DKP Banten Kembangkan Perikanan Tangkap dan Budidaya Hasil Laut

SERANG – Visi Provinsi Banten pada era Gubernur Banten, Wahidin Halim dan Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy termuat dalam Peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Banten tahun 2017-2022, yaitu Banten Yang Maju, mandiri, Berdaya Saing, Sejahtera dan Berakhlakul Karimah. Untuk mewujudkan visi tersebut, ditetapkan misi Provinsi Banten sebagai berikut :

  1. Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance)
  2. Membangun dan meningkatkan kualitas infrastruktur;
  3. Meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan Pendidikan berkualitas;
  4. Meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan Kesehatan berkualitas;
  5. Meningkatkan kualitas pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.

Untuk mencapai misi kelima, meningkatkan kualitas pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, dilaksanakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten.

Salah satu kegiatan yang dilaksanakan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) melakukan pengembangan perikanan tangkap dan budidaya hasil dari perairan di Banten dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat Provinsi Banten.

Apalagi, potensi Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, mayoritas adalah daerah perairan. Bahkan menyebabkan potensi sektor kelautan dan perikanan sangatlah tinggi.

Berdasarkan data dari DKP Banten, dari wilayah administrasi di 8 Kabupaten atau Kota terdapat 6 pesisir pantai. Dengan luas wilayah 20.797,14 Kilometer (KM), daratan seluas 9.662,92 Kilometer (KM) presentasi 46 persen, luas perairan 11.486,22 KM dan presentasi 54 persen. Panjang garis pantai 896,62 KM dengan jumlah pulau sebanyak 81, dan pulau-pulau kecil terluar sebanyak 3 pulau yaitu, Pulau Deli, Karangpabayang, Gubakolak.

Kemudian dari 155 Kecamatan terdapat 37 Kecamatan yang memiliki pesisir pantai. Sedangkan dari 1.552 Desa atau Kelurahan sebanyak 8,57 persen dengan jumlah 133 Desa berada di pesisir pantai.

Dari 8 Kabupaten dan Kota di Provibsi Banten, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan tidak menghasilkan ikan tangkap. Hal ini disebabkan, dua daerah tersebut letak geografis jauh dari pesisir pantai. Tapi dua daerah ini (Kota Tangerang dan Kota Tangsel) terdapat dalam produksi budidaya perikanan.

Berikut data perikanan tangkap di 8 Kabupaten dan Kota di Banten, yaitu Kabupaten Pandeglang sebanyak 200.973,00 Ton, Lebak 9.441,00 Ton, Tangerang 20.313,00 Ton, Serang 7.461,00 Ton, Kota Tangerang tidak ada, Kota Cilegon 5.313,00 Ton, Kota Serang 5.132,00 Ton serta Kota Tangsel tidak ada.

Sedangkan produksi budidaya perikanan, Kabupaten Pandeglang 8.629,57 Ton, Lebak 1.891,54 Ton, Tangerang 10.010.33 Ton, Serang 39.183,52 Ton, Kota Tangerang 31.886 Ton, Kota Cilegon 9.587 Ton, Kota Serang 1.227,86 Ton dan Kota Tangsel 17.044,00 Ton.

Komuditas unggulan dari budidaya laut seperti RL Contonii, Bawal Bintang, Kerapu. Sedangkan budidaya air tawar, ikan mas, lele, nila. Untuk budidaya payau, udang vaname, udang windu, bandeng, serta RL Gracilaria,” jelasnya.

Dalam kelola hasil perikanan juga terdapat Rumah Tangga Perikanan (RTP), dengan jumlah 9.235 jumlah seluruh RTP di Banten dan terbagi menjadi dua. Perairan umun 559 RTP dan Perikanan Laut berjumlah 8.676 RTP.

Nilai investasi dari Hulu dan Hilir sektor Kelautan dan Perikanan sangatlah menjanjikan. Bahkan menurut catatan pada tahun sebelumnya di 2017-2019 Nilai Investasi Budidaya Ikan sebesar RP. 33.680.000.000,-, Nilai Investasi UPI Skala Besar dan Menengah Rp. 172.360.000.000,-, Nilai Investasi Penangkapan Ikan Rp. 81.865.000.000. Jika di total, masih kata Wahidin Halim, dari investasi sektor Kelautan dan perikanan bisa mencapai RP. 287.905.000.000,- Investasi ini, biasanya memakai olahan hasil perikanan Banten menjadi Bakso Ikan, Kaki Naga Udang, Sate Bandeng, Otak-otak, Abon Ikan, dan Olahan Rajungan.

Diketahui, menurut data 2020 dari DKP Banten, Produksi Perikanan Tangkap di setiap Kabupaten maupun Kota meraup nilai yang lumayan menguntungkan. Yaitu : Kabupaten Pandeglang Rp103.290.276.312,00, Kabupaten Lebak Rp129.821.095.500,00, Kabupaten Tengerang Rp12.469.910.000,00, Kabupaten Serang Rp590.583.000.200,00, Kota Cilegon Rp5.563.007.900,00, Kota Serang Rp195.572.681.723,00

Sedangkan untuk Produksi Perikanan Budidaya yaitu Kabupaten Pandeglang Rp56.349.000.800,00, Kabupaten Lebak Rp193.690.813.886,00 Kabupaten Tangerang Rp669.241.859.066,00, Kabupaten Serang Rp528.869.383.504,00, Kota Tangerang Rp68.560.989.607,00, RpKota Cilegon, Rp669.241.859.066,00, Kota Serang Rp193.690.813.886,00, Kota Tangsel Rp669.241.859.066,00.

Sementara untuk tingkat kesejahteraan masyyarakat, berdasarkan penelitian Hanif Wafi dan Yonvitner, Gatot Yulianto dari Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor yang mengadakan penelitian pada nelayan Selat Sunda tahun 2019 lalu, Tingkat kesejahteraan nelayan di Selat Sunda yang ditentukan berdasarkan 10 indikator kesejahteraan rakyat BPS 2015 didapatkan bahwa sebanyak 56,67 persen nelayan memiliki tingkat kesejahteraan yang tinggi dan 43,33 persen lainnya memiliki tingkat kesejahteraan sedang.

Kesejahteraan yang tinggi dan sedang dibedakan oleh tingkat pendapatan dan pendidikan kepala rumah tangga, serta fasilitas rumah tangga (Cahyadinata et al. 2019).

Menurut Lein (2018), biaya produksi, teknologi, harga jual, dan hasil perikanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga nelayan. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial menyatakan bahwa kesejahteraan sosial merupakan suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan sosial, material, maupun spiritual agar dapat hidup layak dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Nelayan yang memiliki tingkat kesejahteraan yang tinggi merupakan nelayan yang memiliki tingkat pendapatan dan pengeluaran tinggi.

Analisis tingkat kesejahteraan nelayan yang digunakan yaitu dengan menggunakan 10 indikator kesejahteraan rakyat menurut Badan Pusat Statistik (2015) yang dimodifikasi.

Indikator-indikator tingkat kesejahteraan nelayan adalah pendapatan rumah tangga (Rp/bulan); Konsumsi/Pengeluaran rumah tangga (Rp/bulan); Keadaan tempat tinggal; Fasilitas tempat tinggal; Kesehatan anggota rumah tangga; Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dari tenaga medis; Pendidikan keluarga; Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi; Rasa aman dari gangguan kejahatan; Akses sosial dan lain-lain. (*/ADV)