Terkait Korupsi Pembangunan Blast Furnace, Kejagung Periksa 4 Mantan Direktur Krakatau Steel

Sankyu

JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa empat orang saksi kasus korupsi pada Proyek Pembangunan Pabrik Blast Furnace oleh PT Krakatau Steel di 2011.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, menyatakan keempat saksi yang diperiksa yakni, AF selaku Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) dan Pengembangan Usaha PT Krakatau Steel, UN selaku Direktur PTKE periode 2018-2019, AF selaku Direktur KE dan Penunjang Proyek periode 2018-2019, dan S selaku Direktur Utama PT Krakatau Steel periode 2015-2017.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan pabrik blast furnace oleh PT Krakatau Steel pada 2011,” kata Sumedana dalam keteranganya, Kamis (27/10/2022).

Dalam kasus itu, Kejagung telah menetapkan lima orang tersangka yaitu, FB selaku Direktur Utama PT Krakatau Steel periode 2007 sampai dengan 2012, ASS selaku Direktur Utama PT Krakatau Engineering periode 2005 sampai dengan 2010 dan Deputi Direktur Proyek Strategis 2010 sampai dengan 2015.

Kemudian, BP selaku Direktur Utama PT Krakatau Engineering periode 2012 sampai dengan 2015, HW alias RH selaku Ketua Tim Persiapan dan Implementasi Proyek Blast Furnace 2011 dan General Manager Proyek PT. KS dari Juli 2013 sampai dengan Agustus 2019, dan MR selaku Project Manager PT Krakatau Engineering periode 2013 sampai dengan 2016.

Sumedana menjelaskan, kasus itu berawal ketika PT. Krakatau Steel (persero) melakukan pengadaan pembangunan Pabrik Blast Furnace Complex yaitu pabrik yang melakukan proses produksi besi cair (hot metal) dengan menggunakan bahan bakar batubara (kokas) pada 2011- 2019.

Sekda ramadhan

Tujuannya untuk memajukan industri baja nasional dengan biaya produksi yang lebih murah karena dengan menggunakan bahan bakar gas, maka biaya produksi lebih mahal.

Direksi PT Krakatau Steel (Persero) 2007 menyetujui pengadaan pembangunan pabrik BFC dengan bahan bakar batubara kapasitas 1,2 juta ton/tahun hot metal.

Nilai kontrak pembangunan Pabrik Blast Furnace PT KS dengan sistem turnkey (terima jadi) sesuai dengan kontrak awal Rp4,7 Triliun hingga addendum ke-4 membengkak menjadi Rp6,9 Triliun. Kontraktor pemenang dan pelaksana yaitu MCC CERI konsorsim dengan PT Krakatau Engineering.

“Bahwa dalam pelaksanaan perencanaan, tender/lelang, kontrak, dan pelaksanaan pembangunan, telah terjadi penyimpangan. Hasil pekerjaan BFC saat ini mangkrak karena tidak layak dan tidak dapat dimanfaatkan dan terdapat pekerjaan yang belum selesai dikerjakan. Akibatnya, diduga mengakibatkan kerugian negara sebesar nilai kontrak Rp6,9 triliun,” jelas Sumedana.

Akibat perbuatanya, para tersangka diancam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Subsidiair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*/Red)

Honda