CILEGON – Manajemen PT Indra Jaya Abadi (IJA) akui menerima kontrak senilai Rp 2,5 Miliar dari PT Mutiara Kahal untuk mengambil alih seluruh pekerjaan jasa pembongkaran bangunan dan pembersihan komplek untuk proyek PLTU Suralaya 2×1000 MW.
Namun PT Indra Jaya Abadi mengaku rugi dalam menggarap proyek tersebut, pasalnya dengan pekerjaan yang hampir rampung ini, namun pihaknya tidak juga mendapat pembayaran. Demikian dikatakan Sanudi, Komisaris PT Indra Jaya Abadi, Kamis (12/4/2018).
“Iya betul, untuk pembongkaran rumah diserahkan ke kita semua, untuk pekerjaannya tinggal mesjid dan gedung serbaguna,” papar Sanudi kepada Fakta Banten, Kamis (12/4/2018).
Sanudi mengaku, saat ini pihaknya baru dibayar Rp 500 juta dari Rp 2,5 Miliar nilai kontrak yang disepakati dengan PT Mutiara Kahal.
“Pembayaran belum jelas baru di bayar Rp 500 juta jadi masih kurang 2 milyar,” ujarnya.
Ia juga merasa dicurangi oleh pihak PT Mutiara Kahal, dan mengaku proyek pembongkaran untuk unit 9 & 10 PLTU Suralaya tersebut merugikan.
“Itu kerjaan rugi kang, Kerjaan idealnya itu kalau di tempat lain itu Rp 4 Milyar sampai 4,5 Milyar. Tapi karena kita butuh pekerjaan yang penting alat kita jangan nongkrong sama mobil kita jalan, ya diberi pekerjaan di angka 2,5 Milyar kita kerjakan saja. Tapi ya rugi itungannya mah,” jelasnya.
Ia juga mengaku tidak tahu nilai kontrak awal antara pihak pemenang tender dengan PT Indonesia Power.
“Saya nggak tau, kita menyangka dikasih Rp 2,5 Milyar sangka kita itu nilainya ya paling sekitar Rp 3 milyar, tapi tahunya begitu di Polda bahwa itu kontraknya Rp 6 milyaran,” ucapnya.
“Sebulan yang lalu sudah diperiksa, terkait masalah ini. Karena menurut informasi sih, IP sudah membayar 95% ke Pak Haji Sahruji tapi ke sayanya baru bayar Rp 500 juta,” imbuhnya.
Diketahui, mencuatnya dugaan terjadinya praktik korupsi pada kegiatan penyiapan lahan proyek Unit 9-10 PLTU Suralaya PT Indonesia Power yang pada pemberitaan sebelumnya dilontarkan oleh Ketua Forum Pemerhati pengadaan Barang dan Jasa (FPPBJ), Ahmad Yusdi, ternyata mengungkap praktik kotor dari cara berbisnis PT Mutiara Kahal, yang merupakan perusahaan milik Ketua Kadin Kota Cilegon.
Ketua FPPBJ, Ahmad Yusdi menjelaskan, tindak pidana korporasi itu dilakukan dengan cara mengalihkan pekerjaan jasa pembongkaran bangunan dan pembersihan komplek PLTU Suralaya 2×1000 kepada PT Indra Jaya Abadi, tanpa pemberitahuan kepada pengguna jasa atau pemilik proyek Unit 9-10 PLTU Suralaya.
Pekerjaan pembongkaran Kompleks PLTU 2×1000 yang dimenangkan oleh PT Mutiara Kahal ini seperti yang tertuang dalam Surat Perjanjian Nomor: 0053.PJ/081/SLA/2017, pada tanggal 07 Juni 2017, senilai Rp 6,2 miliar. Ternyata, pada pelaksanaannya seluruh pekerjaan ini dialihkan atau di sub kan kepada perusahaan lain, dengan nilai kontrak yang lebih kecil.
Dari data yang diungkap FPPBJ, diketahui PT Mutiara Kahal telah menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK), Nomor: 002.MK/SPK/VI/2017, kepada PT Indra Jaya Abadi untuk pekerjaan tersebut, tertanggal 06 Juni 2017 dengan harga total pekerjaan Rp 2,5 miliar. (*/Asep-Tolet)