Jetty Dilarang Beroperasi Hilang Pekerjaan, Puluhan Orang Demo KSOP Banten

SERANG – Puluhan massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pesisir Puloampel (AMPP) menggruduk Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Banten di Jalan Pulorida No.101, Kelurahan Tamansari, Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon, Senin (8/4/2019).

Aksi ini dipicu oleh adanya sebagian masyarakat Puloampel yang selama ini bekerja dan menggantungkan ekonomi dari aktifitas Jetty (dermaga) dan Perusahaan Bongkar Muat (PBM), namun kini tidak lagi bisa bekerja, lantaran pihak KSOP Banten tidak lagi memberikan dispensasi kebijakan berupa pelayanan jasa kepelabuhanan aktifitas Jetty berupa Terminal Khusus (Tersus) dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) yang dijalankan PBM.

“Jelas protes pak, suami saya gak dapat duit kalau gak kerja di Jetty, dapur gak ngebul kalau Jetty ditutup. Udah hampir semingguan lah tutup. Saya datang kesini (KSOP), mohon agar Jetty dibuka lagi,” keluh salah satu warga yang merupakan ibu rumah tangga.

Kondisi tersebut dibenarkan oleh Ketua AMPP sekaligus tokoh pemuda Kecamatan Puloampel, Agus Hawasi, yang mengatakan bahwa sebelumnya ia sudah berupaya menegur beberapa PBM untuk kembali beraktifitas agar warga bisa kembali mencari nafkah.

“Kami dari Alansi Masyarakat Pesisir Puloampel sudah menanyakan kepada perusahaan-Perusahaan Bongkar Muat, tapi katanya karena KSOP tidak mau memberi pelayanan lagi, sehingga kegiatan Jetty tidak boleh jalan. Jelas kami tidak terima,” terangnya, saat ditemui wartawan.

AMPP tetap mendesak KSOP Banten untuk kembali memberikan pelayanan jasa kepelabuhanan kepada PBM-PBM yang mengelola Jetty di wilayah Puloampel, karena dianggapnya menyangkut hajat hidup orang banyak.

Selain itu, Agus juga mencurigai ada diskriminasi pelayanan jasa kepelabuhanan Tersus dan TUKS yang dilakukan oleh KSOP Banten, untuk melancarkan usaha perusahaan tertentu saja.

“Kami menduga adanya indikasi monopoli usaha yang mungkin dimainkan oleh KSOP melalui pelayanan jasa kepelabuhanan. Faktanya ada Jetty yang masih diberikan pelayanan dan bebas beroperasi, tapi yang lain dilarang. Kami beri waktu kalau KSOP masih tidak memberikan dispensasi pelayanan kepada Jetty-Jetty dalam 2 hari kedepan maka kami akan melakukan aksi demonstrasi besar-besaran,” tegasnya.

Keluhan juga dirasakan oleh salah satu perwakilan PBM, Jajang, yang mengaku kecewa dengan kebijakan KSOP Banten. Selain usahanya tidak berjalan, pihaknya juga menyayangkan proses perizinan di Direktorat Jendral Hubungan Laut (Dirjen Hubla) Kementerian Perhubungan RI yang lamban.

“Awalnya perusahaan kami yang didemo warga, tapi mau bagaimana lagi KSOP sudah tidak memberi dispensasi pelayanan lagi. Saya sudah mengajukan perizinan sejak tahun 2016 lalu, sampai SIUP mati. Segala persyaratan perizinan sudah dipenuhi, tapi dalam mekanisme kewenangannya Dirjen Hubla lamban,” keluh Jajang.

Dia juga menjelaskan dan mempertanyakan kebijakan KSOP Banten yang menurutnya tidak sejalan dengan ketentuan regulasi terbaru yang telah ditetapkan Kementerian Perhubungan RI.

Kartini dprd serang

“Padahal dalam instruksi Dirjen Hubla bernomor: A. 312/AL. 308/ DJPL, kepada KSOP di poin 5 terkait Tersus dan TUKS untuk pemanfaatan Garis Pantai yang sudah mengajukan permohonan sampai dengan tanggal 31 Desember 2017, tetap dapat diberikan pelayanan jasa kepelabuhanan dan diberikan perpanjangan kesempatan kelengkapan persyaratan perizinan Tersus atau TUKS sampai 30 Juni 2019 nanti,” jelasnya.

“Dasarnya ketentuan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 89 Tahun 2018, saya punya bukti pengajuan sejak tahun 2016, kenapa usaha kami tidak dilayani oleh KSOP? Inilah maksud kedatangan kita hari ini ke KSOP,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala KSOP Banten Herwanto, saat coba dikonfirmasi menurut stafnya sedang ada Raker di Kementerian Perhubungan RI.

Sementara Kepala Bidang Lalu-lintas Laut (Kabid Lala) KSOP Banten, Hotman Sidrajad mengatakan, pihaknya akan menyampaikan aspirasi masyarakat tersebut kepada Dirjen Hubla.

“Mereka menyampaikan aspirasi ke kita, sudah kita catat nanti kita laporkan ke Dirjen (Hubla). Kita minta kebijakan itu ke Dirjen, ada gak kebijakan lain untuk itu, kalau tidak ada ya kita patuh sama aturan,” ujarnya.

Saat disinggung soal adanya dispensasi kebijakan pelayanan jasa pelayanan umum dari Instruksi Dirjen Hubla hingga tanggal 30 Juni 2019 mendatang, menurutnya hal itu berlaku bagi perusahaan yang sudah mengantongi izin namun belum melakukan pembaruan.

“Itu untuk yang sudah punya izin tapi belum melakukan pembaharuan hingga 30 Juni. Kalau SPW kan sudah Terminal Umum (Termum), disamping TUKS dia punya izin Termum juga. Perizinan masih aktif, baru berapa bulan itu,” ungkapnya.

Hotman juga membantah anggapan pihaknya melakukan diskriminasi pelayanan jasa pelabuhan, dengan alasan Jetty yang masih beroperasi di wilayah Puloampel dan Bojonegara statusnya Terminal Umum (Termum).

“Gak, gak bisa. Kalau kita buat diskriminasi sama saja kita buat monopoli kan? Nanti kita ketangkep KPPU juga, Undang-undang 17 kan sudah memberikan kesempatan berusaha untuk menghilangkan monopoli itu,” tegasnya.

“Kita atensinya hanya memberikan rekomendasi ya ke pusat, harusnya mereka juga follow up,” tandasnya. (*/Ilung)

[socialpoll id=”2521136″]

Polda