CILEGON – Entah sejak kapan dan siapa yang pertama kali menggagas tradisi Udik-udikan atau lebih umum dikenal saweran dalam ritual adat lahiran anak di Cilegon ini, namun yang jelas acara ini memang mengundang keseruan dan kehebohan tersendiri bagi para pesertanya.
Adanya istilah “hujan uang”, mungkin hanya ada di Indonesia saja tempatnya. Karena selain di Cilegon, di berbagai daerah lainnya di tanah air, juga masih ada tradisi saweran yang diyakini sebagai ungkapan rasa syukur dengan cara sedekah, serta berbagi kebahagiaan kepada yang lainnya.
Berbeda dengan saweran kepada biduan di atas panggung yang menggunakan uang kertas. Umumnya acara Udik-udikan lahiran anak berisi uang logam dan permen serta beras kuning (beras yang dicampur dengan kunyit yang telah ditumbuk) sebagai simbol kemakmuran.
Seperti yang terpantau faktabanten.co.id pada Kamis (11/1/2018) sore, di Link. Palas RT 02/01, Kelurahan Bendungan, Cilegon. Tampak kehebohan terjadi, sebelum dimulai, peserta saweran yang kebanyakan anak-anak sudah menunggu di halaman rumah yang salah satu penghuninya baru lahiran anak. Dan ketika akan dimulai, para Ibu-ibu tampak tidak malu-malu berlari mengampiri untuk mengikuti Udik-udikan.
Perlu kecepatan dan insting yang bagus untuk bisa mendapatkan uang logam yang banyak saat mengikuti Udik-udikan ini. Dan begitu uang logam dilemparkan, Anak-anak dan Ibu-ibu bahu membahu mengejar dan menangkap uang logam yang dilemparkan dihadapan mereka.
Setelah selesai Udik-udikan, Anak-anak tidak langsung pulang. Biasanya mereka saling menanyakan berapa uang logam yang diperolehnya, ada uang tersenyum puas karena membawa hasil banyak dan tentunya bisa menambah uang saku mereka.
“Ulih Patang ewu limang atus, Hasyim sing ulih akeh meu kang, bergalah gene tuku es-(Dapat Rp. 4.500, Hasyim yang dapatnya banyak kang, seneng dong buat beli es),” ujar Abyan, salah satu anak peserta Udik-udikan.
“Alhamdulillah, tradisi Udik-udikan di Kampung Palas ini masih terus di adakan oleh warga sebagai ritual adat. Tapi tidak hanya pada acara ada anak yang baru lahir saja, ketika anak yang baru bisa jalan, acara pernikahan atau warga yang baru beli motor atau mobil baru biasanya mengadakan ritual Udik-udikan ini,” terang Mulyani, ketua RT setempat.
Mulyani juga berharap warganya dan mengajak warga Cilegon lainnya bisa terus menjaga tradisi Udik-udikan ini. Mengingat tradisi ini merupakan salah satu identitas suatu daerah. Dan menurutnya, adat ini secara tidak langsung bisa memperkuat karakteristik warga agar memiliki kewaspadaan dan tidak mudah larut oleh perubahan modernitas yang deras di jaman now ini.
“Semoga Udik-udikan dan tradisi Kampung Palas lainnya bisa kita jaga bersama dan terus diwariskan sampai anak cucu. Kita sadar, tidak sedikit tradisi khususnya permainan anak-anak di Kampung ini yang sudah dilupakan,” harapnya. (*/Ilung)