Pendukung Gerakan 212 Pilih Siapa di Pilpres 2024? Ini Hasil Survei SMRC
JAKARTA – Sebanyak 42 persen pendukung gerakan 212 memilih Anies Baswedan, 35 persen mendukung Prabowo Subianto, hanya 18 persen memilih Ganjar Pranowo, dan masih ada 4 persen tidak menjawab.
Demikian temuan survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada 31 Juli-11 Agustus 2023 yang disampaikan pendiri SMRC, Prof. Saiful Mujani, dalam program ‘Bedah Politik bersama Saiful Mujani’ episode “Kelompok 212 dan Pilpres 2024” yang disiarkan melalui kanal YouTube SMRC TV pada Kamis, 21 September 2023.
Saiful menjelaskan bahwa gerakan 212 terjadi pada 2 Desember 2016. Saat itu terjadi demonstrasi besar, ramai, dan berjalan dengan cukup baik atau damai. Menurut Saiful, hal itu mengindikasikan sesuatu yang penting untuk kebebasan dan demokrasi di Indonesia.
Tuntutan utama dari demonstrasi itu adalah agar Basuki Thahaja Purnama atau Ahok dipenjara. Menurut Saiful, gerakan 212 tersebut cukup sukses. Lepas dari kontroversi proses hukumnya, yang pasti Ahok masuk penjara 2 tahun.
Namun sukses ini kemudian merembet ke gerakan politik berikutnya. Gerakan ini terlibat atau engage dalam Pemilu 2019. Para pendukung atau setidak-tidaknya elit gerakan 212 pada waktu itu mendukung Prabowo. Sekarang kecenderungannya belum ada keputusan definitif gerakan 212 ini akan mendukung siapa.
Namun, menurut Saiful, pertama-tama perlu diketahui seberapa besar publik yang memiliki sikap dan pandangan yang positif terhadap gerakan 212. Sikap dan dukungan itu ditunjukkan dengan setidak-tidaknya dengan persetujuan pada apa yang dilakukan oleh gerakan 212.
Walaupun tidak ikut turun ke jalan, tidak menyumbang dalam bentuk uang, atau ikut menyebarkan pengumuman tentang aksi 212, tapi minimal secara psikologis, mereka menyatakan setuju gerakan 212. Seberapa banyak masyarakat yang mendukung gerakan 212? Dari yang mendukung, juga perlu diketahui seberapa banyak yang terlibat langsung dalam gerakan tersebut? Kemudian yang mengaku mendukung gerakan 212, preferensi politik untuk pemilihan presiden mereka ke mana?
Dukungan Publik pada Gerakan 212
Pada survei SMRC, 31 Juli-11 Agustus 2023, terdapat 44 persen publik yang tahu atau pernah mendengar gerakan atau aksi bela Islam 212 dan yang tidak tahu 56 persen.
“Gerakan ini cukup populer, dalam pengertian banyak orang yang tahu,” jelas Saiful dalam keterangannya.
Dari 44 persen yang tahu, sebanyak 38 persen yang setuju atau mendukung gerakan atau aksi 212 tersebut. Yang tidak setuju atau tidak mendukung 52 persen dan tidak jawab 10 persen. Sementara dari yang tahu, sebanyak 4 persen yang menyatakan pernah datang atau ikut serta dalam aksi 212 tersebut, 92 persen tidak ikut, dan 3 persen tidak menjawab.
Saiful menyatakan bahwa publik yang mendukung gerakan ini cukup banyak, sekitar 16 sampai 17 persen populasi atau sekitar 30 – 35an juta orang. Karena itu, menurut Saiful, kalau ada klaim bahwa gerakan ini besar dan mewakili jumlah masyarakat yang besar, hal itu beralasan.
Sementara yang mengaku ikut langsung gerakan ini hanya 4 persen dari yang tahu. Hal itu, menurut Saiful, adalah wajar. Orang yang mau mengambil resiko turun ke jalan memang biasanya tidak banyak. Namun angka 4 persen dari 44 persen populasi ini juga sudah sangat besar, sekitar 2 jutaan orang.
“Itu kekuatan yang, menurut saya, besar. Dan saya kira belum ada demo yang sebesar itu, kecuali demonstrasi untuk menjatuhkan Soeharto dan itu pun berbahaya demonya ketika itu. Sementara demo 212 relatif tertib. Kalau ada klaim demo 212 itu diikuti dua jutaan orang, itu masuk akal.” jelas Saiful.
Pilihan Presiden Pendukung 212
Mereka yang mendukung gerakan 212 tersebut preferensi calon presidennya siapa? Dari yang tahu gerakan 212, 26 persen memilih Anies, 35 persen Ganjar, 32 persen Prabowo, dan tidak jawab 7 persen. Sementara yang tidak tahu gerakan tersebut, 16 persen memilih Anies, 36 persen Ganjar, 35 persen Prabowo, dan tidak jawab 13 persen. Saiful menjelaskan bahwa dalam hal tahu atau tidak tahu gerakan 212, variabel ini tidak punya efek pada pilihan presiden.
“Faktor tahu terhadap gerakan 212 tidak berpengaruh pada pilihan presiden,” kata Saiful.
Sementara dari yang setuju atau mendukung gerakan 212, 42 persen mendukung Anies, 35 persen mendukung Prabowo, hanya 18 persen memilih Ganjar, dan masih ada 4 persen tidak menjawab. Sebaliknya, dari yang tidak mendukung gerakan tersebut, 51 persen mendukung Ganjar, 30 persen Prabowo, hanya 14 persen Anies, dan masih ada 5 persen yang tidak jawab.
Pola yang serupa terjadi pada yang pernah ikut gerakan 212, 43 persen mendukung Anies, 35 persen Prabowo, hanya 16 persen memilih Ganjar, dan masih ada 6 persen yang tidak jawab. Sedangkan dari yang tahu tapi tidak pernah ikut gerakan tersebut, 37 persen memilih Ganjar, 32 persen Prabowo, 25 persen Anies, dan masih ada 6 persen yang belum menjawab.
Saiful menjelaskan bahwa Anies belum pernah mendapat dukungan sebesar 42 persen publik secara nasional dalam pelbagai survei. Namun di kalangan pendukung aksi 212, dia bisa mendapatkan angka dukungan sebesar itu. Data ini menunjukkan bahwa dukungan massa 212 yang setuju dengan gerakan tersebut lebih kuat pada Anies dibanding Prabowo. Sementara dukungan pada Ganjar dari komunitas ini relatif sangat lemah dibanding pada Anies dan Prabowo.
“Gerakan 212 tersebut memiliki efek signifikan pada pilihan presiden. Jadi umumnya pendukung gerakan 212 itu, kalau tidak ke Anies, ya ke Prabowo,” simpulnya.
Saiful melanjutkan bahwa data dari pelbagai survei menunjukkan Prabowo dan Ganjar paling potensial lolos ke putaran kedua. Jika calon presiden hanya ada dua, Prabowo berhadapan dengan Ganjar, umumnya pendukung gerakan 212 memilih Prabowo. Dari yang setuju atau mendukung gerakan 212, 59 persen memilih Prabowo, 29 persen Ganjar, dan masih ada 11 persen yang tidak jawab. Sebaliknya, yang tidak mendukung gerakan 212, hanya 38 persen yang memilih Prabowo, 54 persen memilih Ganjar, dan 8 persen tidak jawab.
Sementara dari yang mengaku pernah ikut gerakan atau aksi 212, 57 persen memilih Prabowo, hanya 20 persen memilih Ganjar, dan 23 persen tidak jawab. Sedangkan yang mengaku tahu tapi tidak pernah ikut aksi tersebut, 47 persen memilih Prabowo, 43 persen Ganjar, dan masih ada 10 persen yang tidak menjawab.
Data ini, menurut Saiful, cukup konsisten. Walaupun elit 212 belum mengambil keputusan resmi, tapi massa pendukungnya di tingkat bawah sudah memiliki preferensi politik.
“Walaupun keputusan resmi dari elit 212 belum keluar, namun massa pendukung 212 di tingkat bawah cenderung memilih Anies dan Prabowo. Jika Anies tidak masuk ke putaran kedua, dan yang masuk adalah Ganjar melawan Prabowo, mayoritas pendukung 212 akan memilih Prabowo. Sebaliknya, yang tidak mendukung gerakan 212 cenderung akan mendukung Ganjar Pranowo,” pungkasnya.
Saiful menambahkan bahwa data ini valid dan sesuai perkiraan banyak orang. Gerakan 212 dibangun untuk menjatuhkan Ahok dengan efek ingin mengalahkan Jokowi dalam Pilpres 2019 dengan mendukung Prabowo. Sementara sekarang, yang cenderung dekat dengan Jokowi adalah Ganjar Pranowo. Walaupun Prabowo ada di kebinet pemerintahan sekarang dan menjadi anak buah Jokowi, namun, menurut Saiful, pemilihnya lebih mencerminkan oposisi terhadap pemerintah.
Saiful menyebut bahwa massa pendukung 212 adalah modal dasar pemilih Prabowo yang tidak akan ditinggalkan.
“Namun dia (Prabowo) juga tidak akan eksplisit menunjukkan kedekatannya dengan massa gerakan 212 tersebut karena berharap tambahan dukungan dari pemilih atau pendukung Jokowi,” jelasnya.
Metodologi Survei
Populasi survei adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan. Sampel basis 3710 responden dipilih secara random (stratified multistage random sampling) dari populasi tersebut dengan jumlah yang proporsional. Oversample dilakukan di provinsi-provinsi kecil minimal menjadi 100 responden, sehingga total sampel secara nasional menjadi 5000 responden.
Response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebesar 4260 atau 85%. Sebanyak 4260 responden ini yang dianalisis. Margin of error survei dengan jumlah sampel tersebut secara nasional diperkirakan +/- 1.65% pada tingkat kepercayaan 95%, asumsi stratified random sampling.
Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Waktu wawancara lapangan 31 Juli – 11 Agustus 2023. Pembobotan data dilakukan sehingga sampel yang dianalisis terdistribusi secara proporsional menurut provinsi dan variabel-variabel demografi lainnya. (*/Faqih)