Aktor Karhutla Masih Sama dengan Pengemplang BLBI

Oleh Fuad Bawazier

Menghadapi Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla), presiden diiringi para petinggi negeri turun ke area kebakaran. Presiden Jokowi seperti biasanya, foto-foto di lokasi dan disebar ke media.

Sayangnya maaf, rakyat tidak terkesan Pak Jokowi. Rakyat bosan dengan publikasi yang model beginian. Toh kebakaran seperti ini terus berlangsung. Negara juga harus mengeluarkan uang banyak untuk mengatasinya. Rakyat yang menderita dan menjadi korban. Kami baru akan terkesan bila kedatangan presiden mampu mengakhiri kebakaran. Bukan sekadar selfie Ria.

Luar negeri diam-diam maupun terang-terangan mengeluh dan memaki pemerintah Indonesia. Mereka yakin bahwa kebakaran itu adalah ulah pemilik lahan . Diduga pemilik lahan dari kalangan pengusaha atau kerja sama “Peng-Peng”. Bahkan kabarnya ada pemiliknya sebagian besar dari Malaysia dan Singapore. Singkatnya, pemerintah kurang berdaya menghadapi para “Peng-Peng” ini.

Dengan kejadian ini, luar negeri semakin mendapatkan landasan atau alasan kuat untuk mengembargo minyak goreng kelapa sawit. Karena itu tampaknya luar negeri akan meningkatkan tekanannya pada produk sawit dari Indonesia.

Saya sendiri sebenarnya sedang mencari alternatif minyak goreng selain sawit. Upaya ini sebagai antisipasi kalau minyak goreng sawit tidak laku di dalam maupun di luar negeri. Mau tidak mau pemerintah dan pengusaha sawit akan lebih maksimal menggunakannya. Sebagai  alternatif lain untuk sawit, khususnya Bahan Bakar Minyak (BBM).

Triliunan dana yang terkumpul dari sawit, diharapkan bisa lebih transparan penggunaannya. Dengan begitu, semoga bisa bermanfaat bagi Indonesia. Dana puluhan triliun dari sawit juga bisa digunakan  untuk ongkos pemadaman kebakaran hutan dan lahan sekarang ini terjadi.

Jangan pakai dana dari APBN atau APBD yang lagi cekak untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan. APBN dan APBD itu uangnya rakyat. Dan sebagiannya dari utang pula. Tidak semua rakyat terlibat dalam pembakaran lahan dan hutan. Masa rakyat yang menjadi korban dan menderita, malah yang harus bayar ongkos pemadamannya. Jadi harus dari dana sawit puluhan triliun yang terkumpul.

Kepolisian mengumumkan ratusan orang sudah ditetapkan sebagai tersangka pembakaran hutan dan lahan. Maaf, kami juga tidak terkesan meskipun ribuan yang dijadikan tersangka. Selama kebakaran dari tahun ke tahun seperti sekarang masih terus terjadi.

Pengumuman penetapan ratusan tersangkan oleh polisi itu hanyalah “ritual tahunan setiap ada kebakaran hutan dan lahan”. Publik juga tahu bahwa yang ditangkap kebanyakan orang suruhan atau orang bayaran. Ingat bahwa satu tertangkap, ribuan yang siap menggantikan. Maklum, sekarang sedang banyak-banyak pengangguran.

Kejaksaan Agung juga mengumumkan sekian ratus tersangkan pembakaran hutan dan lahan. Mereka  akan segera diajukan ke pengadilan. Maaf, rakyat juga tidak terkesan. Karena kebakaran tetap berlangsung dari tahun ke tahun.

Petinggi lain minta rakyat bersabar dengan musibah yang datang dari Allah SWT. Maaf, rakyat bukan saja tidak terkesan, tetapi malah sinis. Rakyat percaya bahwa di balik semua kebakaran hutan dan lahan ini kepentingan bisnis “Peng-Peng”.

BI Banten

Pak Presiden, modus yang digunakan oleh pemilik lahan perkebunan ini sebenarnya serupa dan sebangun dengan praktik menggerogoti dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Waktu dan tempatnya saja yang berbeda. Orangnya, kemungkinan tidak berbeda jauh dengan pelaku BLBI

Mereka, para “Peng-Peng” pelaku BLBI, membakar industri perbankan. Mereka juga memperoleh keuntungan besar dari uang BLBI. Pemerintah memadamkan Krisis Moneter (Krismon) dengan menggunakan dana APBN. Pelakunya ketawa-ketiwi karena tidak terjamah oleh hukum.

Mereka yang dihukum dari kejahatan BLBI hanya kroco-kroco sebagai simbol dan tumbal kecil saja. Tidak berbeda banyak dengan kejadian Karhutla sekarang. Jangan-jangan aktor intelektualnya, paling tidak sebagiannya masih sama dengan pelaku BLBI. Masih yang itu-itu juga.

Hukum lumpuh dan takut menghadapi mereka yang berkekuatan finansial kuat. Mereka itu pelan-pelan berubah menjadi kekuatan politik di belakang layar. Konon mereka sekarang menjadi “sangat sakti” karena telah “banyak berjasa”.  Entah jasa mereka itu apa? dan kepada siapa?

Bapak Presiden Jokowi, penderitaan rakyat dari para bayi, dan anak sekolah. Bukan sampai disitu saja, sebab penderitaan itu sampai para orang tua.  Selain itu, hewan serta lingkungan juga banyak binasa. Kerusakan itu sudah banyak dibahas dari kebakaran hutan dan lahan yang dahsyat ini.

Media juga mengungkapkan bahwa pemerintah dan rakyat seakan tidak berdaya dan hanya bisa pasrah. Penguasanya tidak mampu bekerja, tetapi ingin tetap menjabat di pemerintahan. Tidak ada budaya malu karena gagal. Apalagi budaya mengundurkan diri.

Sejak lama, sekurangnya sejak awal Bapak Jokowi menjabat presiden, saya sudah mengusulkan agar dibikin aturan bahwa semua hutan, lahan, ladang yang terbakar otomatis disita menjadi milik negara. Kalau regulasi ini yang diterapkan, maka insya Allah tidak akan ada kebakaran atau pembakaran lagi. Tidak akan ada lagi pemilik lahan yang menyuruh orang upahan untuk membakar hutan dan lahan. Para  pemiliknya akan menjaganya baik-baik. Takut kalau terbakar nanti, bisa disita oleh negara.

Aturan ini, bisa saja berbentuk Perpu ataupun Peraturan Pemerintah (PP). Pemerintah juga tidak perlu was-was atau membuang uang untuk pemadaman kebakaran hutan dan lahan karena ulah manusia. Namun saya sarankan, sejak awal aturan atau kebijakan yang tegas. Saya sendiri sudah menduga bahwa pemerintah tidak akan berani menjalankannya karena takut atau ewuh pakewuh dengan para Peng-Peng pemilik lahan.

Padahal bila yang kebijakan tegas itu diberlakukan, maka dipastikan akan didukung penuh oleh rakyat. Biaya yang dikeluarkan pemerintah juga dipastikan sangat murah. Namun ceritanya menjadi lain bila kedaulatan pasar sudah diatas kedaulatan negara.

Kini sudah waktunya negara membuat sikap yang keras dan tegas. Negara harus menetapkan semua lahan yang terbakar kembali menjadi milik negara. Semoga kali ini presiden bernyali menghadapi Peng-Peng. Amin amin amin

Penulis adalah Pengamat Ekonomi dan Mantan Menteri Keuangan. 

(*/FNN)

KS Anti Korupsi
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien