Banyak Jalan Rusak di Lebak Belum Diperbaiki, ini Kata DPUPR
LEBAK – Jalan poros desa di Kabupaten Lebak, Banten, masih banyak yang mengalami kerusakan dan belum mendapat perbaikan memadai.
Dalam setahun, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Lebak hanya mampu memperbaiki 30 kilometer jalan poros desa.
Kepala DPUPR Lebak, Irvan Siyantuvika, menjelaskan bahwa prioritas DPUPR saat ini adalah memperbaiki jalan kabupaten yang rusak, dengan total sepanjang 180 kilometer.
Sedangkan, panjang jalan desa yang harus dibangun di Kabupaten Lebak mencapai 1.630 kilometer.
“Kami hanya mampu membangun sekitar 20-30 kilometer per tahun. Masih banyak jalan desa yang belum kami bangun, dan baru tahun ini kami mengusulkan pembangunan jalan desa,” kata Irvan, Senin (16/9/2024).
Ia menambahkan, proses pembangunan jalan desa tidak bisa dilakukan sembarangan. Pembangunan harus melalui prosedur yang benar, seperti tahap Studi Investigasi Pendahuluan (SIP) atau Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
“Jadi, tidak bisa langsung dibangun begitu saja. Jika ada demo atau jalan yang viral, pembangunan tetap harus melalui tahap-tahap yang sudah ditetapkan, seperti SIP atau Musrenbang. Kalau tidak, bisa saja menjadi masalah hukum, termasuk dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” jelasnya.
Untuk anggaran pembangunan jalan poros desa dan jalan kabupaten, DPUPR Lebak mengalokasikan dana sekitar Rp 80 miliar, dengan rincian Rp 60 miliar untuk jalan kabupaten dan Rp 20 miliar untuk jalan desa.
Irvan juga menyebutkan, meskipun jalan kabupaten sepanjang 760 kilometer perlu perbaikan, sekitar 75% dari jalan tersebut sudah berada dalam kondisi baik.
Namun, masih ada 180 kilometer jalan kabupaten yang harus diprioritaskan untuk diperbaiki.
“Pembangunan jalan poros desa memerlukan keterlibatan berbagai pihak, mulai dari pemerintah desa, provinsi, hingga kabupaten,” ungkapnya.
Ia menegaskan, jika pemerintah desa tidak mampu membangun jalan poros desa, mereka dapat mengajukan bantuan kepada pemerintah kabupaten atau provinsi.
“Provinsi sekarang dapat mengintervensi kabupaten dan desa, begitu juga dengan pusat yang bisa mengintervensi kabupaten dan provinsi,” tutup Irvan.(*/Nandi)