Tidak Dihadirkan di Persidangan, Itu karena Lisannya yang Bak Sembilu
Tidak siap berargumentasi mempertahankan keyakinan pada pasal-pasal yang akan disangkakan pada terdakwa. Padahal di pengadilan itulah pasal-pasal yang dikenakan itu diuji. Dan hak terdakwa untuk menyanggah, jika ditemukan hal-hal tidak sebenarnya.
Ada ungkapan Habib Rizieq yang mengatakan, ada diskriminasi hukum atas dirinya. Kenapa Irjen Napoleon Bonaparte bisa dihadirkan di pengadilan, sedang dirinya tidak diperlakukan yang sama. Tentu masalahnya beda.
Pada kasus Habib Rizieq ini bukan sekadar masalah hukum semata, tapi menyeret banyak masalah kemanusiaan menyertainya, dan itu yang ditakutkan akan dibongkar dengan lisannya yang tajam bak sembilu. Itu menakutkan.
Kita lihat saja nanti di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, tempat yang mestinya mengadili Habib Rizieq apakah sidang akan tetap berjalan, meski terdakwa dan sekaligus pembelanya tidak menghadirinya. Jika itu terjadi, maka persidangan ini bisa dicatat dalam Guinness World Records, atau setidaknya dicatat Museum Rekor Indonesia (MURI). Dicatat sebagai sidang paling aneh se-dunia, dicatat dengan buruk. (*)
—————
Tulisan di atas dibuat sebelum sidang dimulai. Tidak diubah sebagai sebuah analisa.
Dan ternyata, Habib Rizieq tetap dipaksa mengikuti sidang virtual dengan digelandang.
Sempat disorot di lorong Bareskrim Polri saat ia menolak masuk ke ruangan untuk mengikuti sidang virtual. Selama 15 menit lebih pihak jaksa membujuknya dan tetap ia menolak untuk hadir.
Setelah ditunggu selama lima menit tidak juga hadir, maka hakim pun melanjutkan sidang dan memerintahkan jaksa untuk segera menghadirkan terdakwa.
“Gunakan cara apapun agar terdakwa hadir di persidangan! Minta tolong aparat kepolisian untuk mdnghadirkan terdakwa,” ujar hakim.
Tak beberapa lama kemudian, sejumlah aparat tampak membawa Habib Rizieq sambil memegangi lengannya terdengar suara teriakan marah dari Rizieq saat dia dibawa paksa petugas.
Sambil berdiri di depan sorotan kamera, ia meluapkan amarahnya, “Saya dipaksa, didorong, dihinakan! Ini hak asasi saya sebagai manusia! (Sebagaimana ditulis kompas.com, 19 Maret). (*/Hidayatullah)