Dari Program Sertifikat Gratis, Puluhan Warga di Pandeglang Malah Kehilangan Tanah 63 Hektar

DPRD Pandeglang Adhyaksa

SERANG – Sejak tahun 1980, Pemerintah Indonesia melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah mempromosikan Program Sertifikasi Tanah (PST) sebagai strategi nasional untuk memfasilitasi pembangunan. Promosi ini telah dilakukan dengan menyusun program nasional seperti Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) pada tahun 1981 dan Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah (LARASITA) di tahun 2006. Program ini tidak terkecuali untuk rakyat di daerah perkotaan maupun pedesaan.

Dalam tiga tahun terakhir 2014-2017, Pemerintah Indonesia di era Presiden Joko Widodo semakin aktif mempromosikan PST di Indonesia. Birokrasi yang dulunya mahal dan tidak efektif telah diperbaiki agar dapat mencapai ambisi pemerintah untuk menerbitkan 60 juta sertifikasi tanah pada tahun 2021.

Tetapi sangat disayangkan, program Pemerintah Indonesia yaitu PST diduga dimanfaatkan oleh beberapa oknum pejabat Pemerintah.

Kejadian itupun, bermula pada tahun 1990-1991, dimana 80 orang warga Desa Rancapinang, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, yang memiliki tanah seluas 63 hektar, jadi korban penipuan hingga harus kehilangan haknya atas tanah mereka. Padahal tanah tersebut adalah warisan dari turun temurun pada tahun 1971.

Saat itu, mereka mendapatkan tawaran dari pihak Desa maupun Kecamatan untuk ikut program Nasional, yaitu Sertifikasi Tanah secara gratis. Namun seiring berjalannya waktu, dan menunggu selama 17 tahun, sertifikat tanah milik 80 orang warga Desa Rancapinang itu tak kunjung terbit dan diterima oleh warga.

Hingga akhirnya memasuki awal tahun 2017, tanah seluas 63 hektar milik warga Desa Rancapinang, mendadak dikuasakan kepada satu orang pemilik, bernama Merysanti Tangga. Sehingga akhirnya, warga Rancapinang hanya mendapatkan hak garap selama 2017 dan bukan sebagai pemilik.

Cerita ini berlanjut, bahwa pada pengunjung tahun 2017, Merrysanti ingin menjual sebidang tanah tersebut kepada salah seorang pengusaha. Dengan mengutus salah seorang dari pengusaha tersebut bernama Erfan Efendi Sugianto.

Kuasa Hukum Warga Desa Rancapinang, Direktur Saefullah Keluarga Law Firm, Ipul Syaifullah menjelaskan, penjualan tanah seluas 63 hektar tersebut ternyata mengalami kendala. Hingga akhirnya pihak pembeli membawa seorang oknum Jaksa dari Kejaksaan Tinggi Banten berinisial E, yang bertugas mengurus proses pelepasan tanah dari warga.

“Dikumpulkanlah 42 orang dari 80 orang warga Desa Rancapinang di awal tahun 2018 dengan diberikan uang ganti rugi dengan tak jelas asal usulnya,” kata Ipul saat ditemui Fakta Banten, di salah satu perumahan di Kota Serang, Minggu (4/8/2019).

Lebih dalam Ipul Syaifullah menerangkan, ternyata dari 42 orang yang dikumpulkan, berdasarkan dari hasil verifikasi hanya 60 orang warga Desa Rancapinang sebagai pemilik sah tanah seluas 63 Hektar.

“Dengan alasan 20 orang warga Desa Rancapinang tidak memiliki kelengkapan dokumen kepemilikan tanah tersebut,” ungkapnya.

Kemudian dari 60 orang warga Desa Rancapinang, dikatakan Ipul Syaifullah, hanya 42 orang yang diundang dan dikumpulkan oleh oknum Jaksa berinisial E tersebut.

Loading...

“Hanyalah 28 orang saja menghadirinya. Mereka pun diberikan uang kerohiman atau bisa dibilang uang ganti rugi sebagai pembayaraan tahap awal sebesar Rp 3 juta untuk 1 orang di pertengahan 2018,” jelas kuasa hukum warga.

“Sisanya 14 orang tidak menghadirinya, dan tidak mendapatkan uang pembayaran tahap awal,” imbuhnya.

Keterlibatan seorang oknum jaksa berinisial E, yang memfasilitasi proyek pembebasan lahan ataupun bisa dibilang sebagai aktor intelektual, menurut Ipul, hal tersebut merupakan sebuah kejanggalan. Terlebih kejadian inipun telah memakan proses dan waktu yang cukup panjang, dengan akhirnya 28 orang yang mendapatkan uang ganti rugi tersebut tak kunjung mendapatkan kejelasan.

Alhasil, kata Ipul, dibentukanlah Tim Advokasi Pendampingan Masyarakat Desa Rancapinang (TAM-R) secara resmi dimulai sejak 25 Oktober 2018. Khusus mendapingi 28 orang warga Desa Rancapinang.

“Singkat cerita, Tim TAM-R telah berhasil bernegosiasi. munculah harga permeter senilai Rp 10 ribu rupiah, dengan total yang dibayar sebanyak 28 orang dan luas tanah sebesar 28 hektar,” ungkapnya.

Usut punya usut, masih kata Ipul, persoalan tak kunjung sampai disitu. Dikarenakan, masih tersisa 14 orang warga Desa Rancapinang dari 42 orang yang diundang oleh oknum Jaksa tersebut. Hingga akhirnya, dari 14 orang yang ditemui dan berniat menjual tanahnya.

“Pada saat pembayaran, terdapat 6 orang tidak datang. Uangnya pun diambil oleh oknum jaksa berinisial E sebesar Rp 449 juta. Dengan alasan akan dikasihkan,” katanya.

Tetapi lain di mulut, lain kenyataannya, Ipul sebagai kuasa hukum warga mendapatkan keterangan dari 6 orang warga Desa Rancapinang, yang ternyata sampai detik ini belum menerima uang dari oknum Jaksa itu. Padahal tanah yang dimilikinya, seluas 10 Hektar dengan uang senilai Rp 449 juta. Sedangkan untuk 8 orang warga Rancapinang belum dibayarkan dan tanah tersebut tidak bersedia dijual.

Kemudian TAM-R pun punya inisiatif, masih kata Ipul Syaifullah, dengan mencarikan orang yang lain. Alhasil, menjadi temuan dengan masuk pasal 38 sebagai penipuan. 8 orang warga Rancapinang dipalsukan nama, dan sudah berkomunikasi dengan oknum Jaksa berinisial E.

“Informasi yang saya dapat, oknum jaksa mengatakan bahwa urus saja, biar hukum saya yang ngatur. TAM-R pun masuk dalam perangkap, dan pada 23 Juli 2019, Ketua TAM-R Rochmat Insany dipanggil Polres Kabupaten Pandeglang dan tidak bisa pulang lagi. Karena sebagai tersangka 378. Padahal, diduga oknum Jaksa berinisial E masuk dalam pusaran perkara 378, pembebasan lahan di desa Rancecet dan Rancapinang, Kecamatan Cimanggu ini. Sekarangpun puluhan warga mengadukan nasibnya ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia,” jelas Ipul yang kini resmi ditunjuk sebagai pengacara Rochmat maupun Kuasa Hukum Warga Desa Rancapinang.

Diketahui, Tim Advokasi Pendampingan Masyarakat Desa Rancapinang (TAM-R) secara resmi dimulai sejak 25 Oktober 2018. Dengan dipimpin langsung sebagai Ketua TAM-R yaitu, Rochmat Insany; Sekretaris, Saprudin Muhamad Suhaemi; dan Anggota, Hanapi, Sarca, dan Salim Hidayat.

Selain 28 orang pemilik lahan, masih ada 32 orang lagi dari 60 warga Desa Rancapinang yang sebagian memiliki hak untuk lahan 63 Hektar dan sampai kini belum mendapatkan kejelasan. Padahal mereka memegang bukti kepemilikan tanah berupa girik dan dokumen lainnya. (*/Ocit)

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien