Gerindra

Kian Terkikis, Tradisi Ngaji Ba’da Maghrib di Cilegon Harus Terus Dipertahankan

CILEGON – Tradisi mengaji ba’da Maghrib tidak boleh ditinggalkan meskipun kita telah memasuki era modernisasi global. Seperti yang dilakukan Ustadz Asmu’i di Kampung Palas Rt 02/01 Kelurahan Bendungan, Cilegon ini yang masih konsisten mengajar puluhan anak-anak mengaji sebagai salah satu upaya agar umat Islam mengamalkan ajaran agamanya melalui kitab sucinya Al-Qur’an.

Perubahan sosio-culture yang drastis akibat dampak industrialisasi yang secara tidak langsung mengundang banyak kaum urban dan dunia hiburan malam di tengah-tengah masyarakat Cilegon. Selain itu berkembangnya teknologi Smartphone dan sejenisnya yang banyak menyita waktu, perhatian dan perubahan aktifitas masyarakat bahkan ke anak-anak.

Serta tayangan televisi di waktu Maghrib, telah menghipnotis masyarakat, khususnya anak-anak.

Stasiun televisi berlomba-lomba menayangkan program unggulannya sinetron, film, kartun, realty show, dan lainnya-demi menarik pemirsa di waktu prime time itu. Tak heran jika anak-anak sulit beranjak dari depan televisi kendati adzan Maghrib telah berkumandang.

Dampak dari tiga hal diatas terhadap perkembangan masyarakat Cilegon memang sangat besar. Secara teoritis, ada tiga dampak yang ditimbulkan tayangan televisi terhadap masyarakat khususnya anak-anak, yaitu dampak kognitif, dampak peniruan, dan dampak perilaku.

HUT Gerindra Atas

Dahulu, sebelum tiga hal itu berkembang maju seperti sekarang, hadir di tengah kehidupan masyarakat Cilegon, kebiasaan mengaji ba’da Maghrib di rumah, surau, atau masjid menjadi tradisi turun menurun masyarakat Cilegon yang mayoritas beragama Islam.

Namun sekarang, budaya tersebut perlahan-lahan kikis dan hampir hilang. Di surau atau masjid sekarang sudah jarang ditemukan adanya guru ngaji yang terlihat sedang ‘ngewuruk’ ngaji anak-anak.
Dan di rumah guru ngaji di Perkampungan pun makin berkurang yang masih menerapkannya.

Gerindra tengah

Namun Alhamdulillah, Fakta Banten masih bisa menemukan aktivitas mengaji ba’da Maghrib ini di kediaman guru ngaji Ustadz Asmu’i. Ditemui seusai mengajar ngaji kepada puluhan anak-anak di rumahnya.

“Awalnya sih ngewuruk ponakan sama tetangga saja, tapi lama kelamaan nambah banyak, sekarang udah 60 anak-anak, karena mungkin disini sudah jarang yang mau ngewuruk ngaji” ujarnya, Sabtu (29/4/2017).

Karena semakin banyak anak-anak yang mengaji, Ustadz jebolan Pondok Pesantren Al Hidayah, Palas ini dibantu oleh dua orang saudaranya.

Dan salutnya, Ustadz yang juga Sarjana lulusan Al-Khairiyah ini tidak memasang tarif kepada orang tua anak-anak yang belajar ngaji kepadanya, sebagaimana tradisi dulu sewaktu belum ada listrik, yakni anak-anak cukup alakadarnya membawa minyak tanah untuk penerangan damar atau patromak saat mengaji.

Dan kalau di surau biasanya anak-anak yang mau mengaji cukup menimba secara bergantian untuk mengisi kolam Wudhu di surau. Subhanallah.

“Selain kewajiban mengajarkan ilmu, dorongan ngewuruk ngaji kan berangkat dari keprihatinan terhadap kondisi zaman. Jadi ga ada tarif, sengasih-ngasihnya orang tua anak-anak saja,” pungkasnya.

Semoga semangat dari sang Ustadz Asmu’i, di Palas ini bisa memotivasi para orang tua di Cilegon agar memperhatikan pendidikan dasar agama anak-anaknyanya untuk bisa membaca Al- Qur’an. (*)

KPU Pandeglang Penetapan Pemenang Pilkada
Gerindra bawah berita
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien