sawah semakin berkurang juga untuk bangun industri, perumahan dan sebagainya. Yang saya lihat di berita-berita para pejabat itu datang ke sawah bawa wartawan pada saat panen saja,” tegasnya.

Ia juga menghimbau kepada pemerintah untuk lebih serius mengurusi program pertanian dari menjamin ketersediaan lahan, pemasaran sampai dibentuknya koperasi petani di Kota Cilegon.

“Saya sih pengennya pemerintah menjamin lahan sawah tidak digusuri terus. Memberi motivasi kepada anak-anak untuk mau jadi petani, kalau musim panen dijaga jangan ada tengkulak. Oh iya dulu mah ada koperasi petani, kalau perlu itu juga dibuat lagi,” jelasnya.

“Petani itu mulia sinergi dengan alam, apalagi profesinya sangat diperlukan, untuk keseimbangan produksi pertanian,” pungkasnya. (*/Ilung)

Golkat ied