CILEGON – Sulitnya untuk dapat diterima bekerja di pabrik-pabrik yang banyak terdapat di Kota Industri Cilegon, tak membuat Masduki patah arang agar tetap bisa bekerja dan mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Bermula dari iseng-iseng untuk mengisi waktu senggangnya, warga Link. Palas RT 02/01, Kelurahan Bendungan, Kecamatan Cilegon ini dengan kreativitas tangannya kini mampu membuat banyak kandang burung kicau sebagai hasil karyanya yang memiliki kualitas bagus dan nilai jual di pasaran.
Dengan peralatan seadanya, seperti gergaji, meteran, palu, paku, ampelas, lem kayu, mesin bor kayu dan sebagainya, pria yang akrab dipanggil Kang Duki ini mampu membuat kandang-kandang burung kicau dari bahan kayu dan bambu berbagai ukuran yang disesuaikan dengan jenis burung kicau.
Meski ada kelemahan kandang dari bahan non logam dan sangat tidak direkomendasikan untuk beberapa jenis burung kicau berparuh tajam seperti Lovebird dan Kenari, karena kandang rentan rusak dan burung bisa terlepas.
Namun, prospek usaha kreasi ini di Cilegon bisa dikatakan sangat cerah, selain minimnya produksi lokal, animo masyarakat Kota Cilegon yang lumayan banyak dalam beberapa tahun belakangan ini yang hoby memelihara burung kicau. Hal ini bisa dilihat di hampir semua Perkampungan di Cilegon, dimana ada saja warganya yang memelihara burung kicau, tidak sedikit pula komunitas para penghobinya yang merata dari berbagai kalangan, dari burung kicau kelas bawah menengah hingga kelas atas dan kerap mengadakan event atau ajang perlombaan burung kicau.
Walau dalam sehari mampu memproduki sampai dua kandang burung kicau. Tapi Kang Duki enggan mengembangkan usahanya tersebut untuk lebih produktif.
“Ini mah sekadar iseng-iseng ngisi waktu luang saja, saya kan lagi gak kerja. Dijual juga paling sama orang di sekitaran Kampung sini saja. Kadang mah ditukar dengan burung kicau karena saya juga hoby, kalau pas butuh uang burungnya saya jual lagi,” ujar Kang Duki, saat ditemui faktabanten.co.id, Senin (12/3/2018) malam, disela-sela membikin kandang di rumahnya.
Padahal sudah ada beberapa rekannya yang coba membantu permodalan hingga pemasaran kandang burung kicaunya hasil karyanya itu agar lebih produktif. Bahkan ada juga pemilik kios burung kicau yang memintanya untuk menyuplai kandang di kiosnya.
“Yang minta mah sudah banyak, saya mah takut ngecewain kalau tidak mampu bikin sebanyak yang diminta. Walaupun ini masih ‘Ilmu Katon’, tapi kan ada seni dalam pembuatannya, nggak bisa cepet-cepet,” ungkapnya.
Suatu sikap yang patut kita apresiasi, meski di Cilegon sebagai pribumi dan tak mendapatkan porsi industri, tapi Kang Duki tak “mengemis-ngemis” ke industri bahkan ia mampu berkreasi menciptakan industrinya sendiri.
Satu hal lagi dari Kang Duki yang patut kita tiru adalah sikap tawadhu’nya. Bahkan kedaulatan dirinya sangat perlu kita beri award, karena ia tak gampang tergoda untuk mengikuti mainstream kapitalis industri dalam produksi yang mencari keuntungan materi sebanyak-banyaknya. Tapi Kang Duki tetap mempertahankan estetika nilai, memperjuangkan seni sebagaimana suara burung kicau adalah seni bagi penghobinya yang sejati. (*/Ilung)