Ciri-ciri Orang yang Bertaqwa
Oleh : Taufik Hidayatullah, Kontributor Tanwir.id
Ketaqwaan seorang hamba bisa diukur dari seberapa besar seorang hamba tersebut memiliki ciri-ciri sebagai orang yang bertaqwa.
Sementara ciri-ciri orang yang bertaqwa tersebut terverifikasi dari beberapa hal. Sebagaimana dijelaskan oleh Ustadz Anies Husni Firdaus dalam kajian yang bertempat di Masjid Agung Ciamis.
Sebut saja, seperti beriman terhadap yang ghaib, melaksanakan sholat, beriman kepada kitab Allah SWT dalam hal ini kitab suci Al-Qur’an dan kitab-kitab agama samawi sebelum Al-Qur’an seperti Kitab suci Injil yang dibawa Nabiyallah Isa, kitab suci Zabur yang dibawa oleh Nabiyallah Daud serta Taurat yang dibawa Nabiyallah Musa.
Menariknya pungkas Ustadz Anies Husni Firdaus Kitab suci umat Islam dalam hal ini Al-Qur’an tidak memiliki versi.
Jadi, tidak ada kitab suci Al-Qur’an versi Muhammadiyah ataupun versi Nahdlatul Ulama.
Bahkan keotentikan Kitab suci Al-Qur’an justru dijamin oleh Allah SWT sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an dalam salah satu firmannya dalam Surah Al-Hijr ayat 9:
اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَاِنَّا لَهُ لَحفِظُوْنَ
‘’Sesungguhnya kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan pasti kami pula yang memeliharanya’’
Tak sampai disitu ciri lain orang yang termasuk bertaqwa ialah tidak memiliki keraguan sedikitpun akan adanya kehidupan setelah kematian yaitu akhirat.
Bahkan orang yang bertaqwa cenderung lebih mementingkan akherat ketimbang dunia.
Berbeda dengan orang kafir yang mana lisanya tertutup serta mata dan hatinya tertutup pungkas Ustadz Anies Husni Firdaus yang merupakan Dosen Universitas Islam Darussalam Ciamis Jawa Barat.
Namun sebagai ummat Islam kita perlu juga untuk menghindari sifat kekufuran. Kekufuran akan tidak percaya adanya Allah SWT, kufur Nikmat yang diberikan Allah SWT serta kufur Bara’ah yaitu sifat kufur yang tidak mau atau enggan untuk melepaskan diri dari kemaksiatan.
Memang kita sama tahu bahwasanya jihad terbesar kita sebagai manusia ialah jihad melawan hawa nafsu yang justru ada dalam diri kita sendiri.
أَشَدُّ الْجِهَادِ جِهَادُ الْهَوَى وَمَا أَكْرَمُ المَرْءُ اِلاَّ التُّقَى
‘’Jihad terbesar seseoarang ialah melawan hawa nafsunya dan kemuliaan seseorang terletak pada ketaqwaanya’’.
Dari sini kita bisa pahami bahwasanya makna kontekstualisasi Jihad bukan hanya angkat senjata saja itupun keadaan membela diri bukan menyerang.
Jadi, melawan kebodohan, hawa nafsu itupun termasuk jihad. Wallahu’alam. ***
