Longsor Gunung Pulosari, Masyarakat “Salahkan” Ilegal Logging di Masa Lalu

Dprd

PANDEGLANG – Tanah longsor yang sering terjadi di tiga gunung di Kabupaten Pandeglang yaitu Gunung Aseupan, Gunung Karang, dan Pulosari atau sering disebut juga ‘Akarsari’ untuk penyebutan ketiganya, hal ini dinilai akibat maraknya aksi pembabatan kayu sejak lama, di masa kepemimpinan Presiden Soeharto.

Salah seorang warga Cilentung yang tidak mau disebutkan namanya berinisial (Em) menurutkan, pada era reformasi sekitar tahun 1998 masyarakat merambah hutan dan gunung dengan menebang kayu besar-besaran.

“Sebetulnya, bukan karena warga yang merambah hutan mas, tapi ini sisa dulu. Kalau sekarang mah sebetulnya masyarakat sudah tidak menebang pohon hanya mengikuti program seperti HHBK (hasil hutan bukan kayu) itu salah satunya,” ujar Em kepada Fakta Banten, Rabu (27/12/2017).

Sementara itu, Ketua LMDH Gunung Pulosari, Ahmad Sujai, juga mengatakan hal yang sama. Terjadinya longsor di Curug Putri Gunung Pulosari pada Senin (25/12/2017) kemarin, merupakan imbas dari praktik ilegal logging di masa lalu.

Menurutnya, di lokasi atau titik terjadinya longsor tidak ada garapan masyarakat atau pun jalur pendakian.

Sankyu rsud mtq

“Sebetulnya ini itu bukan karena ilegal logging saat ini, karena masyarakat yang saat ini mengelola hutan atau mencari penghasilan itu sudah dibatasi sudah tidak boleh lebih atas lagi, itu batas terakhirnya garapan mbah Tompel,” paparnya.

Dede pcm hut

“Longsor kali ini, itu imbas dari jaman reformasi saat semua masyarakat merambah hutan dengan menebang kayu besar-besaran saat itu,” tambahnya tegas.

Sementara itu, menanggapi hal tersebut, organisasi mahasiswa yang bergerak di bidang koservasi, UKM Himala UNMA Banten, menilai kepedulian Perhutani yang kurang terhadap Gunung Pulosari menyebabkan masyarakat mulai merambah pohon kayu di hutan tersebut.

“Yah sebetulnya bukan hanya tentang ilegal logging jaman reformasi, tapi saat ini makin merambahnya masyarakat yang menggarap hutan Pulosari, semakin ke atas di luar batasan Perhutani dan seolah-olah Perhutani menutup mata,” ujar Ninda Pramita, tegas.

Himala UNMA juga menegaskan agar pihak Perhutani lebih tegas, agar masyarakat sekitar tidak menggarap lebih dari batasan zona pemanfaatan hutan.

Padahal menurut Ninda, pihak mahasiswa dan para aktivis pecinta alam, sudah sering kali mengadakan sosialisasi dan bahkan reboisasi di wilayah tersebut.

“Sebetulnya ini, harus ada tindakan tegas dari pihak yang berwenang (Perhutani-red) atas terjadinya longsor di Pulosari,” tegasnya.

“Saat ini kita (Himala-red) akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait seringnya terjadi longsor, untuk jadwal masih kita diskusikan dengan anggota,” tuturnya. (*/Temon)

Dprd dinkes kpni hut
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien