Sepeda Listrik dan Kewarasan Masyarakat Pandeglang

BPRS CM tabungan

 

Oleh: Agus Lani, Jurnalis

Polemik penganggaran sepeda listrik di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten memang menjadi perbincangan hangat di pelosok-pelosok Pandeglang. Tak ketinggalan juga di sejumlah media cetak maupun online dan elektronik, begitu juga dengan media sosial pembahasan sepeda listrik menjadi wacana yang dianggap heboh oleh masayarakat Pandeglang Banten.

Kehebohan penganggaran pembelian sepeda listrik yang diperuntukan untuk Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) merupakan bagian dari usulan lembaga eksekutif, siapakah eksekutif penulis akan menerangkan sedikit apa itu itu eksekutif, secara umum lembaga eksekutif adalah lembaga yang diberi kekuasan untuk melaksanakan undang-undang, seperti contohnya presiden, gubernur dan bupati dan jajarannya. Sementara eksekutif ini juga dalam bertugas berdampingan dengan si pembuat undang-undang yakni legislatif contohnya adalah DPR RI, DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten.

Satu lagi adalah Yudikatif lembaga ini adalah suatu badan dengan sifat yuridis yang berfungsi mengadili penyelewengan konsitusi dan peraturan perundangan-undangan oleh pemerintah, contohnya Mahkamah Konsitusi, KPK, Polri dan Kejagung.

Tiga itulah yang memang secara teori dan fakta ada di negara kita, itulah sedikit yang bisa saya terangkan.

Kembali pada persoalan penganggaran sepeda listrik yang ramai di Kabupaten Pandeglang bahwa usulan ini muncul dari eksekutif yang itu harus disahkan juga oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pandeglang selaku legislatif.

Di tulisan ini, penulis tidak banyak menerangkan bagimana perencanaan anggaran untuk sebuah Kabupaten atau daerah, dalam rencana pengunaan anggaran.

Munculnya sebuah kegiatan didanai oleh Pemerintah itu jalurnya ada dua, yang pertama usulan dari eksekutif, kedua legislatif, lalu darimana usulan datang kepada keduanya itu, rencana pembangunan diambil dari hasil reses atau kunjungan anggota DPRD sesuai daerah pemilihannya pada konstituennya sebenarnya, dan eksekutif mengambil usulan dari musawarah rencana pembangunan dari tingkat bawah mulai dari Desa, Kecamatan sampai Kabupaten.

Seperti itulah singkat alur dari sebuah penganggaran yang setiap tahun anggaran itu dilakukan oleh Pemerintah.

Kembali pada polemik penganggaran sepeda yang sudah diketuk palu disahkan oleh DPRD dan Bupati Pandeglang dengan besar anggaran Rp38 miliar.

Usulan Bupati Pandeglang dalam penganggaran sepeda listrik seketika menjadi perbincangan dari mulai kursi empuk Bupati dan DPRD sampai pada obrolan kosong di pos ronda para pemuda desa.

Munculnya anggaran yang besar membuat sejumlah pihak bahwa menyarankan agar Bupati dan DPRD Pandeglang tidak mengesahkan anggaran tersebut, khususnya dari kalangan mahasiswa, akan tetap lebih heboh lagi ketiga ada sekelompok warga mengelar aksi unjuk rasa mendukung penganggaran pembelian sepeda untuk RT dan RW yang digembor-gemborkan oleh Bupati Pandeglang.

Dari beberapa berita yang saya baca keduanya memiliki alasan dalam melakukan tindakan, para mahasiswa menolak karena melihat Kabupaten Pandeglang belum pas untuk bisa memberikan penghargaan sepeda listrik untuk RT dan RW-nya sebab dengan anggaran yang besar sangat disayangkan jika harus dibelikan pada sepeda listrik lebih baik membangun infrastruktur jalan, sementara kelompok lain yang mendukung dengan atas nama Forum RT dan RW melihat sudah selayaknya para RT dan RW ini diberi penghargaan oleh pemerintah Kabupaten Pandeglang karena dianggap sebagai ujung tombak dari pelayanan pemerintah.

Polemik itu terus muncul bahkan sampai pada sejumlah parpol yang menyatakan mendukung dan menolak dengan keinginan kepala daerah tersebut.

Polemik sepeda listrik di Pandeglang adalah bagian dari kebijakan publik dimana rakyat juga bisa bersuara, bahkan menyampaikan saran pada kepala daerah dan anggota DPRD.

Namun yang saya ingin sampaikan adalah bagimana memaknai kewarasan masyarakat Pandeglang mulai dari Kepala daerah, anggota DPRD, Kepala Dinas, Camat, Kepala Desa, RW sampai tingkat RT dengan melihat kondisi Kabupaten Pandeglang dengan 35 Kecamatan dan wilayah yang sangat luas.

Loading...

Kewarasan dalam kamus bahasa Indonesia bisa diartikan sehat jasmani dan rohani, atau kewarasan juga bisa disebut lawan kata dari ketidak-warasasan (gila-red). Dalam tulisan ini saya ingin menyampaikan sesederhana mungkin mengapa memilih judul “Sepeda Listrik dan Kewarasan Masayarakat Pandeglang” karena saya melihat apa yang dibahas dan diusulkan oleh eksekutif lalu disahkan legislatif dengan kondisi Kabupaten Pandeglang sekarang sangat tidak relevan, kebutuhan dan keinginan pemimpin disini sangat bertentangan sehingga penulis melihat ada kewarasan masyarakat Pandeglang khususnya Bupati dan sejumlah anggota DPRD Pandeglang yang sedang mengalami sakit atau gangguan, karena memang kewarasan juga kerap mengalami gangguan apa lagi kita sebagai manusia biasa yang tidak sempurna.

Justru yang saya khawatirkan adalah adanya penganggaran sepeda listrik dengan nilai yang cukup besar ini muncul dari ketidakwarasan masyarakat Kabupaten Pandeglang, atau ini angan-angan dari para pemimpin daerah dengan semangat utopis dan khayalan.

Jika hal ini muncul dari kepala daerah dalam hal ini Bupati Pandeglang, jangan salah ini cukup berbahaya karena ketidakwarasan ini akan dengan mudah menjangkit jika terjadi pada pimpinan sehingga akan terjadi ketidakwarasan masal, termasuk dalam penganggaran sepeda listrik untuk RT dan RW di Kabupaten Pandeglang.

Kenapa saya sebut ketidakwarasan masal, sebab dengan kondisi Kabupaten Pandeglang yang infrastrukturnya masih dalam kondisi tidak layak Bupati malah mengusulkan sepeda listrik dengan nilai anggaran miliaran, parahnya lagi ini didukung oleh sejumlah anggota DPRD serta para kepala dinas dan anak buahnya. Bisa jadi saat ini masayarakat Pandeglang sedang kehilangan kewarasan sehingga bisa adu-adu antara mahasiswa yang menolak dengan warga yang mendukung.

Jikalau kebijakan penganggaran pembelian sepeda listrik yang diusulkan oleh eksekutif dibuat dalam kondisi kehilangan kewarasan, tanpa bisa membedakan mana yang dibutuhkan masayarakat banyak dan mana yang dibutuhkan oleh kelompok kepentingan, sehingga ahirnya menimbulkan benturan dan konflik kepentingan.

Oleh karena itu kewarasan ini harus benar-benar dalam kondisi baik dalam mengambil kebijakan, saya harap kebijakan penganggaran sepeda listrik ini harusnya direncanakan dengan kondisi kewarasan rasional dimana pikiran dan tindakan yang membawa kita lebih dekat kepada tujuan kita.

Ingatkan tujuan Bupati dan para anggota DPRD Pandeglang bagimana mensejahterakan rakyat Pandeglang dengan membangun infrastruktur. Sehingga jika rasional dari anggaran Rp38 miliar berapa ruas jalan yang bisa dibangun dan melancarkan aktivitas ekonomi masyarakat Pandeglang, dan makin waras seseorang maka makin rasional pikiran dan perilakunya.

Tidak waras seseorang jika si A disuruh cepat-cepat ke kantor kecamatan dengan jalan yang rusak dan jauh menggunakan sepeda listrik, karena bagi yang waras pasti akan menggunakan sepeda motor.

Yang perlu dikhawatirkan itu adalah timbulnya ketidakwarasan masal di Pandeglang khususnya di kalangan birokrat, dan jangan sampai membuat masyarakat menjadi tidak waras, oleh sebab itu jangan sampai ketika seseorang mencuri uang rakyat atau korupsi dianggap wajar, maka sebenarnya masyarakat sedang sakit, melihat pemimpinya sewenang-wenang dan dianggap wajar kewarasannya harus dipertanyakan.

Simpulan

Dari tulisan ini saya menyimpulkan bahwa penyusunan anggaran pemerintah daerah baik jalur eksekutif maupun legislatif tidak menempatkan posisi kebutuhan masyarakat dalam rangking pertama.

Namun lebih cenderung banyak mengakomodasi kepentingan-kepentingan kelompok saja. Buktinya penganggaran sepeda listrik oleh pemkab Pandeglang menjadi banyak polemik dan benturan kepentingan, kelompok ini nolak, kelompok satu lagi mendukung.

Pada ahirnya masyarakat seolah dibenturkan dengan sesama warga dalam selisih faham. Dengan kondisi tersebut membuktikan kalau Kewarasan masyarakat Pandeglang harus dipertanyakan dalam mengambil kebijakan pengusulan anggaran sepeda listrik. Sebab jika kondisi kewarasan orang Pandeglang baik-baik saja mungkin tidak akan muncul penganggaran sepeda listrik dengan nilai sebesar Rp38 miliar.

Jikalau kewarasannya dalam kondisi baik pasti akan lebih mengutamakan pembangunan jalan rusak yang masih banyak di pelosok Pandeglang, karena orang dengan kewarasannya baik, ia pasti selalu berpikir rasional.

Selain itu aspek kebijakan, anggaran publik di Pandeglang belum mencerminkan wujud dari kepentingan publik. Masih banyak kepentingan yang mengintervensi dalam proses penganggaran baik secara politis maupun birokratis. Atau mungkin ini kewarasan politik kepala daerah yang memanfaatkan ketidakwarasan masyarakat.

Sebab sejumlah politisi kadang tidak peduli menyebar hoaks, fitnah, pencemaran nama baik, data palsu, dan harapan kosong.

Menjaga kewarasan memerlukan ketabahan dan kesabaran. Menjaga kewarasan memerlukan ketabahan dan kesabaran. Tidak mudah terpengaruh oleh yang banyak. Apa lagi ada pepatah mengatakan kebenaran justru sering kali berada di tangan yang sedikit. ***

 

KPU Pdg Coklit
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien