Pemerkosaan dan Pembunuhan Gadis Baduy, Warga Pertanyakan Predikat Lebak Kota Layak Anak

Ks ramadhan

LEBAK – Pemerkosaan disertai pembunuhan yang menimpa Sarwi (13) gadis asal Kampung Karahkal, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Jumat (30/8/2019) lalu mendapatkan beragam pendapat dari berbagai kalangan akademisi dan aktivis di Kabupaten Lebak. Salah satunya, dari organisasi Wadah Musyawarah Masyarakat Baduy (Wambi) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) PC kabupaten Lebak.

Humas Wadah Musyawarah Masyarakat Baduy (Wambi) Tono Soemarsono mengatakan, kejadian pembunuhan disertai pemerkosaan ini merupakan sebuah catatan baru yang menimpa masyarakat adat. Sebab, masyarakat Baduy dikenal patuh dan taat hukum serta dinilai tidak pernah usil terhadap warga non adat.

“Kami sangat menyayangkan adanya kejadian pembunuhan disertai pemerkosaan yang menimpa warga asal Baduy Luar ini,” kata Tono saat dihubungi melalui sambungan telepon selulernya, Senin (1/9/2019).

Kata Tono, peristiwa pembunuhan disertai pemerkosaan yang menimpa salah seorang gadis asal warga Baduy Luar, terkesan mengejutkan. Karena, hal tersebut baru pertama kali dan sejarah baru di Kabupaten Lebak.

“Miris melihatnya, saya tidak berandai-andai menyikapi persoalan ini. Namun hal tersebut merupakan sebuah cambuk bagi kita semua, dimana warga Baduy yang selama ini hidup dikenal sudah selaras dengan alam, telah ditemukan tewas secara tragis,” ungkapnya.

Sekda ramadhan

Sementara itu, dari kalangan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) PC Kabupaten Lebak, menyebutkan bahwa kondisi Lebak sedang mengalami darurat perlindungan perempuan. Lebak yang dinyatakan sebagai Kota Layak Anak (KLA) oleh Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak perlu dipertanyakan ulang. Pasalnya, fakta di lapangan berbicara lain, masih banyak ditemukan kasus-kasus kekerasan yang dialami anak dan perempuan. Salah satunya, kejadian yang menimpa gadis asal Baduy.

“Kita menanyakan KLA yang disandang Kabupaten Lebak. Karena, masih banyak kasus kekerasan yang dialami anak dan perempuan di Lebak ini,” kata Siti Dian Nurdiana.

Dijelaskan Dian, seperti kasus terakhir perempuan usia 13 tahun warga Baduy yang ditemukan tewas mengenaskan, dan satu Iagi konflik horizontal antara masyarakat setempat dan masyarakat suku Baduy.

“Tentunya, pemerintah harus merespon Iebih tanggap dalam menyelesaikan perkara ini,” ujarnya.

Selain itu, tegas Dian, pemerintah juga harus mengevaluasi dinas-dinas terkait yang mendapatkan tugas dalam menangani soal pemberdayaan dan perlindungan bagi kaum perempuan di Kabupaten Lebak.

“Kami meminta pemerintah Iebih serius dalam menangani kasus perempuan, pemerintah wajib mengevaluasi dinas terkait. Tegakkan Undang- undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan perempuan dan anak. Serta, kita juga mempertanyakan kedudukan piagam penghargaan KLA yang disandang Kabupaten Lebak ini,” tegasnya. (*/Sandi)

Dprd