Bupati Lebak Ingin Hapus Nama Pj di Prasasti, Ketua PUB: Lucu!

SERANG – Ketua Pengurus Pusat Perkumpulan Urang Banten (PP PUB), Taufiqurrahman Ruki, mengungkapkan langkah Bupati Lebak, Mochamad Hasbi Asyidiki Jayabaya, yang ingin menghapus nama Pejabat (Pj) Bupati Lebak dari prasasti di daerah tersebut adalah sebagai sesuatu yang unik dan menggelitik.
Hal itu disampaikannya dalam acara Buka Bersama (Bukber) di Kota Serang, Banten, pada Selasa (18/3/2025) kemarin.
Acara tersebut juga dihadiri oleh Wakil Gubernur Banten, Dimyati Natakusumah, serta sejumlah tokoh penting lainnya.
“Ada juga dinamika di Banten yang lucu, Bupati Lebak ingin nama Pj Bupati Lebak tidak dicantumkan di prasasti. Sebenarnya saya tidak terlalu peduli, tapi kalau nama yang ke-18 dihapus, saya marah! Itu mertua saya, Bupati Lebak saat itu. Jangan macam-macam!” ujar Ruki dengan nada bercanda.
Pernyataan Ruki ini merespons pernyataan Bupati Lebak, Hasbi Asyidiki Jayabaya, yang menilai pencantuman nama Pj Bupati dalam prasasti sebagai bentuk penyimpangan sejarah.
Menurut Hasbi, kepala daerah yang dicantumkan dalam prasasti seharusnya hanya yang dipilih langsung oleh rakyat, bukan yang ditunjuk oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Pj itu ditunjuk oleh Kemendagri, sedangkan Bupati dipilih oleh rakyat. Tidak ada daerah lain yang mencantumkan nama Pj Bupati dalam prasasti, hanya di Lebak ini. Itu tidak baik,” tegas Hasbi usai melihat prasasti di Gedung Negara Pemkab Lebak, setelah mengikuti arak-arakan menuju lokasi Serah Terima Jabatan (Sertijab), Senin (3/3/2025) lalu.
Dalam perdebatan tersebut, Gunawan Rusminto, yang sebelumnya menjabat sebagai Pj Bupati Lebak, memberikan tanggapan singkat.
“Di Pandeglang dan Malang juga ada nama Pj Bupati di prasasti,” celetuk Gunawan.
Dalam kesempatan wawancara, Bupati Hasbi menjelaskan alasan dirinya menolak pencantuman nama Pj Bupati di prasasti.
Menurutnya, jabatan Bupati dan Wakil Bupati adalah jabatan politik, yang dipilih langsung oleh rakyat. Sementara itu, Pj Bupati merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ditunjuk oleh Kemendagri dan tidak melalui proses pemilihan.
“Seorang ASN tidak bisa menjadi Bupati, kecuali jika dia mengundurkan diri sebagai ASN dan mencalonkan diri dalam Pilkada,” ujarnya.
Lebih lanjut, Hasbi menilai pencantuman nama Pj Bupati dalam prasasti dapat menyesatkan pemahaman masyarakat tentang sistem pemerintahan daerah.
“Kalau di prasasti tertulis nama Pj Bupati, itu sama saja menyimpangkan sejarah. Ini tidak memberikan contoh yang baik bagi ASN lainnya,” tandasnya.
“Saya harap ini bisa segera diperbaiki agar menjadi edukasi bagi masyarakat. ASN harus bisa memilih, apakah ingin tetap menjadi abdi negara atau berkarier di jalur politik sebagai Bupati, anggota dewan, dan lain-lain,” pungkasnya. (*/Nandi).