FAKTA BANTEN – Sehari sebelum kampanye terbuka pasangan calon 02 Prabowo-Sandi di GBK yang fenomenal Ahad (7/4/19) pagi tadi, beredar surat SBY yang berkeberatan dengan format kampanye yang tidak inklusif.
SBY mengatakan bahwa format tersebut tidak sesuai dengan platform Partai Demokrat sebagai partai nasionalis-relijius. SBY berkeberatan dengan politik identitas yang bisa membahayakan persatuan dan kebhinnekaan Republik ini.
Keberatan SBY ini tidak mengejutkan dan bisa dipahami. Namun saya perlu memberi catatan. Politik identitas adalah respons atas gelombang islamophobia yang menjadi bagian dari kampanye AS global war on terror yang, dalam praktik, diartikan sebagai war on muslims. Adalah politik identitas juga yang kebawa Donald Trump ke Gedung Putih dengan slogan Putting America First. Kebijakan anti-imigran Trump juga telah menimbulkan gelombang white supremacy yang mengilhami teror di Kota Christchurch, Selandia Baru beberapa waktu lalu.
Kekeliruan Barat adalah menyamakan Islam dengan agama-agama lain seperti Kristen, apalagi Yahudi yang sangat tribalistik. Islam sejak awal adalah agama metropolis. Madinah adalah kota majemuk paling maju di zamannya 1400 tahun lalu dengan konsitusi yang mengilhami Preambule UUD45.
Islam tidak pernah mengistimewakan Arab, bahkan Muhammad Rasulullah adalah musta’ribah (yang diarabkan, keturunan Ibrahim melalui Ismail dari Mesopotamia yang mengawini perempuan Arab asli dari suku jurhum), bukan Arab asli. Bahkan Rasulullah pernah menubuatkan satu bangsa yang tidak pernah hidup mengenalnya, namun mencintainya lebih dari bangsa lain.
Islam jauh dari tribalisme. Memeluk Islam bukan sikap primordial, tapi sebuah pilihan cerdas secerdas orang Jawa, Sunda, Bugis, Papua, dan Aceh memilih menjadi bangsa Indonesia. Menjadi muslim seperti menjadi bangsa Indonesia adalah keputusan kreatif, bukan keputusan SARA.
Oleh karena itu memperjuangkan Islam di Indonesia tidak akan pernah melemahkan Pancasila, tapi malah menguatkannya. Saham umat Islam pada NKRI adalah saham terbesar. Orang cuma harus belajar tentang Islam dan tidak mudah ditakut-takuti dengan stigmatisasi islamophobic.
Dari Bandung saya menyerukan agar Prabowo-Sandi terus memperjuangkan cita-cita membangun Indonesia Adil Makmur untuk semua. Sebagai Muslim saya tahu bahwa untuk mencapai visi Indonesia Adil Makmur tidak mungkin dilakukan dengan memusuhi Islam. (*/Red)
Kolom Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS Surabaya
Sumber: pwmu.co