Tata Kelola Pilkades

BI Banten Belanja Nataru

Karena itu perlu ada tinjauan ulang atas payung hukum pelaksanaan pilkades ini. Lagi-lagi tujuannya adalah menghasilkan kepemimpinan desa yang kredibel, lewat sebuah pemilihan yang profesional dan dan transparan. Seorang teman pernah berkelar, ”Roda pemerintahan desa itu kini mulai ditata secara profesional, dengan adanya dana desa, penyusunan dan pertangungjawaban APBDes, pengelolaan BUMDes, dan lain sebagainya, tapi cara pemilihan kepala desanya kenapa masih ortodok.”

Sejarah Pilkades

Sebelum masa pendudukan kolonial Belanda, untuk pemimpin wilayah dalam sebuah desa awalnya dipilih berdasarkan musyawarah mufakat, biasanya dipilih orang yang mempunyai usia yang cukup, bijak dan memahami adat istiadat penduduk desa yang dipimpinnya atau bahkan biasanya dipilih berdasarkan kelebihan supranatural atau kesaktian.

Barulah ketika pada masa kolonial Belanda, tepat pada masa Thomas S Raffles (1811-1816) melakukan perubahan perihal mekanisme tata cara pemilihan pemimpin di sebuah Desa atau sekarang yang kita sebut Pilkades. Perubahan mekanisme tata cara tersebut yaitu pemimpin sebuah desa yang dipilih secara musyawarah mufakat berdasarkan beberapa kriteria diatas dirubah dengan tata cara dipilih langsung oleh seluruh masayarakat desa. Bahkan pemilih dalam pilkades tersebut dikatakan sudah ada aturan yang berhak memilih atau yang mempunyai hak pilih adalah yang sudah dewasa dan dianggap cakap secara hukum.

Pemilihan Kepala Desa tersebut dimulai dengan metode berbaris di barisan salah satu calon kepala desa, lau berganti dengan metode menggunakan metode meletakan lidi (biting) pada bumbung (kotak suara kalau sekarang). Selanjutnya di masa setelah kemerdekaan, pelaksanaan atau mekanisme tata cara pemilihan kepala desa (Pilkades) mengalami kemajuan yaitu dengan menggunakan metode pemilihan atau pemberian suara pada bilik suara dengan menggunakan surat suara. Pada masa tersebut para calon kepala desa masih digambarkan atau diidentikan dengan gambar hasil pertanian atau hasil bumi karena masih banyak warga atau masyarakat di Indonesia yang masih belum bisa membaca dan menulis.

Pijat Refleksi

Perbandingan Regulasi Pilkades dengan Pilkada

Jika melihat dari sisi regulasi, tentunya masih banyak perbedaan antara regulasi Pilkades dengan Regulasi Pilkada terutama soal teknis di lapangan. Dilihat dari sisi dasar hukum Pilkada diatur oleh undang-undang Pilkada lalu secara teknis dijabarkan atau diatur melalui peraturan KPU , sementara Pilkades diatur oleh undang-undang Desa lalu diperkuat dan sedikit dijabarkan melalui peraturan pemerintah dan permendagri sedangkan aturan yang lebih teknisnya melalui Perda atau Perbup atau bahkan Keputusan Bupati.

Selanjutnya dari sisi kewenangan juga antara Pilkada dengan Pilkades amat sangat jauh berbeda. Yang mana Pilkada merupakan kewenangan Pemerintah Pusat bersama DPR RI melalui penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu selaku pengawas) sementara pelaksanaan Pilkades merupakan kewenangan Bupati (Kepala Daerah) yang selanjutnya membentuk Panitia tingkat Kabupaten sampai Tingkat Desa.

Untuk sumber pembiayaan, Pilkada biasanya berasal dari Hibah daerah yang melaksanakan Pilkada, sedangkan untuk Pilkades, selain berasal dari anggaran daerah itu sendiri, Pilkades yang sekarang juga dapat berasal dari Dana Desa itu sendiri. Tentunya ini akan sedikit menggangu rencana pembangunan desa untuk percepatan pembangunan infrastruktur yang harus mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan Pilkades yang dirasa lumayan besar.

Tentunya beberapa perbedaan reguluasi tersebut mau tak mau dan sudah pasti akan membedakan kualitas proses pelaksanaan dan akan membedakan kuailitas hasil pemilihan itu sendiri. Pilkada saja yang regulasinya terus menerus dievaluasi dan diperbaiki dalam pelaksanaan dan hasilnya masih terdapat kekurangan apalagi Pilkades yang regulasinya tidak seketat seperti Pilkada.

PJ Gubernur Banten
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien