CILEGON – Sengketa tanah yang dipersoalkan oleh pihak LSM Lapbas yang mengaku selaku kuasa ahli waris dari Haji Tous, terkait terbitnya sertifikat baru tanah tersebut atas nama Winarno, ternyata bukanlah perkara baru.
Kasus tanah ini bermula dari sengketa antara ahli waris Haji Tous dengan anak angkatnya atas objek tanah tersebut pada 2014, yang akhirnya dimenangkan oleh ahli waris hingga Putusan Mahkamah Agung, hingga kemudian beralih kepemilikan kepada Winarno.
Sebagaimana diketahui, dengan gerakan massa LSM Labpas mendesak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Cilegon memberikan penjelasan tentang warkah dan prosedur peralihan kepemilikan sertifikat tanah Haji Tous tersebut.
Namun segala tudingan tersebut secara tegas dibantah oleh pihak Winarno, yang mengaku kepemilikannya atas tanah Haji Tous tersebut adalah sah dan berdasarkan prosedur hukum yang jelas.
Winarno memiliki dasar warkah dan dokumen transaksi jual beli dengan pihak ahli waris atas tanah dengan luas hampir 1 hektar, yang berlokasi di Jalan Brigjend Katamso, Link. Gambiran, Kelurahan Gunung Sugih, Kecamatan Ciwandan tersebut.
“Adanya peralihan sertifikat dari Haji Tous atau terbitnya sertifikat baru atas nama saya karena warkahnya jelas, dokumen jual beli dan saksi-saksinya juga ada. Kalau nggak ada mana mungkin BPN bisa menerbitkan peralihan sertifikat ini,” ungkap Winarno saat ditemui faktabanten.co.id di kediamannya, Rabu (20/2/2019).
Dia juga mempersilahkan pihak ahli waris atau siapapun memperkarakan hal ini sesuai prosedur hukum, bukan malah melakukan provokasi dan tudingan fitnah yang tidak berdasar di ruang publik.
“Kenapa tidak menempuh jalur hukum saja? Silahkan dari pada menimbulkan kegaduhan dan membuat konflik. Apalagi selama ini hak-hak saya sebagai pemilik sah atas lahan itu dihalang-halangi oleh Yudi Wahyudi dan oknum-oknum LSM Lapbas,” terang Winarno.
“Pernah waktu itu ada orang saya mau ambil foto lokasi dan meninjau lahan itu, malah Yudi dan orang-orang Lapbas itu menghalang-halangi. Itu kan namanya provokasi, dia juga selama ini mengelola lahan itu untuk tempat usaha parkir tanpa izin, namanya itu penyerobotan, karena sah secara hukum lahan itu adalah hak saya,” tegas Winarno.
Bahkan sebelum kasus ini mencuat ke publik, Winarno mengaku telah lebih dulu melaporkan Yudi Wahyudi dan LSM Lapbas kepada pihak Polres Cilegon, karena berupaya melakukan penguasaan lahan tanpa izin pemilik. Namun hingga kini ia masih mempertanyakan tindakan dari aparat kepolisian, karena laporannya hingga kini belum ada proses selanjutnya.
“Sudah saya laporkan Yudi dan LSM Lapbas ke Polres Cilegon atas penguasaan lahan tanpa izin yang merupakan pelanggaran pasal 6 Perpu No.51 tahun 1960 jo pasal 385 KUHPidana. Laporan saya buat bulan Juli 2018, tapi sampai sekarang mana tindakannya? Ini bisa jadi preseden buruk bagi penegakan hukum,” imbuhnya.
Dari pantauan langsung di lokasi objek tanah yang letaknya persis di tepi Jalan Nasional Cilegon-Anyer dan depan gerbang pabrik kimia PT Asahimas Chemical (ASC), tampak tanah tersebut kini ditempati sebagai Sekretariat LSM Lapbas, usaha kantin dan dikomersilkan untuk lahan parkiran kendaraan karyawan lepas PT ASC. (*/Ilung)
[socialpoll id=”2521136″]