Suka Duka ‘Pak Ogah’ Kala Beraksi di Jalanan Kota Cilegon
CILEGON – Mungkin sekitar satu dasawarsa yang lalu, di Kota Cilegon ini kita jarang-jarang melihat keberadaan ‘Pak Ogah’.
Ya ini sebutan untuk warga sipil yang bekerja membantu mengatur lalu-lintas di jalan dengan harapan diberi imbalan uang koin atau receh.
Namun masyarakat Cilegon dalam beberapa tahun belakangan ini, mungkin sudah sering melihat eksistensi Pak Ogah di beberapa titik perempatan jalan yang padat, atau di jembatan yang kondisinya rusak.
Bisa jadi karena faktor ekonomi, bisa juga karena semakin padatnya arus lalu-lintas, mungkin juga kondisi infrastruktur jalan di Kota Cilegon yang kurang layak pada titik-titik tertentu sehingga menyebabkan kemunculan sosok Pak Ogah ini.
Kehadirannya memang lebih banyak positifnya yakni bisa membantu kelancaran arus lalu-lintas, dan mencegah kecelakaan ketimbang negatifnya dimana jarang terdengarnya keluhan pengguna jalan terhadap Pak Ogah di Kota Cilegon.

Setidaknya ini berdasarkan pengamatan tim Fakta Banten di beberapa lokasi Pak Ogah bekerja, dalam beberapa pekan belakangan ini.
Selain itu, kehadiran Pak Ogah di Cilegon cenderung lebih sopan dan ramah dan dibanding Pak Ogah sejenisnya di kota-kota besar seperti Jakarta yang santer terdengar bersikap kasar pada pengguna jalan, seperti adanya oknum Pak Ogah yang meminta imbalan jasa seolah memaksa dan bahkan sampai menggores cat body mobil yang sudah dibantunya kalau tidak diberi imbalan uang receh.

Cerita suka duka Pak Ogah pun coba kami rekam. Salah satu kabar sukanya adalah ketika orang memiliki kesempatan mencari rezeki dan berbuat kebaikan. Seperti dikatakan Oni, yang sudah tahunan menjadi Pak Ogah di jembatan JLS Kalitimbang ini.
“Saya mah sudah tahunan kang, sejak jembatannya kaya gini (banyak lubang) aja, kalau lagi mujur lumayan, pas lagi ada yang baik mah ngasihnya lima ribu, bisa buat jajan kadang bisa dibawa pulang,” kata Oni bercerita.
Selain mencari rezeki, Oni selalu bareng dengan beberapa temannya dalam membantu mencegah terjadinya kecelakaan di jembatan yang berbatasan Kota Cilegon dengan Kabupaten Serang ini.
“Senengnya bisa ngumpul teman-teman, bisa bantu mencegah kecelakaan, kalau ga ada saya dan teman-teman mobil-mobil yang lewat itu masih ngebut aja karena lupa atau yang baru pertama kali lewat sini mah gak tahu jembatannya banyak lobang, kan bahaya kang?” tuturnya.
“Kalau saya dan teman-teman berdiri kan sopir pada nyelow (ngurangi kecepatan) dan tahu jadi banyak lubang,” tegasnya.
Sementara kegiatan di jalanan diakui juga mengundang duka tersendiri bagi Pak Ogah, adalah saat sopir tidak memeberi receh tapi acuh saja seakan tidak ada orang. Seperti diutarakan Tomi.
“Banyaknya sih koin gopek, seribu, jarang dua ribu mah, itu juga banyakan yang gak ngasih kang, mending sih kalau ngasih kode tangan mah, inimah jojong bae (cuek saja) kaya gak ada orang aja, ga dihargain gitulah. Gimana lagi saya mah wong cilik,” tutur Tomi.
Polusi debu kendaraan yang memang menjadi resiko dan kehadiran aparat kepolisian yang kadang datang menegurnya menjadi momok yang membuat Tomy kerap ketakutan.
“Debunya kang, emang sih inimah resiko saya, mata sering kelilipan. Tapi ngerinya kalau ada Polisi datang, emang sih selama ini paling negur doang nyuruh hati-hati aja kang,” pungkasnya. (*)
