Nelayan Lebak Unjuk Rasa, Tuding Ada Pungli 5% di Tempat Pelelangan Ikan

Lazisku

LEBAK – Ratusan nelayan Binuangeun, Kabupaten Lebak, yang tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Mandiri dan Nelayan (FKMMN) menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Bupati Lebak, Selasa siang (11/7/2017).

Aksi ini terkait tudingan adanya pungutan liar sebesar 5% oleh Koperasi Mina Sejahtera yang bekerjasama dengan UPT Dinas Kelautan dan Perikanan di Binuangeun. Pungli 5% tersebut di luar retribusi sebesar 3% yang dipungut KKP yang selama ini diatur oleh Perda.

Kondisi ini dianggap sangat memberatkan bagi masyarakat nelayan, sehingga hal tersebut menuai penolakan keras bagi seluruh masyarakat nelayan, khususnya di Binuangeun.

Ks

Hingga akhirnya seluruh masyarakat nelayan pun melakukan aksi unjuk rasa di depan halaman Kantor Bupati Lebak untuk meminta pertanggungjawaban terhadap Bupati agar pungutan tersebut segera dihapuskan.

Adanya pungutan 5% yang dibebankan kepada masyarakat nelayan oleh Koperasi Mina Sejahtera yang bekerjasama dengan pengelola Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) di Desa Muara Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, diduga tidak beralasan dan sangat memberatkan warga nelayan.

dprd pdg

“Kami meminta agar Bupati Lebak segera menghapuskan pungutan 5% yang saat ini dikelola oleh Koperasi sebagai kepanjangan tangan dari Dinas,” kata Aga Permana, selaku Koordinator Aksi, Selasa (11/7/2017).

Masyarakat nelayan juga meminta Bupati Lebak agar mencopot Ahmad Hadi dari jabatannya sebagai Kepala UPTD DKP di Tempat Pelelangan Ikan Binuangeun, karena dituding terlibat dalam praktik pungli tersebut.

“Kami hanya meminta keadilan ditegakkan, oknum yang melakukan Pungli tersebut dapat segera diproses sesuai dengan Undang-undang yang berlaku, kami nyatakan sekali lagi mohon agar Bupati segera hapuskan pungli sebesar 5% oleh oknum Koperasi yang bekerjasama dengan UPTD Hadi Cs,” tegas Aga.

Pungutan 5% ini dikatakan nelayan telah berlangsung lama sekitar 6,5 tahun dan jika ditotal mencapai miliaran rupiah.

“Setiap hari kami menggadaikan kehidupan dan nyawa kami, lalu kami diperas, kami dipaksa untuk membayar 5% yang jelas-jelas tidak ada dasar hukumnya, selama 6,5 tahun proses malak memalak, peras memeras, pungutan liar, itu kerap terjadi, dan jika dihitung maka kerugian nelayan dalam kurun waktu 6,5 tahun diperkirakan miliaran rupiah,” jelasnya. (*)

Dprs banten
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien