Lebak Sepi Ojol! Suara Driver Menggema di Banten, Protes Tarif dan Status Hukum
LEBAK – Ratusan pengemudi ojek online asal Lebak memutuskan mematikan aplikasi mereka dan turun ke jalan. Aksi serentak yang terpusat di Banten ini bukan sekadar mogok kerja, tapi jeritan panjang atas perlakuan tidak adil dari perusahaan platform digital.
Pagi ini , Selasa (20/5/2025), suasana layanan transportasi online di Kabupaten Lebak terasa berbeda.
Tak terdengar deru motor driver ojol di jalanan. Bukan karena libur, tapi karena aksi off-bid serentak sebagai bentuk protes terhadap kebijakan sepihak perusahaan aplikasi.
Suhan, seorang driver ojol yang biasa mangkal di sekitar Pasar Rangkasbitung, mengaku sudah terlalu lama menahan beban yang tidak masuk akal.
“Kadang sehari kerja 15 jam, tapi cuma dapat 10.000 per order makanan. Ini bukan lagi soal tarif, tapi soal keberlangsungan hidup,” ucapnya kepada Fakta Banten, Selasa (20/5/2025).
Menurut Suhan, tuntutan utama mereka meliputi pengurangan potongan komisi yang bisa mencapai 70 persen, kejelasan skema prioritas yang selama ini dinilai pilih kasih, serta kepastian hukum.
“Kami disebut mitra, tapi tidak pernah dilibatkan dalam perubahan aturan. Semua sepihak, dan kami yang kena imbasnya,” keluhnya.
Suhan juga menyoroti celah hukum dalam hubungan kerja antara driver dan perusahaan.
“Pasal 1338 KUHPer jelas menyebut perjanjian harus disepakati dua belah pihak. Tapi kenyataannya, kami cuma disuruh tunduk. Kalau keberatan, tinggal disuspend,” katanya.
Aksi ini merupakan bagian dari gerakan nasional yang melibatkan ribuan pengemudi dari berbagai platform, mulai dari Gojek, Grab, Maxim hingga Shopee Express di seluruh daerah Indonesia.
Aksi off-bid hari ini bukan tentang mogok kerja biasa. Bagi para driver seperti Suherman, ini adalah panggilan nurani bahwa di tengah derasnya arus digitalisasi, manusia tidak boleh kehilangan hak dasarnya. Mereka ingin didengar, dihargai, dan diperlakukan adil. (*/Sahrul).
