Oleh Abdullah Sammy
Tiang listrik mendadak menjadi trending topik dunia pada sehari ini. Semua tak terlepas insiden kecelakaan yang menyebabkan Ketua DPR Setya Novanto ( Setnov) luka serius sebesar bakpao. Tak hanya itu, mobil Toyota Fortuner yang ditumpangi sang ketum Golkar ini pun hancur..cur..cur.
Tanpa mengurangi sedikitpun rasa prihatin dan simpati pada Setnov , saya lebih ingin membahas nasib tiang listrik. Sebab terlalu banyak media yang membahas dari sisi Setnov . Tapi tiang listrik yang jadi ‘korban’ jarang diulas.
Tiang listrik menjadi trending hanya karena banyak warganet yang menjadikannya bagian dari lelucon kecelakaan di Permata Hijau. Ada banyak unggahan lelucon terkait tiang listrik dan kecelakaan Setnov . “Yang nabrak Setnov, yang dilarikan ke UGD tiang listrik,” begitu salah satu lelucon yang ramai tersebar di media sosial.
Baca Juga : Kronologi Kecelakaan Setya Novanto
Mungkin saat membaca tulisan ini Anda pun akan berpikir, “Setnov yang nabrak, yang diberitakan tiang listrik.” Semua pandangan itu terpulang pada kepala Anda sendiri. Namun satu hal yang pasti, tiang listrik memang menjadi sebuah alat yang paling sering kita jumpai tapi jarang kita sadari. Bahkan pengendara banyak yang menabraknya hingga benjol dan masuk UGD.
Banyak lagi korban kecelakaan tiang listrik yang berakhir lebih vatal. Namun syukur Alhamdulillah, Setnov masih beruntung. Dia masih dilindungi Tuhan yang maha esa. Sebab keberadaannya masih dibutuhkan masyarakat dan KPK.
Berangkat dari peristiwa Setnov, kita jadi diingatkan kembali tentang peran penting tiang listrik. Jelas, tiang listrik bukan untuk ditabrak. Tiang listrik sangat vital bagi kehidupan karena menopang aliran kabel utilitas yang digunakan baik untuk listrik, telpon, maupun internet.
Saya ingin terlebih dahulu membahas mengenai asal usul tiang listrik. Tiang listrik pertama kali digunakan di tengah masyarakat pada 1816 oleh Sir Francis Ronalds. Ronalds menggunakan tiang listrik yang menopang kabel utilitas sepanjang 8 mil di disktrik Hammersmith, London Barat. Ronalds menjadikan tiang listrik itu untuk menunjang penggunaan telegram di Hammersmith Mall.
Dalam buku berjudul Sir Francis Ronalds: Father of the Electric Telegraph, Ronalds berangapan temuannya soal tiang utilitas akan membuat seluruh dunia akan teraliri listrik. “Beri saya material yang cukup dan saya akan mengaliri listrik untuk dunia,” ungkap Ronalds.
Apa yang diungkapkan Ronalds terbukti kini. Tiang utilitas atau tiang listrik kini menjadi sarana utama untuk mengaliri listrik ke seluruh belahan dunia, termasuk di Indonesia.
Di Indonesia, listrik secara umum baru masuk secara masif pada 1897, atau 81 tahun setelah penemuan Ronalds. Perusahaan listrik pertama berdiri di Batavia dengan nama Nederlandche Indische Electriciteit Maatschappij (NIEM).
Namun di era awal, tiang listrik di Indonesia maupun wilayah lain di dunia hanya menggunakan kayu atau bambu sebagai penopang. Sehingga jika seseorang menabrak tiang listrik di era lalu tak sampai kepalanya benjol sebesar bakpao.
Hingga kini, di Indonesia terdapat puluhan juta tiang utilitas atau tiang listrik yang umumnya bermaterikan besi, beton sebagai penopang. Setiap tiang utilitas, rata-rata menopang kabel beraliran antara 6 KV, 12 KV 20 KV dan 24 KV. Ukuran tinggi tiang listrik secara umum 12 meter yang mana dua meternya dikubur di dalam tanah. Dengan diameter rata-rata 20 sampai 30 sentimeter, maka siapapun yang nekad menabrak tiang listrik maka kepala ketua DPR sekalipun bisa benjol sebesar bakpao.
Tapi celakanya tak hanya kepala Novanto yang benjol sebesar bakpao. Akibat kecelakaan yang terjadi Kamis (16/11) di Permata Hijau, si tiang listrik juga ikut ringsek. Salah satu konsekuensinya aliran daya bisa terganggu.
Namun ternyata kerugian materi dari kerusakan tiang utilitas tak seberapa. Sebab harga satu tiang standar hanya mencapai kisaran ratusan ribu. Sedangkan harga maksimalnya mencapai Rp 2 juta. Bila dibandingkan dengan nilai kerugian dalam kasus E-KTP sebesar Rp 2,3 triliun, maka si tiang listrik hanya satu per sejuta-nya.
Lantas, bagaimana nasib dari tiang listrik yang ringsek ‘disundul’ Fortuner nahas itu? Satu hal yang pasti tiang listrik itu kini jadi barang bukti polisi. Lokasi pun sudah digaris polisi. Semoga saja si tiang listrik tak jadi tersangka.
Apa pun itu, tiang listrik di Permata Hijau itu kini jadi buah bibir di tengah masyarakat. Bahkan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman memberi penghargaan khusus pada si tiang listrik sakti.
Sebelumnya, Boyamin mengadakan sayembara bagi siapa pun yang bisa menemukan Setya Novanto yang sempat raib dalam hitungan hari. Siapa pun yang menemukan Setnov akan diberi hadiah oleh Boyamin sebesar Rp 10 juta.
“Mengenai sayembara 10 juta haknya siapa setelah kejadian? Maka yang paling berhak adalah tiang listrik!” kata Boyamin.
Ya, tiang listrik memang punya banyak cerita yang tak hanya di Indonesia, tapi di berbagai belahan dunia. Di Jepang, tiang listrik berada di posisi antagonis. Sebab keberadaan 35.520.000 tiang listrik di negara Nipon itu membuat lingkungan jadi semerawut. Sehingga pemerintah Jepang kini berencana merobohkan sebagian besar dari tiang itu demi persiapan menjelang Olimpiade 2020. Sebagai gantinya, kabel listrik di Jepang akan ditanam di tanah.
Sedangkan di Indonesia, tiang listrik memang juga membuat lingkungan semerawut. Tapi kisah tiang listrik di negeri ini malah pada posisi protagonis, seperti di Permata Hijau. Penegasan status protagonis tiang listrik Permata Hijau disematkan mayoritas warganet. Salah satunya bahkan menyebut, “Semoga kejadian ini tidak menyebabkan tiang listrik lainnya trauma untuk berdiri di pinggir jalan. Percayalah, kalian kuat, kalian terbuat dari baja, kalian tangguh.” (*)
Sumber : republika.co.id