Polda Banten Ungkap Kasus Pemalsuan BBM di SPBU Ciceri, Dua Tersangka Ditahan

 

SERANG – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten berhasil mengungkap kasus pemalsuan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax di salah satu SPBU wilayah Ciceri, Kota Serang.

Dua orang yang merupakan pengelola dan pengawas SPBU berinisial AS dan NS telah ditetapkan sebagai tersangka.

Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat mengenai kendaraan yang mogok dan mengalami brebet usai mengisi bahan bakar jenis Pertamax di SPBU tersebut.

Penyelidikan mendalam mengungkap bahwa BBM yang dijual bukan berasal dari PT Pertamina, melainkan dari pihak lain yang tidak resmi.

“Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa pengelola dan pengawas SPBU membeli BBM dari sumber tidak resmi. Mereka tidak mengambil dari Pertamina, melainkan dari pihak lain untuk mendapatkan keuntungan lebih besar,” ungkap AKBP Bronto Budiono, Wadirkrimsus Polda Banten dalam konferensi pers, Rabu (30/4/2025).

Penyidik mengambil dua sampel BBM dari SPBU tersebut dan melakukan uji laboratorium di BPH Migas Jakarta dan Laboratorium Pertamina Plumpang, Jakarta Utara.

Hasilnya menunjukkan nilai RON sama dan berbeda pada titik didih BBM dari sumber tidak resmi mencapai 218,5 derajat, melebihi standar normal 215 derajat milik Pertamina. Perbedaan ini berpotensi menyebabkan kerak pada mesin kendaraan dan merusaknya.

Dari hasil penghitungan, pelaku membeli BBM ilegal dengan harga Rp10.200 per liter dan menjualnya sesuai harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp12.900, meraup keuntungan Rp2.700 per liter.

Sedangkan jika membeli dari Pertamina Patra Niaga dengan harga Rp12.700 dan menjual di harga HET, keuntungan hanya sekitar Rp200 per liter.

Sebagai barang bukti, polisi mengamankan 28.434 liter BBM ilegal yang masih disimpan di SPBU, empat kaleng sampel BBM jenis Pertamax, satu unit laptop, dan empat unit telepon genggam.

Kedua tersangka dijerat Pasal 54 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana telah diubah dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Cipta Kerja, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara atau denda hingga Rp6 miliar.

“Motif pelaku murni untuk keuntungan pribadi dengan cara ilegal. Proses penyidikan terus berlanjut untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain,” tutup AKBP Bronto. (*/Fachrul)

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien