Pengamat Sosial Sarankan Ada Hukuman Berat bagi Penyewa Jasa Seks

JAKARTA – Pengamat sosial dari vokasi Universitas Indonesia Devie Rahmawati menilai, perlu ada format atau penyusunan baru undang-undang yang mengatur secara spesifik soal kasus prostitusi online di Indonesia. Salah satu poin pentingnya adalah hukuman berat bagi si penyewa jasa seks komersil itu sendiri.

“Hal-hal seperti ini ada ganjaran untuk semua pihak, tapi bagi beberapa negara yang berhasil menekan angka prostitusi di negaranya, justru para konsumennyalah yang harus dijerat,” kata Devie pada wartawan, Senin 7 Januari 2019.

Dia mencontohkan, salah satu negara yang terbilang cukup sukses menekan prostitusi terselubung adalah negara-negara Skandinavia. “Di sana yang dijerat konsumennya, kan kalau enggak ada yang beli maka enggak akan ada yang jual. Dan perempuan cenderung sangat dimanfaatkan dalam hal ini,” katanya menambahkan.

Devie juga menilai, kasus yang terjadi saat ini jangan hanya dilihat dari undang-undang ITE saja. Namun perlu adanya revolusi hukum, artinya bukan dalam rangka mendeskreditkan pihak tertentu, tapi untuk melindungi generasi bangsa.

Kartini dprd serang

“Kalau praktek seperti ini terus dibiarkan karena tidak ada undang-undang formal maka anak-anak kita yang akan menjadi korban. Kita tahu ada banyak bahaya penyakit yang siap menghadang anak-anak kita kalau negara enggak serius menangani ini,” ujarnya menambahkan.

Ketika disinggung soal harga fantastis yang dibanderol untuk kalangan artis, Devie menegaskan, dirinya belum bisa berkomentar terlalu jauh sebab kasus yang terjadi saat ini masih dugaan dan belum terbukti secara fakta.

“Data dari mana dibanderol sekian, saya tidak bisa komentari yang belum terbukti secara fakta. Tapi prakteknya di dunia, di manapun, harga bisa variatif. Lagi-lagi tidak melulu berdasarkan profesi tertentu, tidak bisa ada stigma ini profesi tertentu, tidak bisa. Ini sekarang seluruh profesi apapun dan siapapun bisa terjerumus. Ini jauh lebih mengerikan,” ujarnya menjelaskan.

“Nah memang ada beberapa studi istilahnya bukan gaya hidup tapi hidup yang gaya, yang sangat konsumtif sehingga mendorong semua orang mencari jalan pintas untuk bisa memenuhi hasrat konsumtifnya tersebut. Itu salah satunya bahwa menjajakan diri menjadi salah satu alternatif untuk bisa memenuhi hidup yang gaya tadi.” (*/Viva)

Polda