BPOM Serang Ajak Pemda Tingkatkan Sinergitas untuk Berantas Penyalahgunaan Obat
SERANG – Dalam pencanangan aksi nasional pemberantasan obat ilegal dan penyalahgunaan obat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Serang di Hotel Ratu Kota Serang, Rabu (4/10/2017), Kepala BPOM Serang mengajak semua pihak untuk berperan aktif.
“Ini menjadi tanggung jawab kita bersama, sinergitas seluruh elemen terutama pemerintah daerah perlu ditingkatkan,” ujar Kepala BPOM Serang, Nurjaya Bangsawan, saat memberikan sambutan.
Dalam menangani permasalahan peredaran obat-obatan ilegal ini BPOM tidak bisa sendiri, karena menurut Nurjaya peran pemerintah daerah sangat diperlukan terutama dalam hal penguatan kelembagaan dan penanganan sisi lain.
“Sinergitas memang sudah berjalan dengan adanya SK dari Gubernur Banten 2015 lalu, namun sinergitas ini kita perlu tingkatkan dengan misalnya dengan operasi bersama,” imbuhnya.
Ia juga meminta kepada Dinas Pendidikan dan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Banten untuk berperan dalam hal sosialisasi bahaya penyalahgunaan obat-obatan yang kini tengah marak di kalangan generasi muda.
“Dispora dan Dindik bisa memberikan program sosialisasi kepada anak muda, karena selama ini mereka yang jadi korban,” jelasnya.
Sementara itu pada kesempatan yang sama, Kabid Pencegahan Badan Narkotika (BNN) Provinsi Banten, Sugino, juga menegaskan permasalahan penyalahgunaan obat menjadi sangat urgent untuk segera diselesaikan.
Karena menurut Sugino, penyalahgunaan obat ini akan secara langsung berdampak pada penurunan kualitas pemuda.
“Ini adalah masalah kita bersama, kami memohon dukungan Pemda, Jangan sampai anak-anak kita jadi korban,” ujarnya kepada wartawan, Rabu (4/10/2017).
BNN juga meminta kepada Pemerintah Provinsi Banten untuk membuat perda terkait peredaran obat, sebagai payung hukum dan memperkuat landasan gerak bagi institusi yang membidangi pemberantasan tersebut.
“Harus ada Perda yang mengatur peredaran obat untuk memberantas peredaran obat-obatan ilegal, selain itu operasi juga harus massif,” jelasnya.
Tahun 2017 ini untuk perkara penanganan kasus obat yang ditangani Kejaksaan Tinggi Banten kurang dari 10 kasus, hal ini menurut salah seorang perwakilan dari Kejati Banten disebabkan aturan yang masih lemah.
“Perkara penanganan obat tahun ini belum sampai 10, vonis terpidana belum cukup berat sehingga tidak memberikan efek jera, Undang-undang Kesehatan Nomor 33 belum ada strahmat minimum nya sehingga kami selaku jaksa tidak bisa memberikan hukuman yang bisa memberikan efek jera,” ujarnya. (*/Yosep)