Habib Rizieq Mewarisi Darah Pahlawan Betawi Si Pitung

JAKARTA – Nama Habib Rizieq Shihab sudah dikenal seantero Indonesia. Selain nasabnya tersambung hingga Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) itu ternyata mewarisi darah pahlawan dari Betawi, Pitung.

Kepada Alwi Shahab di ruang tamu rumahnya beberapa tahun lalu, HRS merawikan bagaimana garis keturunannya tersambung kepada Pitung, jagoan Betawi yang dibenci Belanda tersebut.

Lalu darimana kabar jika HRS masih kerabat dekat Pitung? Kakek HRS, Habib Muhammad Shihab, dahulu pernah memiliki ratusan delman dan memiliki istal kuda di depan RS Pelni. Delman yang bertrayek Tanah Abang ke Kebayoran Lama ini pernah diganggu preman yang mengaku anak buah si Pitung, jagoan Betawi yang dibenci Belanda.

Seperti dituturkan HRS, kakeknya itu langsung menemui Pitung yang merasa tidak senang namanya dicatut. Rupanya pertemuan itu malah membuat dua tokoh Betawi tersebut menjadi akrab. Akhirnya, Habib Muhammad dikawinkan dengan ponakan Pitung dari Koebon Nanas, Kebayoran Lama. Dari perkawinan ini lahirlah Husein Shihab, ayah HRS.

Lantas siapakah Husein Shihab? Ayah HRS itu adalah pemimpin Pandu Arab Indonesia (PAI). Pada awal 1950-an, Husein Shihab telah menghimpun para pemuda Arab untuk mengabdi pada bangsa melalui bidang kepanduan. Dia lebih dikenal dengan sebutan hopman, kata Belanda untuk pemimpin kepanduan.

Seperti juga HRS, ayahnya itu juga sangat cekatan dalam memimpin dan memberikan pengarahan kepada para pemuda yang tergabung dalam PAI. “Saya, yang juga menjadi anggota pandu ini lebih setengah abad lalu, membandingkan penampilan sang ayah dengan putranya,” kata Alwi Shahab.

Sangat jauh berbeda dengan penampilan sang ayah yang sering memakai jas dan dasi, putranya ini selalu mengenakan jubah dan sorban. ”Ayah saya memang modern dan orangnya sangat berbaur,” kata HRS. Wajah pria kelahiran Agustus 1965 itu hampir sama dengan wajah almarhum ayahnya.

Sekalipun cara berpakaian dan berpikirnya modern, Husein Shihab sangat dekat dengan ulama Betawi terkemuka, Habib Ali Alhabsyi dari Kwitang, Jakarta Pusat. Pada acara-acara seperti Maulid Nabi, Isra Miraj dan menerima tamu asing, Habib Ali selalu meminta Husein Shahab yang fasih berbahasa Belanda menjadi MC. Acara-acara Pandu Arab yang dilakukan tiap Sabtu sore berlangsung di halaman Madrasah Unwanul Falah di Kwitang. Madrasah yang dibangun oleh Habib Ali pada 1911 ini telah melahirkan sejumlah ulama Betawi.

Habib Rizieq mengaku ketika ayahnya meninggal dunia tahun 1966, dia baru berusia 11 bulan. ”Jadi saya mengenalnya hanya dari foto,” katanya. Sang ayah yang lahir tahun 1920-an, sebelum meninggal di Polonia, Jatinegara, berkata kepada seorang anggota keluarganya, ”Tanyakan kepada putra saya ini, kalau sudah besar mau menjadi ulama atau jagoan. Kalau mau jadi ulama, didik agamanya dengan baik. Kalau mau jadi jagoan, berikan dia golok”. Sejak itu, HRS dipindahkan ke Jatipetamburan dan terakhir lulus Riyadh University (kini King Saud University) Arab Saudi.

Menurut sejumlah teman almarhum Husein Shihab, pemimpin Pandu Arab ini pernah bekerja di Rode Kruis (kini Palang Merah Indonesia) pada masa kembalinya Belanda setelah proklamasi kemerdekaan. Habib Husein, yang ketika itu masih berusia 20 tahunan, bekerja di bagian logistik. Di sini dia punya hubungan dengan para pejuang kemerdekaan. Dia banyak memberikan makanan dan pakaian untuk para pejuang yang ketika itu bergerilya di Jakarta dan sekitarnya.

Rupanya pihak NICA (tentara Belanda) mengendus tingkah lakunya itu, karena ada kawannya sendiri yang tega mengkhianatinya dan melaporkannya pada NICA. Tanpa ampun lagi, Husein Shihab pun ditangkap. Kedua tangannya diikat dan ia diseret dengan kendaraan jip.

Di penjara dia divonis hukuman mati oleh Belanda. Tapi, berkat bantuan Allah, Husein berhasil kabur dari penjara dan melompat ke Kali Malang. Dia selamat, meskipun bagian pantatnya tertembak. Dia sadar setelah sebelumnya mendapat pertolongan dari KH Nur Ali, pejuang Bekasi yang sangat ditakuti NICA.

Suatu hari, Rizieq memperlihatkan foto ayahnya dengan istri Bung Karno, Fatmawati, dalam suatu upacara pada awal kemerdekaan. Dia menyatakan bangga, ayahnya punya semangat nasionalisme yang tinggi dan ikut membakar para pemuda Arab melawan Belanda melalui Pandu Arab Indonesia. (*/Republika)
[socialpoll id=”2521136″]

Honda