Keluhkan Serbuan Baja China, Bos Krakatau Steel Serukan Petisi Anti-dumping

Dprd ied

JAKARTA – PT Krakatau Steel (Persero) Tbk menyatakan telah menyampaikan petisi anti dumping HRC Paduan (yang merupakan like product/produk sejenis) dari China kepada Komite Anti Dumping Indonesia (KADI). Chairman The Indonesian Iron and Steel Industry Association atau Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) Silmy Karim mengatakan berdasarkan informasi yang diketahui, KADI telah melakukan pra-notifikasi kepada pemerintah China. Silmy yang juga merupakan Direktur Utama Krakatau Steel menyampaikan, pembuatan petisi tersebut merupakan salah satu upaya pengendalian importasi besi dan baja yang masuk ke Indonesia, khususnya dari China yang dilakukan dengan cara unfair trade. “Saat ini banyak negara eksportir melakukan ekspor produk baja dengan cara yang unfair, seperti halnya dumping,” jelas Silmy dalam keterangannya, Senin (17/2/2020).

Padahal seharusnya, sambung dia, baja paduan sesungguhnya / special steel memiliki harga jual yang tinggi karena hanya digunakan oleh industri-industri tertentu. “Sedangkan baja paduan dari China sebagian besar memiliki spesifikasi yang sama dengan produk HRC karbon biasa yang diproduksi oleh produsen baja dalam negeri dan saat ini telah mengalami oversupply,” tambahnya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah importasi baja hot rolled coil/plate (HRC/P) paduan atau juga disebut baja gulungan atau lembaran canai panas paduan mencapai 675 ribu ton pada 2019. Volume impor produk HRC/P paduan tersebut cukup tinggi, mengingat 65 persen di antaranya dapat diproduksi oleh produsen baja nasional. Dalam rangka mengamankan pasar baja nasional dari praktek pengalihan HS code (circumvention practice) baja impor dan mengamankan potensi bea masuk yang seharusnya diperoleh pemerintah dari praktek tersebut.

dprd tangsel

Silmy juga mengatakan, pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) penting bagi industri baja nasional, mengingat tarif Bea Masuk Most Favoured Nation (MFN) untuk produk-produk baja sebagian besar sudah diturunkan (bahkan sampai 0 persen). “Dengan adanya perjanjian perdagangan bebas / Free Trade Agreement (FTA) antara Indonesia dengan negara-negara penghasil baja besar, salah satunya dengan China telah menurunkan Bea Masuk MFN hingga 0 persen,” ujarnya.

Adanya praktek circumvention dalam importasi produk baja berupa pengalihan pos tarif baja karbon menjadi paduan yang merupakan upaya tidak fair dari eksportir untuk memperoleh keuntungan terhindarnya dari tarif bea masuk dan diperolehnya export tax rebate. Impor produk baja paduan seperti boron steel yang pada kenyataannya merupakan produk sejenis yang di produksi oleh produsen dalam negeri dan diperuntukkan bagi penggunaan komersial telah mengganggu kinerja produsen baja nasional. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, impor baja paduan ini terus tumbuh dari 1,4 juta ton pada tahun 2015 menjadi 3,2 juta ton pada tahun 2019. Lanjut Silmy, kondisi yang terjadi adalah volume impor baja karbon terus menurun yang disubstitusi oleh meningkatnya volume impor baja paduan secara signifikan.

“Kecenderungan setiap negara sekarang adalah proteksionisme. Mereka berupaya memproteksi industri dalam negerinya, bukan membuka bebas akses importasi,” ujarnya. Kata dia, Amerika Serikat telah mulai mengenakan tarif impor untuk produk baja sebesar 25 persen dan alumunium sebesar 10 persen dan merupakan negara teraktif dalam menerapkan Trade Remedies (Anti Dumping, Anti Subsidi & Safeguard). Sementara itu negara-negara lain seperti Uni Eropa dan Turki telah melakukan upaya pengamanan pasar domestiknya dengan melakukan safeguard terhadap impor baja. Sebagaimana kondisi tersebut, Silmy menyampaikan upaya pengenaan BMAD oleh PTKS atas produk baja impor kepada negara asal impor terbesar yaitu China membutuhkan dukungan penuh dari pemerintah. “Pengajuan petisi anti dumping untuk produk HRC Paduan dari RRT merupakan yang pertama kali dilakukan oleh industri dalam negeri,” jelas Silmy. “Maka itu dukungan semua pihak termasuk pemerintah atas upaya yang sedang dilakukan PTKS dan produsen HRC nasional lainnya sangatlah diperlukan sebagai langkah positif perlindungan terhadap industri nasional,” tambahnya. (*/Kompas.com)

Golkat ied