Terpidana Korupsi Pengadaan Lahan Samsat Malingping Ajukan PK, Sebut Keterlibatan Pihak Lain

SERANG – Terpidana perkara korupsi pengadaan lahan Samsat Malingping Tahun Anggaran 2019, Samad, mengajukan Upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Tipikor Serang, pada Selasa (30/5/2023).

Samad mengatakan, alasan pengajuan PK lantaran adanya disparitas pemidanaan atau perbedaan besaran hukuman yang dijatuhkan oleh hakim, dalam perkara-perkara yang memiliki karakteristik yang sama.

“Alasannya ada disparitas pemidanaan, artinya ketidakadilan antara kasus yang (pengadaan lahan) di Tangsel dengan (pengadaan lahan Samsat) di Malingping,” kata Samad kepada wartawan usai mengajukan PK di Pengadilan Negeri Serang.

Samad mengaku telah mempelajari Putusan Pengadilan Negeri Tipikor Serang, Putusan Banding, dan Putusan Kasasi atas perkara yang menimpanya.

Samad mengaku menganalisis hasil putusan dari perkara yang sifatnya sama yaitu perkara pengadaan lahan SMKN 7 Tangerang Selatan.

Ia berkesimpulan, bahwa terdapat kekeliruan dalam putusan perkara atas dirinya, yaitu terdapat disparitas pemidanaan antara perkara yang menimpanya dengan perkara lain yang sifatnya sama. Sehingga Samad dipidanakan lebih tinggi dari yang seharusnya.

Samad juga menguraikan apa-apa yang mengindikasikan terjadinya disparitas pemidanaan antara kasusnya dengan kasus pengadaan lahan SMKN 7 Tangsel.

Dikatakannya, total kerugian negara atas kasus yang menimpanya mencapai Rp 680 juta namun divonis pidana 6 tahun 6 bulan, dan denda Rp200 juta. Sedangkan terdakwa Agus Kartono, dengan kasus pengadaan lahan SMKN 7 Tangsel telah merugikan negara sebanyak Rp8,3 miliar, namun pidana pokoknya hanya 4 tahun dan denda Rp100 juta.

Dalam permohonan PK yang diajukan, Samad meminta agar Mahkamah Agung dapat membatalkan putusan sebelumnya, dengan mempedomani Perma Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pemidanaan.

Tak hanya itu, Samad juga menyebut ada keterlibatan pihak lain dalam kasus pengadaan lahan Samsat Malingling ini.

Samad merasa heran, dalam perkara yang menimpanya ini Aparat Penegak Hukum (APH) hanya sebatas memproses terdakwa tunggal.

Padahal, kata dia, kedudukan dirinya hanya sebagai Sekretaris Tim Persiapan dan Pelaksanaan Pengadaan lahan UPTD Malingping tahun 2019.

“Secara perorangan tidak memiliki kewenangan pada proses pelepasan hak, penentuan lokasi dan tidak memiliki kewenangan dalam pembayaran ganti rugi dan pencairan atas pembayaran ganti rugi yang merupakan kewenangan Pengguna Anggaran (PA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yaitu Kepala Badan Pendapatan Provinsi Banten, Opar Sohari,” ungkapnya.

“Saya sudah pelajari putusan perkara ini dimana pada halaman 185 majelis hakim menyampaikan fakta dan pertimbangan hukum, bahwa pada tahapan pembayaran telah terjadi kesalahan prosedur karena dilakukan berdasarkan AJB No.95/2019 tanggal 23 Agustus 2019 sebagai bukti hak atas tanah pada lokasi yang telah ditentukan dalam DPPT,” sambungnya.

Ia menjelaskan, perkara tindak pidana korupsi ini tidak akan terjadi apabila pihak-pihak yang bertanggung jawab pada proses pembayaran dalam melakukan pelepasan hak bekerja sesuai ketentuan.

“Siapa mereka tentu saja yang menandatangani kwitansi lunas pembayaran yaitu PPTK, Ari Setiadi. Bendahara Pengeluaran, Budo, KH. Uyi Safuri sebagai pihak yang menerima, dan mengetahui atau menyetujui Opar Sohari selaku Kepala Bandan Pendapatan Provinsi Banten,” pungkasnya. (*/Faqih)

Honda