Terbukti Korupsi, Mantan Petinggi BPRS Cilegon Mandiri Dituntut 8,5 Tahun Penjara
SERANG – Empat terdakwa kasus korupsi penyimpangan pemberian kredit di PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Cilegon Mandiri (BPRS CM) didakwa korupsi Rp 14,6 miliar tahun 2017-2021.
Mereka dituntut hukuman tinggi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Cilegon. Keempat terdakwa yakni mantan Direktur Bisnis Sumber Daya Insani dan Umum BPRS CM, Idar Sudarmana, Manager Marketing, Tenny Tania, mantan staf marketing BPRS CM Nina Noviana, dan Maryatul Machfudoh. Baca berita tanpa iklan.
Dalam tuntutannya, keempat terdakwa dinilai bersalah dan terbukti sesuai dengan dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1990 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
Tuntutan yang pertama dibacakan oleh JPU yakni terdakwa Idar Sudarmana. Idar dituntut 8,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain pidana penjara dan denda, Idar juga dihukum untuk membayar uang pengganti Rp 7 miliar dengan ketentuan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama 1 bulan maka harta benda akan disita.
“Jika tidak mempunyai harta benda dan tidak mencukupi maka di pidana penjara 4 tahun dan tiga bulan,” kata Achmad kepada hakim.
Hukuman yang sama dengan Idar Sudarmana juga diberikan kepada terdakwa Tenny Tania yakni pidana penjara 8,5 tahun, denda Rp 500 juta subsider 6 bulan, dan uang pengganti Rp 7 miliar.
Sedangkan terdakwa Nina Noviana dan Maryatul Machfudoh dituntut lebih rendah dari kedua terdakwa lainnya, yakni pidana penjara 4 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.
Terdakwa Nina Noviana diwajibkan membayar senilai Rp 366 juta atau kurungan selama 2 tahun. Sedangkan terdakwa Maryatul Machfudoh diwajibkan membayar uang pengganti Rp 184 juta atau kurungan 2 tahun.
Sebelum menuntut keempatnya, JPU mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan hukuman terdakwa yakni perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah memberantas Tipikor.
“Hal-hal meringankan para terdakwa berlaku sopan, belum pernah dihukum, terdakwa menyesali dan mengakui perbuatannya,” ujar Achmad.
Sidang pun ditunda dan akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembacaan pledoi atau pembelaan dari terdakwa dan penasehat hukumnya.
Dalam uraiannya, BPRS CM mendapatkan penyertaan modal sejak berdiri pada tahun 2013 hingga 2022 dari Pemkot Cilegon sebesar Rp 56 miliar.
Selain itu, penyertaan modal juga diperoleh dari Koperasi Pegawai Pemkot Cilegon Karya Praja Sejahtera sebesar Rp 100 juta.
Namun, pada perjalanannya bisnis yang dijalankan oleh BPRS CM tidak sesuai dengan prosedur atau pedoman yang berlaku di BUMD milik Pemkot Cilegon itu.
Keempat terdakwa telah melakukan penyimpangan dalam penyaluran dana dalam bentuk fasilitas pembiayaan yang dijalankan BPRS CM kepada 32 nasabah dengan 248 kontrak pembiayaan selama lima tahun.
Pemberian pembiayaan tersebut bertentangan dengan UU Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, aturan Otoritas Jasa Keuangan, Surat Keputusan Direksi.
Dari pemberian pembiayaan tidak sesuai prosedur itu telah memperkaya keempat terdakwa dan merugikan keuangan negara sebesar Rp 14,6 miliar sesuai perhitungan BPKP Banten tahun 2022. (*/Kompas)