Miris, 3 Bulan Pasca Bencana Ratusan Warga Labuan Masih Tinggal di Pengungsian

KPU Cilegon Coblos

PANDEGLANG – Ratusan warga terdampak tsunami, hingga hari ini masih tinggal di pengungsian Majelis Taklim Al-Ikhlas, yang berlokasi di Kampung Karabohong, Desa Labuan, Pandeglang, Banten.

Mereka, terpaksa tinggal di pengungsian lantaran Hunian Sementara (Huntara) masih belum rampung secara keseluruhan.

Hampir tiga bulan sudah berlalu kejadian gelombang tinggi tsunami yang menghantam dan memporak porandakan rumah di Desa Teluk hingga membuat ratusan warga mengungsi karena kediamannya hancur dan ketakutan akan gelombang susulan. Setelah masa tanggap darurat dicabut sebagian warga mulai kembali ke rumah masing-masing, namun bagi warga yang rumahnya hancur mereka tetap bertahan di pengungsian.

Dikatakan Omah Akromah, pengurus Majelis ta’lim Al-Ikhlas, untuk sementara warga yang benar-benar tidak memiliki rumah sejak 10 Januari 2019 dikumpulkan di Majelis Taklim Al-Ikhlas sambil menunggu Huntara selesai untuk ditempati.

“Huntara di Citanggo, di Buper tanah PGRI, Desa Caringin, belum jadi, katanya akhir maret, pokoknya sebelum Pemilu sudah selesai sudah pindah, rencana 248 unit, tapi yang diprioritas sih 100 unit dulu untuk para pengungsi ini, sudah selesai katanya baru 60 unit, kita bingung disana hanya 6 bulan, trus nanti kita mau dimana tetapnya,” kata Omah Akromah, pengurus Majelis ta’lim Al-Ikhlas.

Beruntung kata Omah, selama para pengungsi tinggal di pengungsian banyak relawan dan donatur yang terus memberikan logistik untuk kebutuhan perut sehari-hari.

“Kalo makan dari dapur umum, kalo bahan-bahan dari sini, hasil dari donasi, nanti kalau mau dimasak diambil atau diantarkan ke dapur umum bahannya, kalau dari pemerintah gak ada lagi bantuan sejak tanggap darurat dicabut. Logistik yang dateng ke sini dari relawan semua, dari majlis dari para donatur,” ucapnya.

“Bantuan dari pemerintah statusnya dicabut pas 9 Januari 2019 itu, sudah tidak ada bantuan lagi dari pemerintah, semua bantuan dari relawan,” imbuhnya.

Selain itu, salah satu warga di pengungsian, Suradi membenarkan, bahwa semua kebutuhan logistik sudah sangat cukup dan banyak, namun, walaupun kebutuhan logistik sudah terpenuhi, dirinya masih terkendala hal lain yang harus dicukupi seperti biaya hidup, ongkos dan jajan untuk anak-anak sekolah.

Selain anak sekolah kata Suradi, banyak juga anak kecil yang setiap harinya selalu meminta jajan, hal itu menjadi suatu keluhan berat bagi para orang tuanya.

“Yang dikeluhkan itu minta jajan untuk sekolah, seperti buat ongkos, kalo ada dikasih, kalo gak ada kami musyawarah, kalo logistik kita cukup, tapi kalo materi kita kewalahan, kan sekolahnya beda-beda, kadang kita jual lagi sembako buat biaya anak sekolah, jadi sembako itu kita uangkan lagi, ya mau gimana lagi kalo bukan kaya gitu,” terangnya.

Ia berharap, pemerintah juga segera membuatkan hunian tetap bagi para pengungsi ini, guna masyarakat segera bergegas memperbaiki kehidupannya seperti sebelum terjadinya tsunami.

Namun, saat ini, Ia belum mendapatkan kabar baik soal hunian tetap bahkan huntara pun saat ini masih belum bisa ditempati.

“Huntapnya belum jelas, kita juga masih bingung kalo mau nanya, status Huntara hanya 6 bulan, tapi nanti setelah itu kita tinggal dimana, kalo dikasih huntap kita siap dimana aja, rumah yang dulu mah mau diapakan juga sama pemerintah gak apa-apa, sebelumnya dulu kan pernah dulu disuruh pindah tapi masyarakat menolak dan mempertahankan, tapi kalo sekarang mah gak apa-apa lah, lagi pula trauma tinggal di pinggir pantai, dan status tanahnya juga milik pemerintah, katanya ada rencana mau dibangun dulu mah, jadi sok aja dibangun, asal kami punya hunian tetap lagi,” imbuhnya.

Diketahui, saat ini ada sebanyak 376 jiwa yang tinggal di pengungsian dengan jumlah laki-laki sebanyak 195 dan perempuan 181.

Dengan jumlah pelajar 86 berstatus Sekolah Dasar, 45 pelajar di SMP dan SMA. (*/Dave)

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien