Buntut Panjang Mukota VI Kadin Cilegon; Selain Gugatan ke PN Serang, Andi Jempol Ambil Langkah Hukum Lain

 

CILEGON – Mukota VI Kadin Cilegon yang berlangsung pada 17 Januari 2025 lalu di The Royal Krakatau Hotel berbuntut panjang. Pasalnya, Andi Jempol, salah satu calon Ketua Kadin bukan hanya melakukan gugatan terhadap kepanitiaan ke PN Serang saja, melainkan juga melaporkan kepada Propam Polda dan Ombudsman Banten.

Upaya hukum yang ditempuh Andi Jempol merupakan langkah yang perlu dilakukan ketika keadilan dirasa tidak berpihak sekaligus sebagai sarana penyelesaian persoalan hukum yang disediakan negara.

Andi mengatakan, selain gugatan yang dilayangkan ke PN Serang terkait kepanitiaan, dirinya juga mengajukan gugatan kedua ihwal mukota.

Berkaitan dengan laporan ke Propam Polda Banten, menurut Andi, lantaran adanya dugaan pemberian izin atas pelaksanaan mukota oleh pihak Polres Cilegon yang dalam hal ini masih dalam proses sengketa.

Bahkan pihak Polres Cilegon menjadi salah satu pihak turut tergugat.

Pihak kepolisian harusnya jadi penengah karena bagian dari ex-oficio, kita dan teman teman pengusaha tidak bisa masuk dengan alasan mukota dibubarkan akan tetapi didalam hotel mukota dikawal berjalan.

Kemudian, pelaporan yang dilayangkan kepada Ombudsman Banten, adalah adanya dugaan maladministrasi.

Tidak sampai di situ, Andi dan kuasa hukumnya akan menjadikan persoalan tersebut ke Kementerian Hukum dan HAM.

“Langkah hukum yang saya ambil, pertama untuk tujuan pemahaman kepada publik (masyarakat). Kedua, hal ini berkaitan dengan azas demokrasi yang mempunyai sikap keadilan terbuka,” tegas Andi, Rabu, (5/2/2025).

Sementara itu, Didi Iskandar, salah satu tim pemenangan Andi Jempol mengatakan, proses pelaksanaan Mukota VI Kadin Cilegon tidak fair dan tidak adil bagi Andi Jempol secara perseorangan selaku kandidat.

Pertama kata dia, proses kepanitiaan yang lama digantikan dengan yang baru dan disaat pelaksanaan mukota kembali lagi ke yang lama, Andi Jempol hanya mengetahui dari media.

Kemudian kedua, proses laporan-laporan dari panitia lama ke panitia baru, seorang ketua itu tidak mendapatkan informasi secara jelas dan transparan terkait penggunaan dana mukota.

Ketiga, Andi Jempol yang seorang calon ketua lanjut Didi, mempunyai hak preogratif.

“Artinya, mendapatkan hak istimewa dari panitia, diundang atau tidak diundang yang namanya calon itu mempunyai hak preogratif pak, apalagi sudah terdaftar sebagai calon yang sudah ditetapkan oleh panitia dan sudah menyerahkan uang pendaftaran sebesar 500 juta,” kata Didi.

“Sudah diplenokan oleh panitia bahwa calonnya ada dua orang, yaitu Muhammad Salim dan Ahmad Suhandi. Artinya, diundang atau tidak, dia mempunyai hak istimewa untuk menghadiri kegiatan itu. Saudara Andi mendapatkan surat undangan pukul 22.00 WIB melalui WA, sementara kegiatannya besok,” tambahnya.

Hak istimewa yang semestinya didapatkan Andi Jempol, justru sebaliknya tidak didapat, bahkan merasa dimarginalkan sebagai calon.

Idealnya, sebagai calon, tiga hari sebelum pelaksanaan mukota, calon ketua sudah mendapatkan informasi dan sudah diberitahukan.

“Yang saya dengar, panitia mengasumsikan bahwa Andi Jempol tidak mendaftarkan dirinya dan perusahaanya sebagai peserta mukota, sehingga tidak ada undangan atas nama perusahaannya dan bahkan diduga atas nama dirinya sebagai calon. Padahal jelas H. Andi ini menyerahkan uang pendaftaran sebesar 500 juta,” kata Didi.

Atas kondisi inilah, Andi Jempol melakukan upaya-upaya hukum agar persoalan tampak begitu jelas, yang dilakukan dalam pelaksanaan Mukota VI Kadin Cilegon. (*/Wan)

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien