Diduga Kepentingan Politik Jadi Penyebab Fenomena Bansos Tak Tepat Sasaran
LEBAK – Program bantuan sosial (bansos) yang seharusnya menjadi instrumen utama dalam membantu masyarakat kurang mampu, kini kembali menjadi sorotan.
Muncul keluhan yang menyebutkan bahwa distribusi bansos dibeberapa daerah, kerap tidak tepat sasaran.
Dugaan bahwa bantuan ini digunakan sebagai alat kepentingan politik pun mencuat.
Pasalanya, kejadian masyarakat mengeluh bahwa alasan tidak mendapatkan bansos karena berbeda dukungan.
Tak jarang, bansos juga diduga dijadikan alat oleh oknum sebagai instrumen agar masyarakat memilih kepada jagoan politiknya.
Sejumlah warga mengeluhkan bahwa bantuan yang diberikan pemerintah tidak selalu diterima oleh mereka yang benar-benar membutuhkan.
Ditemukan kasus di mana penerima bansos adalah individu yang secara ekonomi lebih mampu dibandingkan warga miskin yang seharusnya lebih diprioritaskan.
“Saya sudah bertahun-tahun tinggal di sini dan belum pernah dapat bansos, padahal hidup saya pas-pasan. Tapi ada yang rumahnya bagus, malah dapat terus,” ujar Rudi (45), warga Banten yang mengaku kecewa dengan sistem distribusi bantuan sosial.
Kondisi ini pun mendapat perhatian dari akademisi dan pengamat kebijakan publik. Dr.Hanafiah, seorang pakar kebijakan sosial, menyebutkan bahwa ketidaktepatan sasaran dalam distribusi bansos bisa terjadi karena beberapa faktor, mulai dari data penerima yang tidak diperbarui, lemahnya pengawasan, hingga kemungkinan adanya intervensi politik.
“Jika data penerima tidak diverifikasi secara rutin, maka penerima yang sudah tidak berhak masih tetap menerima bantuan. Selain itu, ada kemungkinan bahwa distribusi bansos dipengaruhi oleh kepentingan politik, terutama menjelang pemilu atau pilkada,” terangnya.
Fenomena bansos yang disinyalir dijadikan alat politik bukanlah hal baru. Di banyak daerah, distribusi bantuan sosial maupun bantuan pendidikan kerap dikaitkan dengan kepentingan elektoral, di mana calon tertentu dianggap menggunakan program ini untuk menarik simpati masyarakat.
Beberapa laporan dari aktivis sosial menyebutkan bahwa bansos sering kali didistribusikan melalui jalur tertentu yang terafiliasi dengan tokoh politik atau kelompok tertentu.
Ini menimbulkan dugaan bahwa bantuan tersebut digunakan untuk membangun loyalitas politik di masyarakat.
“Bantuan seharusnya diberikan berdasarkan kebutuhan, bukan karena kedekatan dengan pihak tertentu. Kalau bansos dijadikan alat politik, masyarakat kecil yang seharusnya menerima justru dirugikan,” ujar Rizal Saputra, seorang pegiat sosial.
Namun, dugaan ini masih perlu dikaji lebih dalam.
Untuk mengatasi permasalahan ini, para ahli menyarankan adanya peningkatan transparansi dan pengawasan dalam distribusi bansos.
Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah memperbaiki sistem pendataan agar penerima manfaat benar-benar sesuai dengan kondisi ekonomi mereka.
Selain itu, pengawasan dari masyarakat juga menjadi faktor penting.
Dr. Siti Hanafiah menambahkan bahwa perlu ada mekanisme independen dalam verifikasi penerima bantuan.
“Keterlibatan akademisi, lembaga independen, dan masyarakat sipil dalam proses verifikasi akan sangat membantu memastikan bahwa bansos benar-benar diterima oleh yang berhak,” ujarnya.
Bansos sejatinya adalah program yang bertujuan untuk membantu masyarakat miskin dan rentan.
Jika distribusinya tidak tepat sasaran atau bahkan digunakan untuk kepentingan politik, maka dampaknya justru memperburuk ketimpangan sosial dan menghambat kesejahteraan rakyat.
Pemerintah dan masyarakat harus bersama-sama memastikan bahwa bantuan sosial benar-benar diberikan kepada mereka yang membutuhkan, tanpa ada unsur kepentingan lain yang mencederai tujuan utama dari program tersebut.
Transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan yang ketat adalah kunci agar bansos benar-benar menjadi solusi bagi masyarakat miskin, bukan sekadar alat politik sesaat. (*/Sahrul).