Proyek Pembangunan Wisata Gunung Pinang Diduga Tak Berizin, Begini Penjelasan Perhutani Banten

 

SERANG-Wisata Gunung Pinang sempat diprotes warga sekitar. Protes tersebut berupa dugaan wisata tersebut yang tak mengantongi izin dan mengedapankan aspek sosial.

Menanggapi ini, Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banten selaku pengelola menjelaskan, bahwa wisata alam yang terletak di 4 wilayah desa tersebut sedang tahap pembangunan.

Kepala Subseksi Hukum Kepatuhan dan Komunikasi Perusahaan pada Perum Perhutani KPH Banten, Adang Mulyana mengatakan, proyek pembangunan berupa sarana dan prasarana fasilitas wisata Gunung Pinang ini telah melalui proses penandatanganan kerja sama (PKS) dengan pihak ketiga.

“Gunung Pinang memang dijadikan wisata, asalnya juga wisata kewenangannya di Perhutani, pelaksanaanmya (pembangunan) 2 tahun, per 2 tahun ditandatangani 8 April 2025, berarti berakhir 7 April 2027,” ujarnya saat ditemui di kantornya, Senin (28/4/2025).

Pihak ketiga yang menggarap proyek pembangunan ini, kata Adang, ialah PT Tampomas Putraco. Perusahaan tersebut ditunjuk oleh Perhutani untuk membangun ulang kawasan wisata Gunung Pinang.

Adang menjelaskan, Perhutani diperbolehkan menunjuk pihak ketiga sebagai mitra pembangunan. Hal ini sudah sesuai peraturan yang berlaku.

“Sebagaimana peraturan Direksi Nomor 6 Tahun 2023, kita boleh mencari mitra untuk pengembangan wisata, mitra ini kita dapat dengan syarat-syarat ketentuan bekerja sama. Tanggal 8 April 2025 kalau tidak salah ada penandatanganan PKS,” terang Adang.

Untuk pembangunan ulang wisata, terang Adang, Gunung Pinang perlu direvitalisasi, mengingat wisata alam ini sudah mulai sepi pasca Covid-19. Fasilitas Gunung Pinang juga, katanya, perlu dibangun ulang guna menarik wisatawan datang berkunjung.

“Nah di saat ini kondisinya sebetulnya sudah kurang layak, dari pinggir akses jalan masuk ada beberapa sarana juga sudah hancur. Kalau setahun yang lalu ada balon udara, trek sepeda. Kini musola pun sudah hancur,” katanya.

Kemudian terkait penebangan hutan yang ada di Gunung Pinang, Adang membantahnya, ia bilang bahwa pohon itu sudah tumbang sedari awal akibat bencana alam yang terjadi.

Pohon yang tumbang akibat bencana alam, ujar Adang, sebelumnya tertutup ilalang atau rumput. Kemudian saat proses pembersihan, terlihatlah seolah-olah bahwa pohon tersebut hasil penebangan.

“Kemarin kami cek lokasi hari Minggu itu tak ada penebangan. Kalau masih belum dibersihkan kan dia keliatan sersah, ketika sersah atau rumput-rumput itu kita babat, kita bersihkan, kelihatan pohonnya,” ujarnya.

“Adapun kayunya yang sudah tumbang akibat bencana alam mungkin bisa kita lihat disepanjang jalan pada saat masuk itu. Kita lihatnya ga enak sampai jalan, bahkan di kiri-kanan jalan pembuangan air sudah tertutup sama sersah, sama lumpur. Kemarin itu dibetulkan, kalau menggunakan manual akan memakan waktu kerja yang lama,” sambungnya.

Lalu untuk izin lainnya yang diprotes warga sekitar, Adang mengaku telah memberikan imbauan kepada pihak ketiga agar segera melakukan proses tersebut jauh-jauh hari.

“Apabila ada izin-izin terkait, agar segera ditempuh sesuai peraturan perundangan, saat ini dia memang sedang berproses juga. Namun kalau kemarin itu sedang proses penataan, perlu jalan akses masuk, perlu Selfi deck, nah sehingga sersah itu didorong jadi keliatan seperti ada penebangan,” terangnya.

Terkait protes warga, Adang menduga belum adanya sosialisasi menyeluruh pihak ketiga soal adanya pembangunan revitalisasi wisata kepada mereka. Ia bilang, kawasan Gunung Pinang yang merupakan hutan produksi yang sepenuhnya hak Perhutani.

“Sepertinya belum (sosialisasi), karena gini, ketika PKS, ini kan ranah Perhutani kalau di ranah perhutani, apapun yang mau Perhutani kembangkan haknya perhutani.

Karena ini ada mitra, sepertinya mitra berlum bersosialisasi dengan masyarakat sekitar,” jelas Adang.

“Tapi saya yakin, Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) sudah tahu, karena dia ada di sana, dia juga mitra perhutani, selama ini ada pengunjung, ada yang mengatur parkir, LMDH bahkan ketika ada kontribusi parkir, mereka ada haknya,” tambahnya.

Masih terkait protes warga, Adang mengimbau kepada pihak ketiga untuk memberhentikan dulu kegiatan revitalisasi. Usai sosialisasi, silahkan bagi pihak ketiga untuk melakukan pekerjaannya kembali.

“Kita juga kemarin sudah sarankan hentikan dulu, silahkan sosialisasi dulu, komunikasi dulu dengan masyarakat, biar enak pekerjaannya,” ujarnya.

“Terkait masyarakat, mungkin mereka ingin dilibatkan sebagai dalam pelaksanaan penataan, sebagai tenaga pelaksana, tapi bukan tenaga Perhutani, tenaga mitra yang bekerjasama dengan Perhutani,” sambungnya.

Hingga saat ini, Adang menegaskan bahwa Wisata Alam Gunung Pinang tak ditutup selama perbaikan sarana dan prasarana.

“Engga ditutup, sambil berjalan, penataan tetap dibuka untuk wisata. Kan kita juga dituntut pendapatan, kalau ditutup ga ada pemasukan, wisata tetep dibuka, tapi saat ini tidak ada sarpras mendukung,” tutupnya. (*/Ajo)

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien