Pemindahan RKUD Dari Bank Banten Disebut Keputusan Terburuk, Ini Kata 3 Pengamat Ekonomi

Hut bhayangkara

SERANG – Kebijakan Gubernur Banten terkait pemindahan rekening umum kas daerah (RKUD) Pemprov Banten dari Bank Banten ke Bank Jawa Barat dan Banten (BJB) mendapat respon dari tiga akademisi, yang sekaligus merupakan pengamat ekonomi di Banten.

Akademisi Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT), Muljadi menyebut, pemindahan RKUD oleh Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH) menimbulkan polemik yang merupakan pilihan terburuk dalam mengambil sebuah keputusan.

“Gubernur selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah memang harus tetap menjaga ketersediaan kas daerah, dan menjaga kestabilan keuangan daerah,” ujar Muljadi saat dikonfirmasi Fakta Banten. Senin, (8/6/2020).

Pengamat yang kerap disapa Cak Mulyadi ini menegaskan, Bank Banten sebagai bank milik daerah perlu dijaga likuiditasnya. Demikian juga itu merupakan tanggung jawab gubernur, yang mewakili masyarakat Banten sebagai pemegang saham terbesar di Bank Banten.

“Melihat kasus ini seharusnya gubernur dapat berkonsultasi dengan DPRD Provinsi Banten sebelum mengambil sebuah keputusan pemindahan RKUD ke Bank Jabar Banten (BJB),” jelasnya.

Meskipun sebenarnya kata dia, itu adalah Hak Gubernur, namun ia menilai bahwa lebih baik rakyat harus mengetahui kondisi yang terjadi.

“DPRD lah yang merupakan representasi rakyat yang dapat diajak berbicara, apabila ada masalah yang rumit seperti ini. Saya yakin fungsi DPRD ini bisa dilakukan,” katanya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, keputusan yang baik adalah saat Bank Banten tetap selamat dan kas daerah juga tetap bisa dijaga.

“Tetapi sebuah keputusan sudah dilakukan oleh Gubernur Banten Wahidin Halim, apapun yang dilakukan saya yakin untuk mengamankan kas daerah Banten agar tetap mudah untuk dikelola supaya tidak menghambat proses pembangunan di Provinsi Banten,” terangnya.

Loading...

Senada dengan Cak Mulyadi, Pengamat Ekonomi dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Boyke Pribadi menilai jika pemindahan RKUD tersebut hanya menunjukkan minimnya rasa kepemilikan terhadap Bank Banten. Ia meminta agar DPRD Banten tidak tinggal diam. Sebab, Bank Banten merupakan produk daripada Peraturan Daerah (Perda).

“Jika Pemprov saja tidak rasa memiliki, jangan harap kab/kota dan masyarakat mau memiliki. Meski harga sahamnya sedang posisi terendah,” katanya.

“Artinya BB (Bank Banten) perlu tindakan penyehatan,” imbuh Boyke saat dikonfirmasi, Sabtu (6/6/2020).

DPRD Pandeglang

Beda halnya dengan dua pengamat di atas, Pengamat Ekonomi Untirta, Hady Sutjipto menganggap tepat, atas kebijakan yang dilakukan Gubernur Banten terkait pemindahan RKUD.

“Menurut saya tepat karena terkait pemasukan dana-dana Pemrov, dan pengeluaran dana seperti gaji, Bansos dari pusat untuk penanggulangan Covid-19,” ujarnya, Senin (8/6/2020).

Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan FEB Untirta mengatakan, jika melihat sejarah dalam proses pembentukan Bank Banten, bukan lagi untuk saling menyalahkan, namun seharusnya dapat membangun kepercayaan para stakeholder atas hadirnya Bank Banten dengan skema merger bersama BJB.

“Kalau kita mengikuti FGD I-III yang dilakukan oleh Perkumpulan Urang Banten (PUB) maka kita mendapatkan informasi yag komprehensif dan clear dari para narasumber mengapa pemerintah provinsi Banten memindahkan RKUD ke BJB,” terangnya.

Menurutnya, Banten punya potensi ekonomi yang besar untuk menggerakan perekonomian Banten ke depan, sehingga tak lagi berkutat pada persoalan dalam menghambat pertumbuhan ekonomi.

Dilain hal, ia menilai perlu ada komunikasi politik yang baik antara pemerintah provinsi, dan kabupaten/kota, DPRD, Bank Banten, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan semua stakeholder dalam rangka menyehatkan dan menguatkan Bank Banten. (*/JL)

Ks rc
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien