Di PBB, RI Anggap Vanuatu Sponsor Gerakan Separatis Papua
JAKARTA – Indonesia menganggap Vanuatu sebagai negara pendukung gerakan separatisme. Pernyataan itu diutarakan seorang diplomat Indonesia keturunan Melanisia Rayyanul Sangadji sebagai respons terhadap komentar Perdana Menteri Vanuatu Charlot Salwai Tabimasmas yang menyinggung dugaan pelanggaran HAM di Papua dalam pidatonya di Majelis Umum PBB ke-74 di New York pada Jumat (27/9).
Mewakili pemerintah, ia menegaskan Vanuatu terus mengeluarkan pernyataan dan aksi provokatif soal Papua. Aksi tersebut telah memberikan harapan palsu bahkan memicu konflik antar masyarakat di Papua.
“Vanuatu ingin memberikan kesan kepada kita semua bahwa mereka itu mengkhawatirkan isu HAM, padahal satu-satunya motif yang sebenarnya adalah (Vanuatu) mendukung agenda separatisme,” kata ucap Rayyanul saat mengajukan pembelaan atau right of reply di sidang PBB.
“Indonesia tidak mengerti kenapa ada satu negara yang terus menunjukkan dukungannya terhadap kelompok separatisme yang telah menyebabkan konflik dan hilangnya nyawa warga sipil,” tambahnya.
Rayyanul menuturkan “Vanuatu tidak sadar” provokasi mereka telah menumbuhkan harapan palsu bahkan konflik di Papua. Ia menganggap Vanuatu telah bersikap tidak bertanggung jawab atas provokasi-provokasinya tersebut.
“Provokasi Anda (Vanuatu) telah merusak infrastruktur, ratusan rumah, fasilitas publik dan menewaskan sejumlah orang,” paparnya menambahkan di ruang sidang dalam video yang disiarkan UN Web TV.
Di depan seluruh 193 negara anggota PBB Tabimasmas menuntut pemerintah Indonesia bertindak secara adil dan menjunjung tinggi HAM dalam menyelesaikan kerusuhan di Papua yang terus terjadi selama satu bulan lebih terakhir. Ia juga mendesak pemerintah Indonesia untuk memberikan akses Komisaris Tinggi HAM PBB untuk meninjau situasi sebenarnya di Papua.
Indonesia memang pernah mengundang Komisaris Tinggi HAM PBB untuk berkunjung ke Papua, namun hingga kini pemerintahan Presiden Joko Widodo belum juga memberikan akses masuk ke provinsi tersebut.
Indonesia terus menjadi sorotan setelah demonstrasi yang berlangsung rusuh terjadi di sejumlah wilayah di Papua sejak pertengahan Agustus lalu. Kerusuhan terbaru bahkan terjadi di Wamena, Kabupaten Jayawijaya pada Senin (23/9).
Aksi unjuk rasa yang melibatkan ribuan peserta itu berujung pada perusakan fasilitas publik hingga kantor bupati setempat. Sebanyak 33 orang dilaporkan tewas akibat kerusuhan tersebut dan sebanyak 5.500 lainnya mengungsi akibat situasi mencekam tersebut.
“Tidak ada negara yang memiliki rekor hak asasi manusia yang sempurna tetapi biar saya tegaskan lagi bahwa Indonesia, seperti negara lainnya, berkomitmen untuk terus mempromosikan dan melindungi HAM seluruh rakyatnya termasuk di Papua,” kata Rayyanul.
Vanuatu merupakan salah satu negara di Pasifik yang memang vokal menyoroti dugaan pelanggaran HAM di Papua. Vanuatu bahkan pernah menyusupkan tokoh separatis Papua, Benny Wenda, dalam delegasinya saat bertemu dengan Komisaris Tinggi HAM PBB Michelle Bachelet di Jenewa sekitar Januari lalu.
Ini juga bukan pertama kalinya Vanuatu mengangkat isu Papua di rapat PBB. Pada sidang rutin Dewan HAM PBB ke-34 pada 2017 lalu, Vanuatu dan enam negara lainnya menuturkan kekhawatiran terkait dugaan marginalisasi dan kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Papua. (*/CNN Indonesia)