Tolak Raperda RZWP3K, Nelayan Tirtayasa Ingin Dialog dengan Bupati Serang

SERANG – Dinilai janggal dan tidak sesuai dengan semangat menjaga kelestarian lingkungan, Raperda Rencana Zonasi Wilayah pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Banten mendapat penolakan dari nelayan dan sejumlah elemen masyarakat.

Soal penolakan Raperda ini juga akan dibawa nelayan untuk berdiskusi dengan Bupati Serang, Ratu Tatu Chasanah.

Raperda tersebut disinyalir nelayan yang tergabung dalam Koalisi Nelayan Banten (KNB) akan merampas ruang laut sebagai ruang kelola nelayan, dan memberikannya kepada pihak pemodal sebagai zonasi tambang pasir laut.

Presidium KNB Daddy Hartadi mengatakan, pihaknya akan menyurati Bupati Serang secara resmi untuk bertemu dengan nelayan di Kecamatan Tirtayasa sebagai masyarakat terdampak akibat kebijakan RZWP3K.

“Yang akan dimiskinkan itu ribuan nelayan Kabupaten Serang, zona tangkapan nelayan akan terganggu dan mengancam nelayan tidak bisa melaut. Ini akan menjadi masalah sosial di Kabupaten Serang, tingkat pengangguran akan bertambah, dan jumlah angka kemiskinan di wilayah pesisir juga bakal terdorong naik akibat kebijakan RZWP3K ini. Kita akan ajak bupati berdialog dengan nelayan untuk bersama-sama membangun visi menyejahterakan nelayan,” jelas Daddy kepada wartawan, Senin (22/7/2019).

Ditambahkan oleh Daddy, pihaknya tidak untuk mengajak Bupati Serang mengganjal Raperda RZWP3K sepenuhnya, namun melalui Bupati nelayan ingin menyampaikan harapannya agar alokasi ruang tambang pasir laut dalam Raperda tersebut agar dihilangkan sebagai bentuk pembelaan terhadap masyarakat pesisir yang berprofesi sebagai nelayan.

“Kita ingin satukan tujuan dengan bupati untuk minta kepada provinsi tidak ada alokasi ruang tambang pasir laut karena akan mengancam masyarakat Kabupaten Serang yang berprofesi sebagai nelayan,” tukasnya.

Sementara itu Fayumi, nelayan dari Desa Lontar, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, yang juga aktivis Serikat Nelayan Lontar ini merasa prihatin dan marah jika Pemerintah Provinsi Banten kembali membuka perizinan pertambangan pasir laut.

Menurut pria asli kelahiran Lontar ini, cukup masyarakat nelayan Lontar dizalimi oleh kebijakan selama belasan tahun. Selama belasan tahun dikeluarkannya izin tambang pasir laut itu masyarakat nelayan Lontar tetap miskin akibat pendapatan hasil melautnya merosot tajam.

“Tidakkah belajar pada sesuatu yang terjadi di masa lampau. Nelayan lontar masih tetap miskin. Padahal kebijakan pemerintah dianggap untuk menyejahterakan nelayan, yang terjadi malah pemiskinan. Izin tambang pasir laut hanya menghasilkan kesengsaraan bagi nelayan karena pendapatan nelayan semakin jauh berkurang,” terangnya.

Fayumi juga berencana akan mengadukan hal ini ke Bupati Serang. Dia ingin Bupati berpihak kepada nelayan dengan meminta pihak Pemprov Banten membatalkan zona tambang pasir laut.

“Kita juga minta Ibu Bupati Tatu untuk membela nelayan agar bersama-sama nelayan meminta pihak Provinsi membatalkan zona tambang pasir laut dalam raperda RZWP3K. Kan nelayan Lontar itu katanya adalah masyarakatnya Ibu Bupati,” pungkasnya. (*/Red)

Honda