Ditetapkan Tersangka, Pemilik Apotik Gama Cilegon Ajukan Praperadilan

KTI dan KSI

 

SERANG-Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Balai BPOM Serang telah menetapkan Pemilik Sarana Apotek (PSA) Gama I di Kota Cilegon, inisial LMM sebagai tersangka kasus obat setelan atau racikan berbahaya.

Kuasa hukum Apotek Gama, Rahmatullah Jupri mengaku telah mengajukan upaya praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Serang pada Selasa (21/1/2025).

“Iya tentu melakukan upaya hukum untuk mengajukan praperadilan, sudah saya daftarkan, kemarin hari Selasa sudah didaftarkan, nomor perkaranya 02 di PN Serang. Tinggal nunggu jadwal sidang saja,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (22/1/2025).

Rahmatullah menjelaskan, upaya hukum praperadilan ini sebagai bentuk keberatan atas status tersangka yang menimpa kliennya, LMM. Upaya ini juga untuk menentukan sah atau tidaknya penyematan status tersangka terhadap LMM.

Baznas RSUD HUT Cilegon

“Poin upaya hukum praperadilan itu diatur oleh UU, setiap warga negara yang merasa keberatan dengan penetapan tersangka itu kan upaya hukumnya praperadilan,” terangnya.

Kliennya, LMM disangkakan pada Pasal 435 dan Pasal 436 Undang-Undang No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan jo Pasal 55 KUHP.

PT IRT & Anas HUT Cilegon

Dalam Pasal 435, tertulis bahwa setiap orang yang memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar atau persyaratan keamanan, maka dipidana dengan penjara paling lama 12 tahun atau denda maksimal Rp 5 miliar.

Kemudian dalam Pasal 436 ayat 1 berbunyi, setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan tetapi melakukan praktik kefarmasian, merujuk pada Pasal 145 ayat (1), maka dipidana dengan denda maksimal Rp 200 juta.

Lalu ayat 2 dalam Pasal 436, menyatakan bahwa dalam hal terdapat praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang terkait dengan sediaan Farmasi berupa obat keras dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun atau denda Rp500 juta.

Ia menjelaskan, pasal yang disangkakan tersebut sebenarnya tak tepat. Dalam hal ini, pasal tersebut disangkakan bukan untuk kliennya yang berstatus PSA.

“Pasal itu isinya membuat, mendistribusikan obat-obat yang tanpa izin. Menurut saya hal ini tidak ada dan kedudukan hukumnya, klien saya itu sebagai PSA,” jelasnya.

“Pemilik PSA itu harus dibedakan sama APJ (Apoteker Penanggung Jawab). Jadi obat itu milik siapa kan gak tau, tiba-tiba ditetapkan tersangka saja dasarnya apa,” sambungnya.

Penetapan tersangka terhadap kliennya, kata dia, minimal harus ada dua alat bukti. Ia menduga, dua alat bukti yang menjadikan LMM sebagai tersangka belum terpenuhi.

“Maka saya uji di praperadilan,” ucapnya. (*/Ajo)

Ks pcm
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien