DPD Al-Khairiyah Desak Pemkot Cilegon Implementasikan Perda Diniyah
CILEGON – Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Al-Khairiyah Cilegon mendesak Peraturan Daerah (Perda) Kota Cilegon 1/2018 tentang Wajib Belajar Madrasah Diniyah Awaliyah direvisi. Pasalnya, implementasi Perda Kota Cilegon 1/2018 tentang Wajib Belajar Madrasah Diniyah Awaliyah dinilai belum efektif.
Dalam Perda tersebut salah satunya mengatur terkait persyaratan masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri untuk melampirkan ijazah atau Syahadah Diniyah bagi yang beragam Islam. Saat ini, masih banyak sekolah yang membolehkan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tanpa melampirkan Syahadah Diniyah.
Implementasi Perda Diniyah yang belum maksimal, terkuak dalam audiensi yang dilakukan oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Al-Khairiyah Cilegon dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon.
Audiensi dilaksanakan di Ruang Rapat Walikota Cilegon, Rabu (16/10). Rombongan DPD Al-Khairiyah Cilegon yang dipimpin Sayuti Zakaria diterima oleh Asisten Daerah (Asda) I Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon Taufiqurrahman didampingi Staf Ahli Walikota Cilegon Erwin Harahap dan Syafrudin Pakpahan.
Asda I Pemkot Cilegon Taufiqurrahman mengatakan, terkait perhatian terhadap honor guru madrasah telah diperhatikan oleh Pemkot Cilegon. Honor guru madrasah di Kota Cilegon pada 2020 Rp 450 ribu per bulan.
“Dibanding daerah lain itu kita termasuk tinggi,” akunya.
Taufiq menambahkan, adanya usulan Perwal yang perlu dicabut akan segera ditindaklanjuti oleh Bagian Hukum Setda Kota Cilegon. Agar, setelah dicabutnya Perwal 25 tahun 2014 tentang Perubahan Perwal 44 tahun 2011, Perda 1 tahun 2018 tentang Madrasah Diniyah bisa berjalan efektif.
“Saat ini memang banyak anak lulus SD mau masuk SMP tidak mencantumkan Syahadah Diniyah, tetapi tetap diberi catatan untuk menyelesaikan Sekolah Madrasah Diniyah ketika duduk di SMP,” terangnya.
Sementara itu, Ketua DPD Al-Khairiyah Cilegon Sayuti Zakaria mengatakan, kehadiran pihaknya ke Pemkot Cilegon untuk menyampaikan berbagai permasalahan yang saat ini dihadapi oleh Madrasah Diniyah Taklimiyah dan Awaliyah (MDTA) yang ada di Kota Cilegon. Sarana dan prasarana MDTA masih banyak yang kekurangan. Menurutnya saat ini, Perda yang ada belum efektif diterapkan.
“Tuntutan kami yaitu tentang Perda Diniyah, Perda nomor 1 tahun 2018 tentang Wajib Belajar Madrasah Diniyah Awaliyah dan Perwal nomor 44 tahun 2011 tentang Wajib Diniyah, kami menganggap Perwal dan Perda itu sudah cocok. Tapi, adanya Perwal 25 tahun 2014 tentang Perubahan Perwal 44 tahun 2011. Ada tiga pasal yaitu pasal 1, 6, dan 13a yang kami soroti,” kata Zakaria saat ditemui usai audiensi.
Ia menjelaskan, pada pasal 13a Perwal 25 tahun 2014 tentang Perubahan Perwal 44 tahun 2011, terkait kewajiban sekolah dasar atau ibtidaiyah yang kurikulumnya sudah mencakup madrasah diniyah sudah tidak perlu lagi sekolah Madrasah Diniyah. Sehingga membuat Perda Diniyah tidak efektif.
“Ini yang melemahkan Madrasah Diniyah. Oleh karenanya, tuntutan kami mencabut Perwal 25 tahun 2014. Kembalikan ke Perwal yang dulu saja, Perwal 44 tahun 2011 tidak sesuai dengan Perda yang saat ini ada Perda 1 tahun 2018 tentang Madrasah Diniyah, Perwal dan Perda tidak sinkron karena menurut Perda ketika siswa yang lulus SD untuk daftar ke SMP melampirkan Syahadah Diniyah,” kata Zakaria.
Ia menambahkan, terkait kesejahteraan guru madrasah pada tahun depan menjadi Rp 450 ribu dari tahun ini Rp 400 ribu. Meski tuntutannya untuk honor guru madrasah Rp 600 ribu.
“Kami berterima kasih sudah naik untuk kesejahteraan meski belum sesuai harapan, tapi kami apresiasi perhatian pemerintah ini,” tandasnya. (*/Red)