Jelaskan Zona Peternakan dalam RTRW, PUPR Lebak Buka Ruang Audensi dengan Mahasiswa

LEBAK – Kepala bidang (Kabid) Tata Ruang pada Dinas Pekerjaan Umun dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Lebak, Teguh Eko Saputro mengaku siap membuka ruang audensi secara terbuka untuk membahas persoalan dua lokasi peternakan di Kecamatan Cileles dan Kecamatan Gunung Kencana yang kini ramai diberitakan awak media.

Menurutnya dalam aturan RTRW mengenai kawasan peternakan itu belum ada definisi yang jelas mengenai kawasan peternakan, sehingga persoalan tersebut harus dibuka dan dibahas bersama agar dapat menyatukan satu pandangan.

Mengenai kegiatan peternakan di Perda tata ruang di Pasal 40, itu ketika berbicara secara global mengenai kawasan peruntukan pertanian.

Artinya kawasan peruntukan pertanian di dalamnya ada kawasan tanaman pangan, ada perkebunan dan ada peternakan.

“Sementara di RTRW kita itu tidak memberikan definisi yang jelas mengenai kawasan peternakan sebetulnya. Disitu cuman ada bahwa kawasan peternakan itu seluas 645 hektar yang tersebar di 8 Kecamatan,” kata Teguh Eko.

Lanjutnya, seharusnya ada penjelasan secara kongkrit ketentuan kriteria zonasi itu. Namun, disini tidak didefinisikan dengan jelas di RTRW. Sementara kondisi saat RTRW ini diberlakukan pada tahun 2014 itu di lokasi-lokasi yang lainnya sudah ada kegiatan peternakan, baik itu skala usaha maupun peternakan masyarakat.

“Kan gak mungkin kalau masyarakat kita larang untuk berternak di luar 8 Kecamatan itu. Tinggal bagaimana pengaturan untuk skala yang besar,” terangnya.

Namun, perkembangannya, ternyata di Kecamatan Cigemblong sendiri tidak diminati oleh kalangan usaha karena alasannya aksesnya terlalu jauh.

DPRD Cilegon Anti Korupsi

“Kemudian di Malingping kan sudah bergeser kawasannya sudah menjadi perkotaan apakah cocok melakukan kegiatan peternakan. Untuk skala kecil- kecil saja ok, namun untuk skala besar itu tidak mungkin. Dan itu persoalan di dunia nyata bukan di Perda,” ujarnya.

Lanjut Teguh, pada tahun 2016 Bappeda sebetulnya sudah melakukan Kajian mengenai zonasi peruntukan peternakan dan diaturan Perda itu harusnya ditindak lanjuti tentang aturan yang lebih kongkrit dan lebih rinci mengenai penetapan lokasi.

“Misalnya di Cigemblong atau misalnya di Banjarsari, kan tidak semua se Kecamatan Banjarsari itu bisa dijadikan peternakan,” jelasnya.

Kata Teguh, untuk wilayah peternakan itu hanya lokasi-lokasi tertentu yang memenuhi ketentuan, seperti terkait dengan daya tampung dan daya dukung lingkungan hidup, tidak merusak lingkungan dan tidak menggangu kepada pemukiman dan lain- lain.

“Seperti itu seharusnya segera ditindaklanjuti dengan aturan yang lebih spesifik lagi,” jelasnya.

Tapi, kata Teguh, kalau kita lihat definisi dalam peternakan di Kementerian Pertanian itu,  sebetulnya kawasan peternakan itu bisa dilakukan dimana ketika lokasinya itu memang memiliki daya dukung dan daya tampung lingkungan.

“Bahkan kegiatan peternakan itu bisa terkoneksi dengan subsektor lainnya,” katanya.

Untuk itu pihaknya mengakui bahwa memang adanya persepsi atau multitafsir terhadap kawasan peternakan di dalam Perda RTRW. Namun, saat ini pihaknya mengaku sedang merivisi RTRW tersebut di tahun 2020 lalu.

“Karena pandemi Covid sehingga tertunda. Insya Allah tahun ini bulan depan kita akan bahas di DPRD mengenai revisi RTRW kita, supaya tidak multitafsir lagi mengenai kawasan- kawasan peternakan atau kegiatan- kegiatan peternakan,” tuntasnya. (*/EzaYF).

KS Anti Korupsi
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien