Tambang Pasir di Cilegon, Mengorbankan Lingkungan dan Infrastruktur Jalan
CILEGON – Keberadaan tambang pasir yang terus saja mengeksploitasi perbukitan-perbukitan di kawasan Jalan Lingkar Selatan (JLS) Kota Cilegon, bukan saja menyebabkan kerusakan lingkungan. Selain menyebabkan pemukiman warga di sekitarnya tampak menggantung, begitu juga dengan infrastruktur jalan.
Seperti kondisi Jalan Pemekser atau salah satu jalan penghubung Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon dengan Kecamatan Mancak, Kabupaten Serang yang terpantau faktabanten.co.id Rabu (18/4/2018), kini makin menggantung setinggi puluhan meter karena sisi Kanan dan Kirinya terus di eksploitasi untuk diambil pasirnya oleh beberapa penambang yang berada di sana.
Padahal sebelumnya jalan di Lingkungan Jerenong, Kelurahan Kepuh Denok, Kecamatan Citangkil, beberapa tahun yang lalu pernah viral. Bahkan sempat disorot oleh televisi swasta nasional Trans7 menjadi salah satu dari 7 jalan paling berbahaya di Indonesia.
Namun hal tersebut sepertinya tak menyurutkan “nafsu” para penambang pasir dan belum juga kunjung mendapat perhatian serius dari Pemkot Cilegon dan Pemprov Banten.
Salah satu penambang Tohiri, ketika dikonfirmasi di lokasi tambang pasirnya di Lingkungan Temugiring, Kelurahan Banjarnegara, Kecamatan Ciwandan, mengaku pihaknya hanya penambang baru diantara beberapa penambang pasir yang berada di sana.
“Iya punya saya kang. Ini tanah keluarga saya garap sendiri ya belajar usaha lah, yang udah lama nambang disini mah Mastari, Surtamin, pak Rafiudin tuh,” ujarnya kepada faktabanten.co.id
Saat disinggung soal jalan yang menggantung dan bisa berbahaya bagi pengendara dan bisa berpotensi longsor, ia beralasan jalan tersebut akan diturunkan levelnya.
“Kan kemarin sudah ada orang PU yang ngukur jalan, iya katanya sih mau diturunin level jalannya karena ya emang bahaya kalau ada mobil selisiban (datang dari dua arah berlawanan),” terangnya.
Hal ini dibenarkan oleh penambang lainnya, Rafiudin, kalau jalan tersebut akan dilakukan penurunan level agar tidak terlalu menggantung kondisinya oleh pihak Pemerintah Kota Cilegon dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR).
“Iya bener kang sudah diukur beberapa kali oleh orang PU, ini berdasarkan usulan masyarakat karena memang dianggap bahaya,” ucapnya singkat.
Akan tetapi, Halimi yang mengaku sebagai salah satu ketua RT di Lingkungan Temugiring, Kelurahan Banjarnegara, Kecamatan Ciwandan, menolak dan mempertanyakan kebijakan penurunan level jalan tersebut.
“Enak saja maen nurunin jalan, itu sama saja merubah atau menghilangkan aset daerah. Itukan jalan sudah ada sejak jaman buyut (leluhur) kita. Masyarakat yang mana yang usulin, saya ketua RT di Temugiring ini,” ujarnya tegas saat ditemui faktabanten.co.id
Bahkan Halimi juga menyalahkan dan mempertanyakan peran para aktivis dan kontrol sosial di Kota Cilegon yang terkesan kurang menyoroti aktivitas tambang pasir yang menurutnya lebih menguntungkan segelintir orang saja.
“Memang gimana aturannya sampai para penambang pasir itu bisa bebas ngeruk merusak alam, lingkungan sekitar? Mana LSM mana aktivis di Cilegon, apa mereka tidak tahu? Jalan Sumur Watu yang hilang aja belum dibangun-bangun sampai sekarang,” tandasnya.
Hingga sore ini berita diturunkan, pihak Dinas PUTR Kota Cilegon belum dapat dikonfirmasi. (*/Ilung)