Pemuda Al-Khairiyah Desak Pemkot Cilegon Segera Berikan Ganti Rugi pada Korban Gusuran

CILEGON – Usai Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Serang memvonis Pemkot Cilegon bersalah telah menggusur pemukiman warga di Lingkungan Cikuasa Pantai dan Kramat Raya, Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol, para korban gusuran yang didukung sejumlah elemen mendesak Pemerintah Kota Cilegon bertanggungjawab untuk segera memberikan ganti rugi.

Pemkot Cilegon harus mematuhi hukum usai kekalahannya di Persidangan PTUN Serang, Kamis 5 Januari 2017 lalu, yang memutuskan bahwa Surat Keputusan Tata Usaha Negara Nomor 09/TKPP/2016 perihal pemberitahuan pembongkaran Link Cikuas Pantai dan Link Keramat Raya oleh Pemkot Cilegon dibatalkan.

Himpunan Pemuda Al-Khairiyah (HPA) Kota Cilegon menjadi salah satu elemen masyarakat yang mengaku turut prihatin atas nasib para warga korban gusuran.

Ketua DPD Himpunan Pemuda Al-Khairiyah Cilegon, Sayuti Zakaria, mengatakan, hakim dalam persidangan secara tegas menyatakan Pemkot Cilegon melakukan kesalahan dalam penggusuran tersebut.

Karena itu, Sayuti mengingatkan Pemerintah untuk sebaiknya mematuhi dan menghormati keputusan hakim dalam persidangan. Adanya ganti rugi, menjadi sebuah penebusan dosa bagi Pemkot Cilegon yang sudah melakukan tindakan gegabah menggusur warganya.

“Ini adalah konsekwensi yang harus dipertanggungjawabkan. Warga gusuran itu kan menempati tanah milik PT Kereta Api Indonesia sebenarnya, bukan milik Pemkot Cilegon. Apalagi, usai penggusuran sama sekali tidak ada ganti rugi apalagi relokasi. Dianggapnya warga korban gusuran ini ilegal? Padahal mereka ini memiliki KTP, Kartu Keluarga, serta setiap Pemilu juga diikut sertakan, masa dianggap illegal,” kata Sayuti saat berbincang dengan Fakta Banten, belum lama ini.

Lebih lanjut, Sayuti menyayangkan dengan perlakuan Pemkot Cilegon yang tidak manusiawi terhadap warganya yang digusur. Selama 6 bulan warga masih menempati gubug di puing-puing sisa gusuran tanpa ada bantuan sedikit pun.

“Perekonomian mereka terputus, sampai-sampai mengumpulkan sisa batu bata bekas gusuran untuk dijual dan uangnya untuk makan. Mereka hidup di tenda yang tidak layak. Tapi dibiarkan begitu saja, karena dihembuskan kabar bahwa warga korban gusuran itu pendatang atau illegal, padahal sudah menempati lahan tersebut berpuluh tahun, bahkan sebelum berdirinya Kota Cilegon. Ini sama saja Pemerintah sudah mezolimi warganya sendiri, bisa dibilang sudah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM),” kata Sayuti.

Sayuti berharap, kekalahan dalam persidangan tersebut bisa disadari oleh Pemkot Cilegon untuk bertanggungjawab dan kembali berfikir ulang untuk lebih mengasihani warganya.

“Ganti rugi harusnya tidak menggunakan uang APBD Kota Cilegon, karena uang itu untuk pembangunan publik. Penggusuran dilakukan oleh kesalahan pejabatnya, harus bertanggung jawab menggunakan uang pribadi para pejabat yang telah mengambil keputusan tersebut,” kata Sayuti. (*)

Penulis:Rahmat.

Honda