Dinilai Merugikan Warga Kecil, Mahasiswa Lebak Kecam Kebijakan Larangan Penjualan Gas Elpiji di Pengecer
LEBAK– Mahasiswa Kabupaten Lebak mengungkapkan kritik tajam terhadap kebijakan terbaru yang melarang penjualan gas elpiji 3 kilogram di pengecer.
Kebijakan yang mulai diterapkan pada awal Februari 2025 ini mengharuskan masyarakat untuk membeli gas bersubsidi langsung di pangkalan resmi, sebuah perubahan yang dinilai memberatkan warga, terutama mereka yang tinggal di daerah yang jaraknya jauh dari pangkalan.
Menurut Ahmad Fadil, seorang mahasiswa Fakultas Sosial dan Politik di Universitas Lebak, kebijakan ini akan menambah kesulitan warga kecil yang selama ini terbiasa membeli gas elpiji di warung pengecer dekat rumah.
“Bagi warga yang tinggal jauh dari pangkalan, ini sangat menyulitkan. Mereka harus menempuh perjalanan jauh untuk membeli gas, yang tentu saja bukan hal yang praktis atau ekonomis bagi mereka,” kata dia kepada Fakta Banten, Senin (3/2/2025).
Salah satu isu yang paling dikeluhkan adalah keterbatasan informasi mengenai titik-titik pangkalan terdekat.
Meskipun pemerintah menjanjikan pengembangan sistem untuk mempermudah akses informasi, banyak warga yang masih kesulitan mengetahui lokasi pangkalan yang tersedia.
“Informasi mengenai pangkalan sangat terbatas. Sebagian besar warga tidak tahu harus kemana untuk membeli gas. Terlebih lagi, harga yang dipatok di pangkalan pun seringkali berbeda-beda, membuat masyarakat bingung,” terang Ahmad.
Para mahasiswa juga menyoroti dampak ekonomi dari kebijakan ini.
“Ini jelas akan berpengaruh pada daya beli masyarakat, terutama di kalangan masyarakat kelas bawah. Gas elpiji adalah kebutuhan pokok yang harus dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Kebijakan ini bukannya membantu, malah semakin memperburuk situasi bagi mereka yang sudah kesulitan,” ujar Siti Nurjanah, seorang mahasiswa lainnya.
“Bukan hanya itu, dengan kebijakan baru ini malah hanya menguntungkan segelintir kelompok, dan perekonomian pedagang kecil tergerus,” sambungnya.
Selain itu, mahasiswa Lebak juga mengkritik kurangnya sosialisasi dan persiapan yang memadai mengenai perubahan kebijakan ini.
Mereka berpendapat bahwa masyarakat seharusnya lebih dipersiapkan dan diberi informasi yang lebih jelas sebelum kebijakan ini diterapkan sepenuhnya.
Para mahasiswa tetap berharap agar kebijakan ini dapat dievaluasi kembali dengan melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan.
“Kami mendorong Pemerintah untuk lebih mendengarkan aspirasi masyarakat dan mencari solusi yang tidak memberatkan rakyat kecil dan pedagang kecil,” pungkas Ahmad. (*/Sahrul).