Ini Profil Muchdi PR, Ketum Baru Partai Berkarya
JAKARTA – Mantan Komandan Jenderal Kopassus TNI AD, Mayor Jenderal (Purn) Muchdi Purwoprandjono atau Muchdi Pr didaulat sebagai Ketua Umum Partai Berkarya 2020-2025 dalam Musyawarah Luar Biasa (Munaslub) pada Sabtu, 11 Juli 2020.
Kondisi demikian menjadikan Berkarya terbelah dua. Satu kubu lagi masih dibawah kepemimpinan Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto.
Sebelumnya Tommy Soeharto sudah melakukan protes Munaslub tersebut dengan membubarkan paksa. Namun agenda tersebut tetap digelar hingga melahirkan sejumlah keputusan partai.
Karena saya melihat pak Jokowi sudah berbuat banyak selama lima tahun ini.
“Dalam Munaslub ini, Bapak Mayjen Muchdi PR, purnawirawan Angkatan Darat (AD) sebagai ketum Berkarya periode 2020-2025,” kata Badarudin Andi Picunang yang juga didaulat sebagai Sekretaris Jenderal dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Sabtu, 11 Juli 2020.
Profil Muchdi Purwoprandjono
Muchdi PR lahir di Sleman, pada 15 April 1949. Sebelum berpolitik, ia merupakan tokoh militer angkatan darat dengan pangkat terakhir jenderal bintang dua.
Lulusan Akademi Militer (Akmil) 1970 itu dikenal sebagai salah satu perwira yang moncer pada masa era Orde Baru. Sejumlah posisi strategis kedinasan militer pernah ia emban.
Tercatat, Muchdi pernah menjabat Panglima Komando Daerah Militer (Kodam) Tanjungpura tahun 1985. Kemudian, ia ditunjuk menjadi Komandan Jenderal (Danjen) Komando Pasukan Khusus (Kopassus) menggantikan posisi Prabowo Subianto yang naik pangkat sebagai Pangkostrad pada Maret 1998.
Di era reformasi, Muchdi pernah menduduki jabatan yang cukup menarik di pemerintahan. Ia pernah menjabat posisi Deputi V Badan Intelijen Negara (Bakin) Bidang Penggalangan pada 2001-2005.
Terjun ke Politik
Pada 6 Februari 2008, Muchdi bersama Prabowo Subianto turut berjuang dalam mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Ini merupakan gelanggang politik pertama yang digelutinya.
Saat itu, Muchdi didapuk sebagai Wakil Ketua Umum Partai Gerindra. Hubungan Muchdi dan Prabowo sendiri sudah terjalin sangat dekat sejak lama. Namun, mereka akhirnya berselisih paham hingga membuat Muchdi keluar dari Gerindra pada Februari 2011.
Muchdi kemudian memutuskan bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). “Atas permintaan kader-kader PPP di daerah,” kata Muchdi saat itu.
Ketidakharmonisannya dengan Prabowo berlanjut. Pada pilpres 2014 Muchdi memilih untuk mendukung pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) ketimbang mendukung Prabowo-Hatta Rajasa. Padahal PPP saat itu masuk dalam koalisi yang mendukung pasangan Prabowo-Hatta.
Namanya tenggelam setelah itu. Namun ketika Tommy Soeharto mendirikan Partai Berkarya, Muchdi kemudian bergabung dan langsung dipercaya menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Berkarya.
Pada Pilpres 2019, Muchdi kembali menunjukkan ketidakberpihakannya kepada Prabowo. Ia memilih mendukung pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin. Sikap ini bersebrangan dengan keputusan Partai Berkarya yang habis-habisan memberi dukungan kepada Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
“Karena saya melihat pak Jokowi sudah berbuat banyak selama lima tahun ini,” alasan Muchdi saat itu.
Terlibat Kasus Munir
Nama Muchdi Pr disebut-sebut dalam kasus pembunuhan aktivis kemanusiaan dan HAM Munir Said Thalib. Munir meninggal dunia dalam penerbangan tujuan Amsterdam dengan pesawat Garuda Indonesia Tanggal 6 September 2004 akibat diracun.
Pada 19 Juni 2008, Muchdi resmi ditangkap polisi dan ditetapkan sebagai tersangka. Ia dikenakan Pasal 340 KUHP mengenai pembunuhan berencana.
Tim Pencari Fakta (TPF) Munir menyatakan Muchdi terlibat persengkokolan pembunuhan Munir dengan Pollycarpus Budihari Prijanto. TPF mencatat setidaknya ada 27 kali panggilan telepon genggam Pollycarpus ke handphone Muchdi.
Selain itu, TPF menyatakan ada enam kali komunikasi dari telepon Polly ke nomor kantor BIN tepatnya ruang Muchdi di mana nomor kantor tersebut diketahui merupakan nomor rahasia BIN. Komunikasi juga dilakukan empat kali dari nomor telepon rumah Pollycarpus ke nomor telepon yang digunakan Muchdi.
Meski demikian, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan Muchdi PR bebas murni dari segala dakwaan pada 31 Desember 2008. Sementara Pollycarpus harus menerima kenyataan menerima vonis 14 tahun penjara atas kasus tersebut. (*/Tagar.id)