Korban Gusuran Cikuasa Masih Tak Puas, Kamis Besok Akan Datangi DPRD Cilegon
CILEGON – Warga korban gusuran Cikuasa Pantai dan Kramat Raya, Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol, melakukan doa bersama dan sujud syukur di halaman Mesjid Agung Nurul Ikhlas, Rabu (20/12/2017). Hal ini dilakukan warga setelah terbitnya putusan dari Pengadilan Negeri (PN) Serang yang memenangkan gugatan korban gusuran dan memerintahkan Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon memberikan ganti rugi.
Kendati menang gugatan, namun warga korban gusuran Cikuasa Pantai mengaku masih tidak puas dengan putusan tersebut. Pasalnya, kasus yang sudah berjalan hampir satu tahun 6 bulan sejak 8 Agustus 2016 ini, nilai ganti rugi yang ditetapkan hakim besarannya tidak manusiawi.
Amar putusan yang dibuat oleh Hakim PN Serang menegaskan bahwa proses ganti rugi tersebut wajib diberikan pada warga, sebelum Pemkot Cilegon melakukan banding. Dan dalam pertimbangannya, hakim menilai karena sudah tidak ada batas-batas bangunan di lokasi, maka tergugat berkewajiban memberikan ganti rugi dengan membayar 25 juta pada 229 warga dan 2 warga lainnya mendapatkan ganti rugi sebesar 30 juta lebih.
Karena hal itu juga, warga korban gusuran juga rencananya pada Kamis (21/12/2017) besok akan mendatangi DPRD Cilegon untuk meminta tanggapan dari para wakil rakyat.
“Saya bersyukur atas putusan itu, tetapi secara kemanusiaan jumlah tersebut tidak sesuai dengan yang kami tuntut yaitu Rp 2 juta per meter, dan besok kita juga akan meminta tanggapan anggota DPRD Kota Cilegon yang merupakan wakil rakyat atas putusan yang tidak berkemanusiaan tersebut,” ungkap Chili, salah seorang korban gusuran.
Chili menegaskan dirinya masih belum puas dengan putusan yang dikeluarkan oleh PN Serang tersebut, termasuk juga bagaimana realisasi dari putusan tersebut.
“Terharu saya bersyukur kepada Allah SWT apa pun yang diberikannya itu yang terbaik buat saya, tapi tolong keadilan itu harus ditegakkan,” ucapnya singkat.
Chili menceritakan, bahwa korban gusuran selama bertahun-tahun terkatung-katung di tenda pengungsian tanpa ada bantuan dari siapapun.
“Haruskah setiap hari meneteskan air mata terus? Sampai kapan? Sementara di atas sana pejabat enak-enakan tidur di ruangan ber AC enak-enak ya kan, kamu lihat sendiri di sana lapangan itu seperti apa tenda kita sudah satu tahun enam bulan kita disana,” katanya dengan nada tinggi melupakan kekesalannya atas tindakan pemerintah. (*/Temon)