Melihat Pandeglang Diusia ke 144

…. apakah Bupati Irna Narulita sudah menepati janjinya.??

PANDEGLANG – Pada hari Minggu 1 April 2018 Kabupaten Pandeglang genap berusia 144 tahun dan begitupun Bupati dan Wakil Bupati kabupaten Pandeglang Irna Narulita dan Tanto Warsono Arban (Intan) genap hampir 2 Tahun memimpin Kabupaten tercinta ini. Kabupaten Pandeglang yang sudah berusia 144 tahun seharusnya sudah menjadi Kabupaten yang mapan dan mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya dan menjadi cerminan bagi kota atau kabupaten lainnya di Banten. Diketahui, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Pandeglang Tahun Anggaran 2018 sebesar Rp 2,362 triliun, terdiri dari pendapatan asli daerah (PAD) Rp 202,265 miliar, dana perimbangan Rp 1,670 triliun, lain-lain pendapatan daerah yang sah Rp 489,434 miliar, dan pembiayaan daerah Rp 263,378 miliar. Dari dana itu sebesar 20 persen atau sebanyak Rp 460 miliar “katanya” akan dipergunakan untuk perbaikan infrastruktur. Akan tetapi pada kenyataannya, Kabupaten Pandeglang menghadapi berbagai macam persoalan. Kabupaten Pandeglang sering dipandang sebagai salah satu daerah yang paling terbelakang diantara kabupaten/kota lain di Provinsi Banten ini.

Di Pandeglang juga masih banyak ditemukan sekolah yang rusak, jalan rusak dan berlubang, jembatan putus, irigasi yang tidak terurus, warga yang belum menikmati listrik, warga yang belum terjangkau fasilitas kesehatan, warga yang mengalami gizi buruk, dan sejumlah permasalahan sosial-ekonomi lainnya.

Pandangan tersebut bersumber dari beberapa indikator dasar, dimana Kabupaten Pandeglang memang tertinggal dibandingkan daerah lainnya.

Daftar masalah ini dapat dibuat semakin panjang dan menjadi tantangan bagi siapapun yang memimpin Pandeglang. Apakah ini pertanda bahwa pemerintah Kabupaten Pandeglang selalu gagal dalam memimpin kabupaten Pandeglang karena tidak serius menangani setiap permasalahan?

Sudahkan Irna Narulita dan Tanto Warsono Arban menepati janji-janji sucinya kepada masyarakat Pandeglang?

Sebagai bentuk keseriusan untuk memenuhi janji pada masyarakat, janji politik yang merupakan visi dan misi pasangan Bupati Pandeglang Irna Narulita dan Wakil Bupati Tanto Warsono telah disusun dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) 2016-2021.

RPJMD 2016-2021 Kabupaten Pandeglang menyangkut lima isu strategis, yakni peningkatan sumber daya manusia, daya saing daerah dan daya dukung wilayah, nilai tambah sektor strategis daerah. Isu lainnya, yakni meningkatkan investasi dan perizinan, serta tata kelola pemerintahan. Kelima isu itu dirumuskan dalam visi dan misi Kabupaten Pandeglang.

Visi Kabupaten Pandeglang tahun 2016-2021, yakni terwujudnya Pandeglang Berkah melalui transformasi harmoni agrobisnis, maritim bisnis dan wisata bisnis menuju rumah sehat dan keluarga sejahtera 2020. Sedangkan misinya, yakni memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, membangun konektivitas wilayah, meningkatkan nilai tambah sektor pertanian, meningkatkan nilai tambah sektor maritim, modernisasi pengelolaan potensi wisata, meningkatkan tata kelola pemerintahan dan memperkuat sistem inovasi.

RPJMD sebagai Tolak Ukur ada berapa banyak di antara kita yang telah mendengar, mengetahui, mengenal, bahkan memahami RPJMD? Bagaimana kaitannya RPJMD dengan kinerja kepala daerah?

Sebagai masyarakat, kita tentu mengharapkan peningkatan kinerja dari kepala daerah terpilih. Peningkatan kinerja tersebut diharapkan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Beberapa ukuran digunakan untuk menilai kinerja kepala daerah. Di antaranya, tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran, dan pemberantasan korupsi.

Sebenarnya, apa yang menjadi tolok ukur berhasil tidaknya kinerja kepala daerah?

Kapan prestasi tersebut dapat dinilai? Siapa yang dapat meminta kepala daerah untuk mempertanggung jawabkan kinerja mereka?

Sebagaimana tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD), kinerja seorang kepala daerah diukur melalui capaian indikator. Selain memberikan arah pembangunan pemerintah daerah selama menjabat kepala daerah, RPJMD berfungsi sebagai kontrak kerja antara eksekutif (kepala daerah dan jajarannya) dan legislatif (DPRD).

Asumsi penulis, setidaknya ada tiga alasan mengapa RPJMD dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan jalannya pemerintahan kepala daerah. Pertama, Karena RPJMD adalah “kompilasi” janji-janji kepala daerah saat berkampanye. Sesuai dengan UU No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Penjelasan), janji-janji calon kepala daerah saat kampanye harus dituangkan dalam dokumen RPJMD. RPJMD tersebut harus selesai disusun selambat-lambatnya tiga bulan setelah kepala daerah dilantik.

Janji-janji itu dapat berupa rumusan program, kegiatan, atau indikator kinerja yang diharapkan dapat diwujudkan kepala daerah selama memimpin. Janji itu suatu saat akan dipertanggung jawabkan. Kedua, Karena RPJMD adalah sebuah legitimasi atau kontrak kinerja. Legitimasi sebuah RPJMD diatur dalam Pasal 150 Butir 3e UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

RPJMD ditetapkan dengan peraturan daerah (perda). Artinya, RPJMD disusun melalui serangkaian tahapan oleh kepala daerah dan melibatkan DPRD. RPJMD disahkan DPRD dalam bentuk perda. RPJMD adalah dokumen formal yang berfungsi sebagai kontrak kerja antara eksekutif dan legislatif yang semestinya secara periodik dapat dimintakan pertanggung jawaban oleh DPRD atas realisasi pelaksananya oleh pemerintah.

Komitmen yang tinggi untuk menjalankan sebuah akuntabilitas kinerja pemerintahan dari kedua pihak dimaksud diharapkan dapat menghasilkan sebuah RPJMD yang memenuhi kebutuhan secara substansial. Ketiga, RPJMD adalah tolak ukur indikator utama kinerja kepala daerah. Salah satu komponen terpenting dalam sebuah dokumen RPJMD adalah tersedianya tolok ukur kinerja (sering disebut indikator kinerja) yang dapat memberikan ukuran keberhasilan pelaksanaan pemerintahan.

Penetapan indikator kinerja dihasilkan melalui sebuah tahap rumusan dan komunikasi bersama dari seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholders) di lingkungan pemerintahan. Yaitu, kepala daerah beserta jajarannya, masyarakat, pemerintah pusat, dan pihak lainnya. Agar indikator kinerja itu dapat memberikan kontribusi maksimal dalam keberhasilan penilaian kinerja kepala daerah, Kementerian PAN-RB telah menetapkan tujuh kriteria indikator kinerja yang baik, yaitu: Relevan dan langsung, objektif dan tidak bias, spesifik, cukup, dapat dikuantifikasi, dapat dirinci, praktis, dan dapat diyakini.

Poin terakhir, indikator kinerja dapat diyakini bila kualitas data yang diperoleh telah cukup memadai untuk pengambilan keputusan.Standar kualitas data seperti apa yang akan berguna? Data yang diperlukan seorang manajer program tidak perlu setara dengan standar rigid ilmuwan sosial.

Kriteria lainnya yang sering digunakan adalah kriteria timelines (ketepatan waktu) dan applicable (dapat dicapai/direalisasikan). Selain tujuh kriteria tersebut, negara telah memberikan referensi yang sangat berguna bagi pemerintah daerah dalam menetapkan indikator RPJMD. Itu tertuang dalam lampiran Peraturan Pemerintah RI Nomor 6 Tahun 2008. Peraturan tersebut memuat indikator kunci yang terbagi dalam 3 aspek. Yaitu, Pertama, Aspek kesejahteraan masyarakat. Aspek itu meliputi tiga fokus. Yakni, kesejahteraan dan pemerataan ekonomi, kesejahteraan sosial, serta seni budaya dan olahraga.

Setiap fokus memuat indikator kinerja di antaranya, pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, pendapatan per-kapita, ketimpangan kemakmuran, dan pemerataan pendapatan. Selain itu, ketimpangan regional, angka melek huruf, angka usia harapan hidup, dan jumlah gedung/sarana olahraga. Kedua, Aspek pelayanan umum. Aspek tersebut meliputi dua fokus. Yakni, pelayanan dasar dan pelayanan penunjang.

Setiap fokus tersebut memuat rasio guru terhadap murid, rasio dokter per satuan penduduk, persentase penanganan sampah, dan rasio daya serap tenaga kerja. Ketiga, Aspek daya saing daerah. Aspek itu meliputi empat fokus. Yaitu, kemampuan ekonomi daerah, fasilitas wilayah/infrastruktur, iklim berinvestasi, dan sumber daya manusia.

Indikator kinerja yang mendukung empat fokus tersebut, antara lain, tingkat produktivitas daerah pada sembilan sektor, tingkat ketaatan terhadap RTRW, persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih, dan lama proses perizinan. Setelah indikator kinerja ditetapkan dan dituangkan dalam RPJMD, tidak ada lagi ukuran kinerja bagi kepala daerah.

Selanjutnya, indikator kinerja itu wajib dituangkan kembali dalam dokumen pelaksanaan anggaran (DPA). Itu merupakan bentuk perwujudan anggaran berbasis prestasi kerja (atau anggaran berbasis indikator kinerja RPJMD) setiap tahun.

Menurut UU No 25 Tahun 2005 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, RPJMD memiliki periode sesuai dengan periode jabatan kepala daerah, yaitu lima tahun. Karena itu, stakeholder bisa meminta pertanggung jawaban melalui RPJMD.

Untuk mengukur keberhasilan secara tahunan, RPJMD harus dijabarkan lebih lanjut atau dituangkan dalam dokumen tahunan yang dinamakan rencana kinerja tahunan (RKT) atau penetapan kinerja (PK). Realisasinya dilaporkan dalam bentuk laporan akuntabilitas kinerja yang juga bersifat tahunan.

Menagih Janji Irna, menagih janji kepala daerah terpilih berarti menagih capaian indikator kinerja yang tertuang dalam RPJMD. Capaian kinerja kepala daerah dalam RPJMD tersebut dapat diukur pada akhir tahun kelima masa jabatan. Capaian progress-nya dilihat secara tahunan.

DPRD sebagai lembaga legislatif memiliki peran/kontribusi yang sangat strategis untuk mendorong terwujudnya sebuah RPJMD yang mampu mengakomodasi janji-janji kepala daerah terpilih.

Hasil survey Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Mathla’ul Anwar Banten 2018, telah meramu berbagai masalah di Kabupaten Pandeglang yang selalu dikeluhkan masyarakatnya dan solusinya, diantaranya:

Pertama, 4 (Empat) masalah utama Pandeglang, yaitu: Persoalan infrastruktur (banyaknya jalan yang rusak), daya beli masyarakat yang rendah, pengangguran, dan kemiskinan. Untuk itu pemerintah daerah Pandeglang harus fokus pada itu, yaitu: pembangunan infrastruktur, memperbaiki daya beli masyarakat, mengurangi pengangguran, dan perbaikan ekonomi.

Terkait dengan hal tersebut, survey Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Mathla’ul Anwar Banten 2018 menyusun beberapa rekomendasi untuk perbaikan layanan. Pertama, pemerintah kabupaten Pandeglang perlu memperbaiki metode “komunikasi” dengan masyarakat dan meningkatkan kapasitas personil terkait peningkatan kinerja, serta mengefektifkan perencanaan serta penganggaran daerah untuk memperbaiki pelayanan infrastruktur yang buruk. Kedua, untuk memastikan bahwa tenaga layanan bekerja sesuai waktu yang ditetapkan, pemerintah kabupaten Pandeglang perlu meningkatkan pengawasan terhadap kinerja para personilnya dalam memberikan layanan dasar dan membangun sistem penanganan keluhan warga. Ketiga, pemerintah kabupaten Pandeglang perlu mendorong inisiatif pemerintah desa agar memanfaatkan Alokasi Dana Desa untuk memperbaiki infrastruktur yang ada di wilayahnya, terutama jalan dan penyediaan air bersih.

Itulah pentingnya bahwa yang jadi kepala daerah dalam hal ini Bupati harus mencoba menjawab permasalahan masyarakat, dan selalu membayangkan kalau bagaimana dia menjadi masyarakat. Kedua, Inovasi dan Perubahan pola pikir. Kalau ingin maju Pandeglang, Pemerintah Kabupaten Pandeglang harus memastikan dengan tegas menyelesaikan masalah-masalah di Pandeglang dengan terobosan dan inovasi-inovasi baru. Tentunya, tidak hanya membangun infrastruktur saja tapi juga sosial budaya, pola pikir, dan culture masyarakatnya.

Konsep jemput bola, mendatangi warga, harus dijadikan trend dalam hal pelayanan publik kearah yang lebih baik. Lakukanlah berbagai terobosan dalam menerapkan berbagai program kerjanya di tengah kebekuan birokrasi di Pandeglang. Misanya, dengan melakukan terobosan-terobosan dengan menghidupkan kembali taman-taman kota atau simbol-simbol keindahan, penataan kembali aset-aset pemda yang terbengkalai (tugu kota, kewedanaan dijadikan balai rakyat, dll), mempercepat pembuatan akte kelahiran, surat2 izin, dll bagi warganya, dan kadang pola pikir wargalah yang terkadang bagian dari problem itu sendiri.

Jadi ini harus ada dan dimulai dari perubahan pola pikir. Maka, kedepan selain bergerak di lapangan untuk melakukan inovasi perubahan, Pemda juga harus melakukan kampanye kreatif di mana-mana agar pola pikir masyarakat Pandeglang ikut berubah. Keempat, Pandeglang dan Bupati Bayangan.

Persoalan “bupati bayangan” adalah istilah ini ditujukan untuk apabila seseorang yang diberi kursi kekuasaan, tetapi hanya menjadi wayang bagi dalang di belakangnya. Ia tak

lebih hanya sebagai kepanjangan tangan dari seseorang atau sekelompok orang yang memanfaatkan kekuasaan itu untuk kepentingan mereka sendiri. Yakni pemimpin yang bertindak sesuai dengan kehendak “bayangan”. Perlu dipahami, publik sekarang sudah cerdas dan mereka paham bahwa tentang makna “pemimpin” adalah bahwa, Pertama, Orientasi pemimpin itu harus untuk kesejahteraan masyarakat, bukan kesejahteraan pribadi, keluarga, atau kelompok. Kedua, Memimpin daerah tidak sama dengan mengurus rumah tangga atau seperti mengurus sebuah kelurahan. Mudah-mudahan Bupati Irna terlepas dari itu semua.

Kelima, Bupati Pandeglang dan Pemda-nya tidak boleh alergi dengan dunia maya, apalagi media sosial (medsos).

Apabila publik mengeluh di Medsos, seharusnya bupati Pandeglang harus respon cepat. Semua warga bisa tanya (kepadanya), kemudian dia feedback (membalasnya). Untuk itu, seyogyanya organisasi perangkat daerah (OPD) di kabupaten Pandeglang agar aktif di medsos. Ini dilakukan untuk menjawab tantangan pelayanan kepada masyarakat, yang membutuhkan respon serba cepat.

Mereka juga harus rutin “menyapa” warganya. Bupati harus mampu menghilangkan jarak komunikasi, Ya, komunikasi adalah kunci, ini sangat krusial sekali, semua harus bicara dan itu kunci dalam mencari setiap solusi.

Saya pikir, betapa sudah terhubungnya masyarakat Pandeglang melalui media sosial. Selain semua kegiatan Bupati dan Pemerintahannya harus sudah diinformasikan melalui media sosial. Seyogyanya juga Bupati dan Pemerintahannya medsos harus digunakan untuk menginformasikan kegiatan, menjawab pertanyaan, dan juga berdebat terhadap kritikan-kritikan. Perlu diingat! Menurut saya media sosial adalah media yang

paling revolusioner hari ini. Tidak hanya mengurusi hal pribadi, tapi juga mengurusi hal-hal serius.

Wilujeng Milangkala Pandeglang, semoga Pandeglang terus berbenah terutama dari persoalan kemiskinan dan infrastrukturnya.

Saya bertanya di mimbar ini kepada masyarakat Pandeglang, apakah Bupati Irna Narulita sudah menepati janjinya.?? (*)

Penulis : Eko Supriatno

Honda