Diduga Langgar Protokol Kesehatan, Ratu Ati Terancam Pidana karena Menolak Karantina?
CILEGON – Bakal calon kepala daerah yang dinyatakan positif terinfeksi virus Corona atau Covid-19 namun tetap menemui konstituen pada masa pendaftaran dan kampanye Pilkada 2020 terancam hukuman pidana. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan, kontestan yang tidak mematuhi protokol kesehatan dan menyebabkan penularan Covid-19 akan ditindak tegas.
“Kontestan yang tidak mengikuti aturan, mengajak masyarakat, artinya dia sengaja menularkan, ini menjadi domain teman-teman kepolisian,” kata Tito seusai rapat koordinasi membahas Pilkada 2020 di kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Rabu (9/9/2020).
Sementara diketahui di Kota Cilegon, salah satu bakal calon walikota Cilegon yakni Ratu Ati Marliati, dinyatakan positif terinfeksi Covid-19 usai menjalani test swab oleh Tim Pemeriksa Kesehatan Calon Kepala Daerah yang ditunjuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Cilegon pada Senin (7/9/2020).
Baca juga: Polemik Hasil Swab RSUD Cilegon, Alawi Nilai Langkah Ati Lucu
Namun diketahui, Ratu Ati berusaha memberikan bantahan dan penolakan atas status kesehatannya yang sudah direkomendasikan oleh Tim Pemeriksa Kesehatan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tersebut. Bahkan Ati melakukan test pembanding di dua rumah sakit swasta lainnya untuk membuktikan hasil negatif dari test swab/PCR.
Sebelumnya meski dinyatakan positif Covid-19, Ratu Ati melalui Tim Pemenangannya juga tetap menolak untuk karantina mandiri. Bahkan mereka mengembalikan surat rekomendasi dari KPU Cilegon terkait hasil test swab.
Sementara Rabu (9/9/2020) pagi, Ratu Ati membawa serta puluhan pendukungnya, “memaksa” tetap datang ke RSUD Cilegon untuk meminta dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh Tim Dokter dari IDI. Namun pada Kamis (10/9/2020) kemarin, Ratu Ati tidak tampak kembali datang ke RSUD Cilegon untuk melanjutkan pemeriksaan kesehatan.
Dijelaskan Mendagri Tito, Badan Pengawas Pemilihan Umum sudah menggandeng Kepolisian RI untuk menindak kontestan yang memenuhi unsur pidana. Menurut dia, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. sudah meminta Kepala Kepolisian RI mengambil tindakan hukum, selain menerapkan langkah-langkah penjarakan sosial.
Berdasarkan Undang-Undang Wabah Penyakit Menular, seseorang bisa terkena hukuman pidana jika menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah. Pasal 14 peraturan ini menyebutkan, orang yang sengaja menghalangi penanggulangan wabah bisa diancam pidana paling lama 1 tahun penjara dan denda paling besar Rp 1 juta.
Selanjutnya, Undang-Undang Karantina Kesehatan juga memuat aturan pidana bagi orang yang tak mematuhi protokol kesehatan. Pasal 93 aturan itu menyebutkan, setiap orang yang tak mematuhi penyelenggaraan karantina kesehatan atau menghalangi penyelenggaraan karantina kesehatan bisa dipidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.
Selain membuka peluang untuk menerapkan sanksi pidana, Tito juga mengatakan, pemerintah menyiapkan sanksi berupa teguran hingga diskualifikasi bagi para calon yang membuat kerumunan orang. Calon Petahana, kata Tito, bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2018 tentang Pemerintah Daerah.
Ratu Ati sendiri merupakan bakal calon Petahana. Sebagai wakil walikota Cilegon, Mendagri juga telah memberikan surat teguran kepada Ratu Ati karena dinilai telah melanggar protokol kesehatan saat melakukan pendaftaran calon di KPU Cilegon pada 4 September 2020 lalu.
“Di situ ada khusus bagian sanksi bagi kepala daerah. Bisa saja sanksinya mulai yang ringan sampai pemberhentian. Itu kewenangan presiden,” ujar Mendagri.
Menurut Tito, langkah tegas pemerintah ini diperlukan untuk mengantisipasi lonjakan angka kasus Covid-19 selama masa Pilkada 2020. Hingga kemarin, KPU menerima informasi ada 59 calon kepala daerah yang dinyatakan positif terinfeksi Covid-19. Di sisi lain, telah terjadi kerumunan orang sewaktu pendaftaran pasangan calon di beberapa tempat.
Sedangkan Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan, dari 270 daerah yang akan menggelar Pilkada Serentak, 45 kabupaten/kota berstatus zona merah dan 152 kabupaten/kota berstatus oranye. Ia meminta semua peserta Pilkada benar-benar memperhatikan peraturan, sehingga bisa mencegah timbulnya kluster Pilkada.
“Saya mengajak pemimpin daerah untuk mempersiapkan segala hal, terutama aspek yang berhubungan dengan kesehatan, dari personel medis, rumah sakit, hingga alat kelengkapan lainnya,” kata Doni.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilihan Umum dan Demokrasi, Titi Anggraini, mengatakan penegakan hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan dalam Pilkada harus dilakukan dengan tegas dan memberi efek jera. Sebab, dampak pelanggaran tersebut bisa berakibat fatal.
“Kandidat yang berbohong, mengaku negatif padahal positif, dan nekat datang mendaftar ke KPU atau hadir di kerumunan massa, harus diproses hukum,” kata Titi.
Lalu apakah sikap Ratu Ati Marliati yang sempat menolak karantina mandiri meski terinfeksi Covid-19, adalah bentuk pelanggaran terhadap aturan penanggulangan wabah penyakit?
Mungkinkah akan dilakukan penegakkan hukum terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan Ratu Ati sebagai Kepala Daerah, yang juga salah satu kontestan Pilkada Cilegon 2020 ini?
Bawaslu Kota Cilegon saat ini mengaku baru mengirimkan surat kepada KPU Cilegon untuk meminta penjelasan dan kronologi perihal kasus Ratu Ati tersebut. Bawaslu masih akan mengkaji kemungkinan adanya dugaan pelanggaran, terutama dalam hal aturan protokol kesehatan. (*/Red/Rizal)