Transparansi dan Efisiensi Distribusi Minyakita Perlu Ditingkatkan
Oleh : M Agung Laksono, Eks Demisioner Pengurus Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)
Pernyataan Menteri Perdagangan Budi Santoso mengenai kenaikan harga Minyakita di pasaran menunjukkan bahwa masalah utama terletak pada rantai distribusi yang tidak efisien dan cenderung tidak transparan.
Salah satu faktor utama adalah adanya distributor yang menetapkan aturan minimal pembelian dalam jumlah besar, sehingga pengecer kecil kesulitan mendapatkan barang langsung dari distributor utama.
Akibatnya, rantai distribusi semakin panjang hingga mencapai D4 sebelum akhirnya sampai ke pengecer, yang tentu saja berdampak pada kenaikan harga di tingkat konsumen.
Namun, persoalan yang lebih mendasar adalah ketidaktransparanan dalam alokasi distribusi oleh produsen Minyakita.
Pemerintah telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp 15.700/liter, dengan struktur harga yang jelas dari produsen ke D1, D2, hingga pengecer.
Tetapi tanpa adanya transparansi dalam penentuan siapa saja yang mendapatkan alokasi sebagai Distributor 1 (D1) dan berapa jumlah pasokan yang mereka terima, maka celah untuk permainan harga tetap terbuka lebar.
Selain itu, distribusi yang tidak efisien juga berkontribusi pada kenaikan harga. Banyak pabrik Minyakita yang berlokasi di Cilegon atau Serang, tetapi D1 justru berada di kota-kota lain seperti Bekasi, Bogor, atau Bandung.
Ini menciptakan jalur distribusi yang tidak masuk akal secara logistik. Alih-alih mengalir langsung ke wilayah sekitar pabrik, minyak harus melalui perjalanan yang lebih jauh, menyebabkan biaya logistik membengkak.
Pada akhirnya, beban biaya ini akan ditanggung oleh pengecer dan konsumen.
Pemerintah seharusnya memperbaiki sistem distribusi dengan memastikan alokasi D1 dilakukan secara transparan dan sesuai dengan prinsip efisiensi.
Beberapa langkah konkret yang dapat diambil antara lain:
• Publikasi Daftar Distributor Utama (D1)
Pemerintah atau Kementerian Perdagangan harus mengumumkan siapa saja D1 yang mendapat alokasi langsung dari produsen serta berapa volume yang mereka terima.
Ini akan membantu mengawasi apakah distribusi benar-benar sesuai dengan kebutuhan pasar.
• Optimalisasi Distribusi Berbasis Lokasi
Alokasi D1 seharusnya mempertimbangkan kedekatan geografis dengan pabrik. Jika pabrik Minyakita berada di Cilegon atau Serang, seharusnya ada D1 yang beroperasi di wilayah tersebut untuk mengurangi biaya logistik yang tidak perlu.
• Pengawasan Ketat terhadap Distributor Nakal
Distributor yang menerapkan aturan minimal order dalam jumlah besar harus diawasi dan diberi sanksi tegas. Pemerintah perlu memastikan bahwa barang subsidi ini dapat diakses oleh semua pengecer, termasuk yang berskala kecil.
• Penerapan Sistem Digital dalam Distribusi
Dengan sistem distribusi yang lebih transparan, misalnya melalui aplikasi berbasis data, pemerintah bisa lebih mudah melacak pasokan dan harga di berbagai tingkatan distributor.
Masalah harga Minyakita yang terus meningkat bukan sekadar soal suplai, melainkan lebih kepada distribusi yang tidak efektif dan tidak transparan.
Tanpa perbaikan sistem ini, harga di pasaran akan tetap sulit dikendalikan, meskipun kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) sudah diberlakukan.
Pemerintah harus segera mengambil langkah nyata agar harga Minyakita tetap terjangkau bagi masyarakat, terutama menjelang bulan Ramadan yang permintaannya semakin tinggi. ***